Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Aku Ingin Kita Segera Menikah



Aku Ingin Kita Segera Menikah

0Emma bertekad untuk menguatkan hatinya. Setelah semua yang terjadi, tidak akan ada lagi yang sanggup membuatnya jatuh. Ia harus bisa membalas dendam kepada Ratu Ygrit. Penyihir tua itulah sumber semua penderitaan keluarga Emma.     

Therius tertegun melihat Emma berusaha makan sendiri. Ia dapat melihat keteguhan hati di wajah gadis itu. Akhirnya ia tersenyum dan mengangguk.     

"Baiklah. Aku akan makan di sini bersamamu," kata Therius. Ia menyentuh rambut Emma dan mengusapnya pelan, lalu berjalan keluar kamar. Tidak lama kemudian ia kembali dengan beberapa orang pelayan yang membawakan makanan di nampan untuknya.     

Mereka menata semua makanan itu di meja samping tempat tidur dan menarik satu meja lagi ke dekatnya agar makanannya dapat muat. Setelah Therius mengangguk, mereka lalu membungkuk hormat dan permisi keluar.     

Therius memperhatikan Emma sampai gadis itu benar-benar dapat makan sendiri, barulah ia mengambil makanan untuk dirinya. Mereka berdua lalu makan dalam keheningan. Emma memaksa dirinya untuk menghabiskan makanan yang ada di mangkuknya. Setelah itu ia menghabiskan minuman di cangkirnya.     

"Aku sudah selesai," kata gadis itu pelan. Melihat Therius hendak meletakkan mangkuknya di meja, gadis itu buru-buru menggeleng lemah. "Tidak usah berhenti makan. Kau teruskan saja makan, biar aku yang bicara."     

Therius akhirnya mengangguk. Ia makan sambil memperhatikan bibir Emma baik-baik, bersiap mendengar apa yang ingin disampaikan gadis itu.     

"Sekarang... aku tidak punya siapa-siapa lagi di Akkadia," kata Emma. "Haoran telah pergi dan ayahku juga tidak ada. Aku hanya ingin bertemu ibu dan adikku. Setelah itu aku akan membantumu untuk menguasai Akkadia. Tetapi kau harus berjanji untuk menghukum nenekmu... dan kakekmu."     

"Apa yang kau inginkan?" tanya Therius.     

"Kau... adalah seorang telemancer tingkat tertinggi, bukan?" tanya Emma. "Xion bilang kau bisa membunuh orang diam-diam."     

Therius tanpa sadar menghentikan gerakannya mengangkat sendoknya ke udara. Ia menatap sepasang mata Emma yang tampak begitu mirip dengan matanya sendiri. Dadanya tiba-tiba berdebar keras. Ia berusaha mengira-ngira apa maksud Emma dengan perkataannya.     

"Kau ingin aku membunuh siapa?" tanya Therius pelan.     

"Kakekmu," jawab Emma tegas. "Dia sudah sakit-sakitan dan seharusnya tidak akan ada yang curiga kalau ia tiba-tiba mati."     

"Hmm.. kau ingin aku membunuh kakekku agar aku bisa segera naik takhta. Itukah yang kau inginkan?" tanya Therius memastikan.     

Emma mengangguk. "Benar. Tapi aku ingin kau membiarkan nenekmu hidup. Biar aku yang mengurusnya. Aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri. Tetapi sebelumnya aku ingin membuatnya menderita."     

Wajah Emma tampak membesi. Hilang sudah kelembutan di wajahnya yang selalu tampak anggun itu. Rupanya kematian Haoran adalah hal terakhir yang membuat Emma akhirnya merasa kehilangan semuanya. Ia sudah tidak mempedulikan apa-apa lagi.     

Dengan menikahi Therius, ia akan dapat membantu terciptanya perdamaian antara Akkadia dan Thaesi. Ibu dan adiknya akan dapat hidup tenang. Ia membantu Therius naik takhta, dan sekaligus membalaskan dendam Emma sendiri.     

Setelah semuanya berakhir, Emma sudah tidak punya tujuan lagi. Setelah itu ia akan menyerahkan semuanya kepada takdir.     

Therius mengangguk. "Di istana tidak bisa menggunakan sihir. Aku harus mencari cara untuk menemui raja di luar istana. Barulah aku akan dapat menggunakan telemancy untuk membunuhnya."     

Emma menatap Therius lekat-lekat. Ia tidak mengira sang pangeran dengan begitu mudah mengabulkan permintaannya.     

"Kau tidak menyayangi kakekmu?" tanya Emma.     

"Aku lebih menyayangimu," jawab Therius tegas.     

Emma tertegun. Rasanya sangat sulit baginya menerima jawaban ini. "Bukankah ia yang memeliharamu sejak kedua orang tuamu meninggal? Apakah kau benar-benar akan tega membunuhnya?"     

Therius mengangkat bahu. "Seperti yang kau bilang. Ia sudah tua dan sakit-sakitan. Aku hanya membantunya lepas dari penderitaan lebih cepat kalau aku membunuhnya."     

Jawaban ini masuk akal bagi Emma. Ia mengangguk puas. "Kalau begitu kita bisa menikah."     

Kata-kata Emma membuat wajah Therius seketika berseri-seri. "Kapan?"     

Emma mengigit bibirnya dan menjawab tegas. "Secepatnya."     

Saat itu rasanya Therius ingin melompat dan memeluk Emma lalu menggendongnya dan menciumi wajahnya. Tetapi ia menahan diri. Ia tahu Emma tidak akan semudah itu mau menikah dengannya. Pasti ada sesuatu yang dipikirkan gadis itu.     

"Tapi?" tanya pria itu sambil mengerutkan kening. Ia ingin tahu apa lagi yang diinginkan Emma.     

"Kita bisa menikah secepatnya. Aku ingin segera memupuskan harapan nenek brengsekmu itu. Kalau kita segera menikah, nenekmu akan tahu bahwa kau adalah milikku dan upayanya untuk menjodohkanmu dengan Yldwyn sia-sia saja. Tetapi kumohon beri aku waktu berkabung setahun. Sesudah satu tahun, aku akan menyerahkan diri kepadamu dan menjadi istrimu sesungguhnya," kata Emma. Ia menatap Therius dengan pandangan sungguh-sungguh. "Bagaimana pendapatmu?"     

Pemuda itu masih terpesona mendengar kata-kata Emma sehingga ia lupa menjawab. Ia baru tergugah saat Emma mencubit tangannya dan meminta jawaban. Wajah Therius tersenyum dan kemudian ia mengangguk.     

Ia dapat menunggu satu tahun lagi, asalkan Emma memang sudah menjadi istrinya. Ia bukan laki-laki yang dikendalikan nafsu seksual belaka. Ia mengerti bahwa seharusnya, setelah Haoran meninggal, Emma akan berkabung dulu untuk waktu yang lama sebelum kemudian membuka hati untuk laki-laki lain.     

Namun, karena situasinya sekarang sangat tidak biasa. Emma sengaja ingin meresmikakn pernikahan mereka dengan cepat agar Ratu Ygrit tahu bahwa usahanya untuk menjodohkan Yldwyn dengan Therius sia-sia belaka.     

"Aku suka itu," Therius membenarkan. "Kau dapat mengambil waktu sebanyak yang kau butuhkan."     

Ia telah menunggu selama dua puluh tahun. Jadi, menunggu setahun lagi baginya sama sekali bukan masalah.     

"Apakah aku... boleh menciummu?" bisik Therius dengan suara serak. "Saat ini aku sangat bahagia, dan aku ingin berbagi kebahagiaan ini dengan seseorang. Aku mengerti kau masih berduka."     

Emma menutup matanya. Saat ia kehilangan Haoran... Therius mendapatkan Emma. Ini kebenaran yang sangat menyakitkan, namun ini adalah fakta. Emma tidak bisa menyalahkan pria itu karena merasa bahagia saat gadis yang dicintainya akhirnya menerimanya.     

Emma tidak mengangguk, tapi dia juga tidak menggeleng. Therius menganggapnya sebagai tanda bahwa dia boleh mencium Emma. Maka, ia pun melakukannya.     

Therius mendekat ke arah Emma, perlahan ia membingkai wajah gadis itu, kemudian mencium bibirnya dengan lembut.     

"Aku akan membuatmu bahagia. Aku berjanji," bisiknya.     

.     

.     

>>>>>>>>>     

Dari penulis:     

Saya ingin membahas sedikit tentang kematian Haoran. Saya tahu beberapa pembaca sangat terpukul oleh kematian Haoran. Saya nggal sengaja nulis bagian itu demi agar Emma jadian sama Therius lho..     

Kalau kalian membaca sinopsisnya, saya sudah menyebutkan bahwa novel ini memiliki beberapa pemeran utama pria.     

"Aku ingin menyaksikan 24 matahari terbenam bersamamu." - Haoran Lee     

"Aku ingin membuat bintang-bintang di langit bersinar untukmu," - Pangeran Therius     

"Aku akan memberimu seluruh waktu di dunia." Xion - Pengendali Waktu     

Haoran seharusnya meninggal 100 bab yang lalu sebelum Emma pergi ke Akkadia. Tapi, karena saya sayaaaang banget sama Haoran, rasanya sulit banget buat saya menulis bagian itu.     

Saya selalu menunda dan menunda, hingga akhirnya sudah tidak bisa ditunda lagi.     

Kenapa sih buku ini harus memiliki beberapa pemeran utama pria? Mengapa tidak membuat buku dengan satu pasangan saja?     

Saya sudah menulis seperti itu di buku-buku saya sebelumnya. Kalau kalian baca "Ludwina & Andrea" sama "The Alchemists", ceritanya selalu seperti itu.     

Tapi, walaupun novel Emma Stardust ini fantasi, saya pengen banget bikin sedekat mungkin dengan kehidupan nyata. Terutama dalam hal perasaan manusia, dan kisah cintanya. Saya HAMPIR ga pernah ketemu orang yang jatuh cinta waktu masih remaja dan terus bersatu sampai tua, menikah, punya anak dan hidup bahagia selama-lamanya. Kalaupun ada pasangan yang begitu, mereka cuma contoh kecil. Kasus unik.     

Biasanya yang terjadi adalah, kita jatuh cinta waktu remaja, dan sesudah kita tumbuh dewasa, perasaan kita berubah, atau kita ga cinta lagi, atau kita terpisah karena kuliah dan kerja, akhirnya putus. Sesudah itu, saat kita dewasa, kita akan ketemu orang baru yang mengisi hari-hari kita, membuat kita jatuh cinta lagi.     

Cinta saat kita dewasa ini bisa berhasil, bisa tidak. Ada yang langgeng sampai menikah dan sampai tua bersama, ada yang nggak. Tapi yang jelas, dari cinta berikutnya ini kita belajar dan menjadi lebih matang dalam kehidupan dan dalam cinta.     

Saya nggak percaya bahwa hanya ada SATU cinta sejati. Walaupun kita pacaran atau menikah dengan orang dan ternyata hubungan kita gagal, bukan berarti cinta kita saat itu adalah cinta yang palsu. Saya percaya pada cinta terakhir. Kadang kita perlu mengalami beberapa kisah cinta yang tidak berhasil, sebelum kita bisa menemukan cinta yang terakhir itu.     

Itulah sebabnya buku ini punya beberapa tokoh utama laki-laki yang datang dan pergi dari kehidupan Emma dan mengisi hidupnya dengan cinta.     

Setelah kisah Emma dan Haoran ditutup, apa yang terjadi? Apakah ia akan hidup berbahagia dengan Therius? Apakah akan terjadi sesuatu di masa depan hingga akhirnya lagi-lagi hubungan Emma dan sang pangeran gagal, lalu Xion akan masuk dalam kehidupan Emma?     

Kita tahu Therius sangat sayang kepada Emma dan rela melakukan apa pun untuknya. Tapi Therius bukan malaikat. Ia tidak segan melakukan hal buruk demi mendapatkan Emma.     

Malahan, kita harus curiga dengan kematian Haoran. Apakah ia memang meninggal secara alami di sanatorium, ataukah Therius membunuhnya diam-diam menggunakan telemancy karena panik saat mendengar Haoran menunjukkan tanda-tanda kemajuan dalam perawatannya?     

Xion sudah jatuh cinta kepada Emma, tetapi karena ia sahabat Therius, Xion selalu menyimpan sendiri perasaannya dan mendukung agar sahabatnya berhasil mendapatkan Emma. Tetapi kalau suatu hari nanti dia melihat Emma menderita, apakah Xion akan tetap tinggal diam?     

Bagaimana kehidupan Emma dengan Therius? Apakah mereka akan bahagia menjadi penguasa Akkadia dan membangun keluarga bersama? Ataukah terjadi sesuatu yang membuat Emma menyadari bahwa Therius ternyata tidak seperti yang ia duga?     

Ada banyak sekali kemungkinan. Saya ga akan spoiler ceritanya di sini. Saya juga belum tahu pasti apakah ceritanya akan berlangsung seperti keinginan saya atau tidak. Kalau kalian membaca cerita The Alchemists, kalian bakal ingat bahwa saya berusaha menjodohkan Aleksis dengan Nicolae, tetapi jeng jeng... Aleksis malah memilih Alaric yang jelas-jelas mantan pembunuh, walaupun Nicoale itu ganteng, baik, dan sempurna.     

Jadi.. saya belum tahu akan seperti apa ending cerita Emma Stardust ini. Kita bisa baca bareng-bareng yaa.. sambil jalan.     

Untuk pembaca yang merasa sangat terpukul atas kematian Haoran dan nggak rela Emma sama Therius, saya minta maaf. Saya sudah berusaha, tetapi ceritanya berakhir seperti ini. Semoga buku-buku saya yang lain bisa tetap kalian nikmati. Terima kasih banyak atas dukungannya selama ini.     

xx     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.