Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Melihat Ibukota Akkadia Dari Udara



Melihat Ibukota Akkadia Dari Udara

0Setelah Therius melompat keluar dari travs, ia berjalan dengan langkah-langkah panjang menuju ke sayap barat, tempat kamar Emma berada. Sebelum tiba di sana, ia melintasi taman cantik yang ada di tengah kompleks istananya dan menemukan Emma sedang duduk minum-minum bersama Xion.     

Dengan wajah dipenuhi senyum, Therius segera berjalan menghampiri mereka.     

"Kalian di sini?" tanyanya dengan suara gembira. Ia melihat wajah Emma tampak lebih cerah dari saat tadi ia tinggalkan. Walaupun Emma masih belum tersenyum, setidaknya kini mata gadis itu tidak lagi terlihat seolah ia sedang menanggung beban dunia di punggungnya. Ia menghampiri gadis itu dan mencium keningnya. "Aku merindukanmu."     

Emma batuk-batuk kecil melihat perlakuan Therius kepadanya. Ia tidak dapat menyalahkan pria itu yang ingin menunjukkan sikap mesra kepadanya, karena Emma telah setuju untuk menikah dengannya.     

Sementara itu Xion membuang mukanya dan tiba-tiba tampak sangat tertarik pada bunga kecil berwarna kuning yang tumbuh di sampingnya. Ia memetik bunga itu dan mencium wanginya lalu mengangguk-angguk.     

"Ahem," Emma mengerutkan keningnya dan mengerling ke arah Xion. Therius segera menepuk bahu sahabatnya dan menariknya menjauh dari bunga kuning yang tidak penting itu.     

"Xion. Aku ada berita gembira untukmu," kata Therius. Wajahnya tampak berseri-seri. "Besok Emma dan aku akan menikah."     

Xion tampak sangat terkejut mendengar berita dari sahabatnya itu.     

Menikah? Besok? Mengapa tiba-tiba sekali? Bukankah saat ini Emma sedang berkabung? Ayahnya baru meninggal dan Haoran juga. Xion menoleh ke arah Emma dan berusaha meneliti ekspresinya...     

Apakah Emma dipaksa?     

"Kau... setuju dengan ini?" tanya Xion dengan penuh perhatian. Saat ini, ia hanya ingin mendengar dari bibir Emma bahwa ia memang menikah dengan Therius atas keinginannya sendiri. Walaupun sang pangeran putra mahkota adalah sahabatnya, bukan berarti Xion akan senang kalau melihat Therius mendapatkan keinginannya dengan memaksa.     

Bagaimanapun... Emma sudah menjadi temannya. Ia tak akan membiarkan gadis itu menderita dan ditindas, walaupun itu oleh sahabatnya sendiri.     

Emma mengangguk. Wajahnya tampak dingin saat ia menjawab pertanyaan Xion. "Ini pernikahan politik, kan? Bukan sesuatu hal yang aneh. Kurasa aku bisa belajar menjalaninya."     

"Baiklah kalau begitu," kata Xion. Ia menatap Emma agak lama dan menghela napas. Wajahnya kemudian dihiasi senyuman. "Kurasa, aku harus memberi kalian berdua selamat."     

"Besok kau harus ikut ke kapel untuk menjadi saksi pernikahan kami," kata Therius. "Raja Cassius akan hadir di sana. Jadi tolong pakai baju yang bagus."     

Xion batuk-batuk mendengar kalimat terakhir Therius. Wajahnya berubah cemberut tetapi ia tidak membantah.     

"Selamat atas keputusan besar ini. Semoga kalian akan selalu berbahagia," kata Xion akhirnya sambil memeluk Emma dan menepuk punggungnya pelan. Ia lalu melepaskan gadis itu dan memeluk Therius. "Awas kalau kau membuat dia menangis."     

Therius memutar matanya. "Hei, kau tahu aku tidak mungkin begitu."     

"Pokoknya aku harus mengatakan sesuatu," jelas Xion tidak mau kalah. Ia lalu mendeham. "Tentu saja aku akan datang. Setelah itu aku akan pulang. Aku sudah puas 'bertualang'."     

Therius mengangguk tanda mengerti. "Aku akan menyuruh Avato mengantarmu."     

"Tss... tidak usah. Aku bukan anak kecil yang harus diantar-antar," komentar Xion. Ia kemudian teringat bahwa tadi ia telah mengajak Emma untuk datang ke festival Tiga Bulan Api. Ia menjadi tidak enak saat memikirkan bahwa besok pasangan itu akan menikah. "Ngomong-ngomong, Therius.. tadi aku mengajak Emma untuk melihat festival Tiga Bulan Api di pusat kota. Bagaimana menurutmu? Aku tadi tidak tahu bahwa kalian akan menikah besok. Emma tidak memberitahuku."     

Ia melempar pandangan menuduh ke arah Emma, karena ia tidak mau Therius menyalahkannya mengajak calon istri orang lain untuk bersenang-senang di malam sebelum pernikahan.     

"Aku belum sempat memberitahumu," kata Emma sambil mendelik.     

Therius tampak tercenung. Tadinya ia ingin menghabiskan malam istimewa menyaksikan tiga bulan di atas langit Akkadia bersama Emma, berdua saja. Lalu ia akan memanfaatkan kesempatan itu untuk melamar Emma secara sepatutnya.     

Namun, mengingat Xion sudah terlanjur mengajak Emma turun ke kota untuk menyaksikan festival dan besok sahabatnya itu akan pergi, maka Therius tidak mungkin bersikap egois dan menyuruh Xion pergi sendiri.     

"Tidak apa-apa, nanti malam kita bisa datang ke festival bersama," kata Therius. "Ini pengalaman pertama untuk Emma. Kita harus membuatnya menjadi pengalaman istimewa. Tapi, aku ada perlu sebentar dengan Emma sebelum ke festival. Kau tidak apa-apa?"     

Xion mengangkat bahu. "Tentu saja. Festival biasanya dimulai pukul 8 malam, tetapi keseruannya baru akan berlangsung di atas jam sembilan. Kita bisa bertemu di sini jam sembilan untuk pergi bersama."     

"Ide bagus," kata Therius. Ia mengacak rambut Emma dan tersenyum. "Ada yang mau kubicarakan denganmu sebelum ke festival. Apakah kau mau ikut denganku selepas senja?"     

Emma menduga terjadi sesuatu di istana raja yang ingin dibahas Therius berdua saja dengannya, Karena itu, ia mengangguk.     

"Tentu saja."     

"Baiklah.. Sebentar lagi makan malam. Kita bertemu di ruang makan," kata Therius dengan gembira.     

Mereka semua mengangguk sepakat.     

***     

Selama makan malam, Therius tampak agak gelisah. Ia gembira, tetapi pada saat yang sama ia juga gugup. Bagaimanapun, malam ini adalah malam penting baginya.     

Ia ingin melamar Emma dan ia ingin melakukannya dengan baik. Ia telah berkonsultasi kepada Avato, orang kepercayaannya yang dikenal sebagai penakluk wanita untuk mendapatkan saran terbaik bagaimana ia harus melamar wanita yang ia cintai.     

Duh, seandainya saja Aeron ada di dekat sini, pikirnya. Temannya dari akademi itu adalah casanova terbaik yang dikenalnya. Tidak ada satu pun wanita yang dapat menolak pesonanya dan keplayboyannya menjadi legenda di antara semua siswa pria di akademi.     

Ngomong-ngomong, di mana Aeron sekarang ya?     

Pikiran Therius tergugah ketika Emma melap bibirnya dengan serbet dan menyudahi makan malamnya. Gadis itu menoleh ke arahnya dan menatapnya tajam.     

"Ke mana kita sekarang?" tanya gadis itu.     

Untunglah Therius sangat pandai menyembunyikan perasaanya. Walaupun ia gugup setengah mati, di depan Emma, air mukanya tampak datar seperti biasa.     

"Ke tempat istimewa," kata Therius. Ia bangkit berdiri dan menggandeng Emma. Sebelum beranjak pergi dari ruang makan, ia mengangguk ke arah Xion. "Kami pergi dulu. Sampai jumpa nanti jam 9 malam."     

"Hmm..." Xion mengangguk sambil mengigit potongan daging paha yang sangat besar. Ia tampak masih jauh dari selesai dengan makan malamnya.     

Sejujurnya, walaupun ia tidak suka di kotaraja, Xion adalah penggemar makanan enak. Sejauh ini, makanan paling enak yang pernah dicobanya adalah makanan di Daneria dan di kotaraja. Karena besok ia sudah harus pulang ke gunung, maka ia memutuskan untuk menikmati makan enak sepuasnya.     

Emma berjalan keluar ruang makan bersama Therius. Ia tidak bertanya kemana pria itu ingin membawanya. Ia menduga Therius ingin membicarakan hal penting dan ia tidak mau banyak bertanya. Tentu Pemuda itu akan memberitahunya bila saatnya tepat.     

Ketika mereka sampai di taman kecil di tengah kompleks istana Therius, Emma melihat seekor kuda pegasus yang sangat gagah berdiri menunggu mereka. Tanpa sadar Emma mendesah kagum. Ia segera berlari menghampiri hewan ajaib itu dan mengusap surainya.     

Kuda besar gagah itu menoleh ke arahnya dan mendengus ramah. Kedua sayapnya sedang terlipat dan posisinya terlihat santai. Emma merasakan surai dan bulu kuda itu begitu halus di tangannya, bagaikan sutera terbaik.     

"Kudanya bagus sekali," komentar Emma dengan nada kagum. "Siapa namanya?"     

"Namanya?" Therius menggeleng. "Kami tidak memberi nama kepada hewan."     

"Tss..." Emma mencebikkan bibirnya. "Pegasus secantik ini tidak memiliki nama?"     

Therius tersenyum melihatnya. "Kau mau memberinya nama?"     

"Bolehkah?" tanya Emma. Wajahnya yang dingin tampak mulai cerah. Ketika melihat Therius mengangguk, gadis itu segera mengerutkan keningnya. "Hmm... aku akan memanggilnya, Phalia."     

Emma teringat kuda yang paling terkenal dalam sejarah adalah Bucephalus, milik Alexander Agung. Kuda itu membawa Alexander dalam begitu banyak peperangan yang ia menangkan. Karena sangat kagum dan sayang kepada kudanya, Alexander memberi nama dua kota dari kudanya itu, yaitu kota Bucephala dan kota Phalia.     

"Kalau begitu namanya sekarang adalah Phalia." Therius mengangguk. Ia lalu menepuk punggung kuda cantik itu dan memberi tanda kepada Emma untuk naik. "Ayo naik ke atas Phalia. Aku ingin membawamu ke suatu tempat."     

Emma mengangguk senang dan segera melompat naik ke atas punggung Phalia. Setelah gadis itu duduk dengan manis di atas kuda, Therius segera naik ke punggung pegasus itu dan duduk di belakang Emma.     

Ia membungkuk sedikit dan menepuk leher Phalia. Dengan segera kuda itu mengembangkan sepasang sayapnya yang lebar dan kemudian melesat ke angkasa.     

"Wow..." Emma harus berpegangan ke leher Phalia karena ia sedikit terkejut dengan gerakan kudanya yang tiba-tiba.     

Therius memeluk pinggangnya dari belakang dan berbisik, "Tidak usah berpegangan pada leher Phalia, biarkan aku yang memegangmu. Kau tidak akan jatuh."     

Emma dapat merasakan napas pemuda itu hangat di lehernya ketika Therius mendekat untuk berbisik kepadanya. Akhirnya Emma menurut dan pelan-pelan melepaskan pegangannya.     

Sebenarnya ia sama sekali tidak perlu takut jatuh karena Emma dapat terbang. Tadi itu adalah reaksi spontan tubuhnya yang belum pernah menaiki kuda terbang.     

Setelah kuda itu melayang anggun sambil mengepakkan sayapnya beberapa lama di udara, Emma akhirnya menoleh ke belakang dan bertanya, "Kita mau kemana?"     

Tadinya ia mengira Therius hendak mengajaknya bicara di sekitar istananya saja, ternyata pemuda itu membawanya ke tempat lain.     

"Kejutan," kata Therius dengan nada misterius.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.