Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Minum Wine Bersama



Minum Wine Bersama

0Sejak Emma mengetahui bahwa Xion ternyata mencintainya, sebenarnya dalam hati Emma mulai merasa berkonflik. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan kepada pemuda itu. Apakah itu perasaan berutang budi, atau ia juga menaruh perasaan yang sama kepadanya.     

Yang jelas, ia sudah mengikat diri kepada Therius dan berjanji menikahinya. Ia juga merasa bahwa dilihat dari segala sudut, menikah dengan Therius adalah keputusan yang terbaik. Selain karena pemuda itu adalah orang yang baik, mereka juga berteman, dan Therius telah berjanji akan membebaskan semua koloni Akkadia jika Emma menikah dengannya.     

Saat ini, Emma seolah merasa mengerti apa yang dipikirkan ibunya 21 tahun yang lalu. Arreya memilih mengubur cintanya kepada Kaoshin karena memikirkan berbagai kepentingan politik dan pertemanan antara dirinya dan Pangeran Darius.     

Namun, semua rencana Arreya berubah karena Emma tiba-tiba dari dari masa depan mengunjunginya. Seandainya Emma tidak pernah datang, mungkin saja sekarang Arreya sudah menjadi ratu Akkadia dan menikah dengan Raja Darius. Mereka mungkin mempunyai anak-anak lain.     

Therius tidak akan pernah menjadi putra mahkota dan pergi ke bumi mencari Emma. Ahh... jangan-jangan, Emma sendiri memang tidak akan pernah dilahirkan. Bisa dibilang, Emma adalah produk dari paradoks waktu.     

Kini, Emma bertanya-tanya dalam hati, apakah ia akan berubah pikiran, jika tiba-tiba ada gadis yang datang dari masa depan dan mengaku sebagai anaknya dan Xion? Ia tidak tahu.     

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Therius sambil melambaikan tangannya di depan wajah Emma. Ia telah melihat gadis itu melamun dan ia ingin tahu apa gerangan yang mengganggu pikirannya. "Ini hari pernikahan kita. Kuharap kau tidak sedang memikirkan laki-laki lain."     

Ucapan Therius sebenarnya bercanda. Ia ingin mencairkan suasana. Namun, hal itu justru membuat Emma tertegun.     

Benar juga. Ia tidak boleh memikirkan lelaki lain dan berandai-andai. Saat ini, ia adalah istri Therius. Walaupun ia telah meminta Therius menunggu sebelum mereka tidur bersama, tetap saja ia adalah istrinya yang saha. Ia tidak boleh memikirkan laki-laki lain sama sekali.     

"Aku hanya memikirkan tentang apa saja yang sudah terjadi," kata Emma sambil tersenyum. Ia meraba pipi Therius dan menatapnya dalam-dalam. "Akhirnya kita menikah juga."     

Therius mengangguk. "Aku masih akan memenuhi janjiku, kita tidak usah tidur bersama sampai kau siap. Tapi kurasa, orang-orang di istana akan bergunjing kalau kita tidak tidur sekamar. Bagaimana pendapatmu?"     

Emma cegukan mendengar kata-kata Therius. Memang setelah upacara pernikahan selesai, ia dan Therius sengaja beristirahat di kamar suaminya, karena ingin menghindari omongan para pejabat dan keluarga bangsawan yang memenuhi istana.     

Tetapi, seharusnya setelah acara berakhir dan semua tamu pulang, mereka akan kembali ke kamar masing-masing. Kini Therius mengungkapkan keinginannya agar mereka berbagi kamar. Hal ini membuat Emma mengerjap-kerjapkan matanya.     

"Aku tidak akan berbuat apa-apa," kata Therius sambil tersenyum. "Tidak akan, sampai kau siap."     

Emma menelan ludah. Ia tidak siap untuk pindah ke kamar Therius dan tidur bersamanya, walaupun mereka tidak berhubungan seksual. Mungkin karena selama ini ia menganggap Therius sebagai teman, ia masih perlu menyesuaikan diri untuk memperlakukan lelaki itu sebagai suaminya.     

"Kamarku ini sangat luas dan memiliki lounge pribadi serta dua kamar mandi. Kau bisa mendapatkan privasi sesukamu," kata Therius lagi, berusaha meyakinkan Emma. "Malam ini kau tidur di kamarku, ya. Aku bisa tidur di lounge."     

Lounge yang dimaksud Therius adalah sebuah ruang duduk besar di samping kamar tidur. Di sana ada sofa dan minibar serta tampat untuk bekerja.     

Emma seketika teringat saat Therius minum wine kebanyakan hingga mabuk di hari ulang tahunnya saat mereka masih berada di kapal The Coralia. Karena ia ingin membalas dendam kepada Therius yang telah membiarkannya tidur di sofa perpustakaan yang sempit, Emma membiarkan pemuda itu tidur di sofa lounge.     

Mengingat hal itu, seulas senyum terlintas di wajah Emma. Ahh.. mana ia tega membiarkan Therius tidur di lounge malam ini.     

"Sofanya besar, kok. Aku tidak apa-apa tidur di sana," kata Therius sambil tersenyum. Ia menarik tangan Emma berjalan mengikutinya ke lounge yang ia maksud. Setelah mereka tiba di sana, ia lalu membaringkan dirinya di sofa. Kakinya yang panjang diluruskan untuk menunjukkan bahwa ia akan nyaman tidur di situ.     

"Hmm... kau benar juga," kata Emma. "Baiklah. Aku akan tidur di kamarmu malam ini dan kau bisa tidur di sofa."     

Akhirnya Emma mengalah. Ia mengerti bahwa sebagai raja, Therius memiliki reputasi yang harus ia jaga. Kalau sampai orang-orang tahu bahwa sang raja masih belum meniduri pengantinnya, mungkin mereka akan berpikiran negatif tentang dirinya.     

Bisa jadi mereka akan mengira sebenarnya ia gay dan hanya menikah dengan Emma sebagai kedok untuk menutupi kelainannya. Sebenarnya di Akkadia, berhubungan dengan sesama jenis tidak terlalu mengherankan, tetapi untuk seorang raja, pandangan masyarakat masih sangat konservatif, karena mereka seolah memiliki kewajiban untuk menghasilkan keturunan sebagai penerus takhta.     

"Aku senang mendengarnya," kata Therius. Ia melepaskan jubah kebesarannya dan menaruhnya dengan rapi di atas meja. Setelah itu, ia menggulung lengan bajunya hingga ke siku dan masuk ke balik minibar. Ia mengeluarkan sebotol wine dan dua buah gelas dari kabinet. Therius mengangkat botol wine-nya dan bertanya kepada Emma. "Kau mau minum untuk merayakan pernikahan kita?"     

Emma mengangguk. "Tentu saja."     

Therius memang memiliki toleransi alkohol yang rendah, dan ia tidak dapat minum lebih dari dua gelas. Tetapi ia sering kali iri melihat Xion dan Emma bersenang-senang minum bersama. Karena itu, ia bertekad untuk mulai membiasakan diri minum minuman beralkohol agar dapat menemani Emma.     

Ia menuangkan wine ke dua buah gelas tersebut dan menyerahkan segelas kepada Emma. Setelah saling mendentingkan gelas masing-masing keduanya lalu minum sambil berdiri.     

"Hmmm... ini memang wine paling enak sealam semesta," komentar Emma. Therius tersenyum mendengarnya. Ia tidak tahu seburuk apa rasa wine di bumi, tetapi jika Emma mengatakan demikian, ia akan percaya kepada istrinya.     

Ia lalu berjalan ke sofa dan menarik tangan Emma untuk duduk. Ia duduk di sofa dan kemudian menaruh kedua gelas mereka di meja dan menarik tubuh Emma agar duduk di pangkuannya.     

"Duduklah di sini sebentar. Aku ingin memelukmu sebelum kau tidur dan beristirahat," kata Therius dengan suara mesra.     

Emma duduk di pangkuan Therius dengan patuh. Suasana hatinya memang sedang sangat bagus. Selain karena semua masalah mereka yang telah berlalu, ia juga merasa bahagia karena nama baik orang tuanya telah dipulihkan dan ia dapat bertemu keluarga besarnya. Mereka semua sangat baik kepadanya dan terlihat menyayanginya.     

Ia merasa bahwa mulai sekarang kehidupannya sudah berada di jalur yang baik. Ia akhirnya bahagia. Ia menoleh dan menatap Therius yang memeluknya dari belakang dan mengelus-elus lengannya.     

"Terima kasih... kau telah membuatku menjadi laki-laki paling bahagia di seluruh alam semesta," bisik Therius saat melihat wajah Emma menoleh untuk melihat ke arahnya. Ia mengangkat tangannya dan mengusap rambut gadis itu, lalu menarik wajah Emma mendekat.     

Mereka lalu berciuman mesra.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.