Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Putusnya Persahabatan



Putusnya Persahabatan

0"Emma.. kau masih terluka, sebaiknya kau beristirahat," kata Xion dengan suara serak. Ia akhirnya berbalik dan memegang kedua bahu Emma. Matanya menatap gadis itu dengan pandangan penuh cinta. "Aku harus harus pergi. Therius akan merawatmu dengan baik. Maaf, aku tidak bisa tinggal berlama-lama. Ibukota tidak cocok untukku."     

Ia mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah Therius. Sahabatnya mengerti bahwa Xion ingin pergi dan memintanya untuk menjaga Emma. Dengan sigap sang raja muda berjalan menghampiri mereka dan memeluk Emma dari belakang.     

"Sayang.. kau harus beristirahat. Biarkan Xion pergi," katanya dengan suara lembut.     

Emma mengerutkan kening saat ia melihat wajah Xion yang tampak sangat berat untuk pergi, tetapi pria itu memaksakan diri untuk tersenyum.     

"Kenapa kau harus pergi sekarang?" tanya Emma dengan suara tercekat.     

Xion mengangkat bahu. "Sudah kubilang, kan? Aku ini orang gunung. Aku tidak cocok tinggal di kotaraja. Aku sudah terlalu lama meninggalkan rumah. Saatnya sekarang aku pulang."     

Saat itu Xion berperang dengan dirinya sendiri. Ia menahan diri agar air matanya tidak mengalir turun. Ini adalah hari paling menyedihkan dalam hidupnya.     

Ia harus meninggalkan Emma dan mengalah. Emma tertegun melihat sepasang mata Xion yang berkilauan oleh air bening. Dadanya seketika terasa berdebar kencang.     

Ia baru menyadari perasaan Xion kepadanya.     

Ternyata, Xion... jatuh cinta kepadanya.     

Saat itu, Emma tidak tahu harus berkata apa. Ia menatap Xion dengan sepasang mata sendu. Ia segera teringat semua hal yang telah dilakukan Xion untuknya. Sejak mereka bertemu di bumi, lalu menghabiskan banyak waktu bersama di kapal The Coralia dan kemudian The Dragonite.     

Xion mengajarinya banyak hal tentang menguasai kekuatannya. Ia juga yang menghibur Emma saat ia mengetahui ayahnya dieksekusi. Dan terakhir... ia juga yang membawa Emma ke masa lalu untuk melihat ayah dan ibunya terakhir kali.     

Saat Xion mengangkat wajahnya, ia melihat sepasang mata topaz Emma berkilauan. Ia mengerti bahwa gadis itu sudah mengetahui isi hatinya. Rasanya sudah tidak ada lagi yang perlu disembunyikan...     

Ia mengangguk pelan dan memaksa diri tersenyum. "Selamat tinggal. Aku akan selalu mendoakan kebahagiaanmu dari jauh."     

Ia mengusap rambut Emma dengan berat hati lalu berbalik pergi. Kali ini Emma tidak sanggup mengejar dan memanggilnya. Kakinya seolah tertancap ke lantai tanpa dapat bergerak. Suasana terasa membingungkan.     

Mengapa menjadi begini....?     

Emma hanya dapat memandang punggung Xion berjalan menjauh dan kemudian hilang di balik pintu. Pikirannya memusing dan tanpa sadar air mata kembali menetes ke pipinya.     

Kini... ia pun harus kehilangan seorang teman.     

Emma menggigit bibirnya dan menangis kembali terisak-isak. Mengapa jadi begini?     

Lamunannya tergugah ketika ia merasakan sepasang tangan yang kuat menyusup ke antara dua tangannya dan memeluk pinggang Emma dari belakang. Therius kemudian memutar tubuh Emma menghadap ke arahnya dan memeluk gadis itu erat-erat.     

Ia membenamkan kepalanya di rambut gadis itu dan menangis tanpa suara. Ia tidak ingin hal ini terjadi.. tetapi takdir berkata lain.     

Kini, ia pun harus kehilangan satu-satunya teman yang ia miliki, lelaki yang sudah dianggapnya sebagai saudaranya sendiri. Ia akan sangat merindukan Xion. Therius tahu persahabatannya dengan sang Time Master sudah berakhir.     

***     

Xion segera membereskan sedikit barangnya dari menara timur dan kemudian segera menghilang. Ia muncul di stasiun kereta kilat menuju ke Provinsi Lochen dan membeli tiket untuk pulang ke gunung. Ia tak mau merepotkan Therius yang pasti sudah menyuruh orang-orangnya untuk mengantar Xion kemana pun ia butuhkan.     

Stasiun Winterlyn malam itu tampak sangat ramai oleh orang-orang yang bepergian. Xion bergerak di antara ratusan orang yang menunggu kereta malam dan berhasil mendapatkan gerbong dengan empat tempat tidur yang ternyata kosong. Ia adalah satu-satunya penumpang yang masuk ke sana.     

Setelah menaruh tasnya di loker penyimpanan, Xion segera duduk di atas salah satu tempat tidur yang menghadap jendela dan menarik napas panjang.     

Ia tidak pernah menyukai keramaian, apalagi di ibukota, tetapi entah kenapa rasanya hatinya sangat berat meninggalkan kotaraja malam ini.     

Ia memejamkan mata dan berusaha menghilangkan bayangan wajah Emma dari benaknya. Ia tidak tahu sampai kapan ia baru dapat melupakan cintanya kepada gadis itu. Ataukah mungkin ia tidak akan pernah dapat melupakannya? Xion tidak tahu.     

Ia belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Ini baru pertama kali.     

Jatuh cinta pertama kali dan harus bertepuk sebelah tangan.     

TOK TOK     

Pintu kompartemennya diketok seseorang dan masuklah seorang gadis cantik berambut panjang yang memakai pakaian ringkas dan menggendong sebuah tas kecil.     

"Maaf, apakah tempat ini kosong?" tanya gadis itu sambil memeriksa nomor tempat tidur yang ada di dalam kompartemen dan mencocokkannya dengan karcis yang ada di tangannya. Ia lalu menjawab sendiri pertanyaannya. "Ahh.. pasti kosong, karena ini adalah tempatku.. hehehe."     

Xion tidak mempedulikan gadis itu. Ia memejamkan matanya dan kemudian menekan keningnya. Rasanya kepalanya sakit sekali.     

Ahh.. tadi ia mengerahkan terlalu banyak energi untuk membawa Emma ke masa lalu dan diam di sana cukup lama sampai gadis itu dapat bertemu orang tuanya.     

Xion belum pernah membawa orang lain melakukan perjalanan waktu sebelumnya. Ia hanya tahu dari Time Master sebelumnya bahwa hal itu dapat dilakukan, tetapi ia tidak tahu akan seberat apa dampaknya terhadap tubuhnya.     

"Kau... tidak apa-apa?"     

Samar-samar, Xion mendengar suara gadis yang baru masuk itu di sampingnya. Pendengarannya mulai kabur dan kepalanya menjadi semakin sakit. Apakah ia terluka karena mengeluarkan terlalu banyak energi?     

Ia menoleh ke arah gadis itu dan melambaikan tangannya dengan acuh. Namun, tiba-tiba saja tubuhnya oleng dan ia pun jatuh pingsan. Pelan-pelan darah mengalir keluar dari hidung, bibir, dan telinganya.     

"Aaaahhhh...!!! TOLONG!! Ada orang terluka di sini!! Tolong!!" Gadis itu secara spontan menangkap tubuh Xion sebelum ia membentur lantai dan menahan tubuhnya. Teriakan paniknya segera mengundang perhatian orang-orang di kompartemen sekitar yang sedang membereskan barang-barang mereka dan mereka segera datang berkerumun.     

"Apakah ada dokter di sini?" tanya gadis itu kepada orang-orang yang berkerumun. Seorang lelaki tua mengangkat tangannya dan segera menerobos masuk.     

"Aku dokter. Biar aku periksa keadaannya..."     

Ia segera menerima tubuh Xion dari gadis itu dan membaringkannya di salah satu tempat tidur dan kemudian dengan sigap memeriksa semua tanda vital pemuda itu. Wajahnya seketika menjadi pucat.     

"Kondisinya lemah sekali... apa ada yang tahu kenapa dia bisa terluka dalam begini parah?" tanya dokter tua itu keheranan.     

Sang gadis menggeleng kuatir. "Aku tidak tahu. Aku baru bertemu dengannnya di sini..."     

Dokter itu memeriksa keadaan Xion sekali lagi dan meminta bantuan dua orang lelaki yang bertubuh besar di dekat pintu untuk membantunya membopong tubuh Xion ke klinik di kompartemen sebelah.     

"Klinik di kereta memiliki peralatan medis yang lumayan baik. Sebaiknya kita segera membawanya ke sana. Aku akan meminta kondektur menurunkan kami di stasiun berikutnya agar ia dapat dibawa ke rumah sakit besar untuk memperoleh perawatan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.