Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Di Istana Raja



Di Istana Raja

0"Apa-apaan ini? Kalian mau bersikap tidak hormat kepadaku? Aku adalah raja kalian!" bentak Therius kepada mereka semua. Tangannya berkacak pinggang dan ekspresinya sedingin es.     

"Yang Mulia tahu dari mana kalau Baginda sudah mangkat? Istana belum mengumumkannya," kata Joren, masih dengan sikap penuh hormat. Ia segera melanjutkan kata-katanya. "Ratu Ygrit mengatakan selama istana belum mengumumkan kematian Baginda Yang Mulia Raja Cassius, maka Anda masihlah seorang putra mahkota dan harus tunduk kepada perintah raja."     

Therius mendengus tidak senang. Ia mengerti alasannya kenapa neneknya menunda mengumumkan kematian Raja Cassius. Itu karena ratu masih ingin memegang kendali sampai saat terakhir.     

"Jenderal Moria, panggil semua menteri dan adakan pertemuan darurat malam ini juga. Kita akan menggumumkan kematian raja dan mengambil langkah-langkah selanjutnya," kata Therius kepada jenderal besar yang mengikutinya di belakang.     

Jenderal Moria mengangguk hormat lalu berbalik pergi.     

"Yang Mulia, silakan ikut kami," kata Joren dengan hormat. Ia membuka jalan bersama teman-temannya dan dengan sigap mengambil posisi di depan dan belakang Therius dan rombongan kecilnya, memberikan pengawalan ketat saat mereka berjalan menuju ke tempat kediaman pribadi raja.     

Arreya tampak sangat tenang sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di istana. Langkah-langkahnya ringan dan anggun saat ia berjalan mengikuti Therius memasuki istana.     

Ia ingat terakhir kali ia datang ke sini adalah 12 tahun yang lalu saat hukuman mati atas suaminya dijatuhkan, yang kemudian menjadi hukuman penjara seumur hidup karena ia menculik Pangeran Darius dan menahannya untuk mengancam keluarga raja.     

Ahh.. sungguh waktu yang sangat lama, pikirnya. Selama itu pula ia telah berpisah dengan suaminya, hingga akhirnya ia bertemu kembali dengan Kaoshin dalam keadaan sudah tidak bernyawa.     

Hari itu adalah hari paling menyedihkan dalam hidup Arreya.     

Kalau orang lain bertanya, apakah semua pengorbanan ini sepadan? Tanpa berpikir, Arreya akan menjawab sepadan.     

Ia yakin Kaoshin juga berpikiran sama. Suaminya pasti tidak pernah menyesali hukuman yang ia terima karena perbuatan mereka melarikan diri dari Akkadia waktu itu.     

Arreya memejamkan matanya, berusaha menahan agar ia tidak terlihat sedih. Air matanya telah kering dan ia tidak mau menangis lagi. Ia juga harus terlihat baik-baik saja di depan Emma. Ia tak ingin Emma mengira ia adalah penyebab penderitaan yang dialami orang tuanya selama ini.     

Tidak boleh. Emma tidak boleh berpikir seperti itu, tekad Arreya.     

Ia menegarkan diri, menahan rasa sakit di dadanya yang sesak.     

Ah... betapa aku sangat merindukanmu, Kaoshin. Sangat rindu...     

Apakah kau di sana baik-baik saja?     

Arreya menggigit bibir, membayangkan wajah tampan suaminya yang kini telah tiada. Ia bertahan hidup selama belasan tahun sendirian dengan membesarkan anak laki-laki mereka, karena Kaoshin waktu itu masih hidup.     

Selama nyawa masih dikandung badan, selama itu pula ada harapan bagi anak laki-lakinya untuk dapat bertemu Kaoshin, dan entah mungkin juga Emma.     

Tetapi, Kaoshin meninggal sebelum semua mereka memperoleh kesempatan itu. Ia akhirnya menghembuskan napas terakhirnya sebelum ia dapat bertemu kembali dengan anak-anaknya, setelah lima belas tahun yang demikian lama.     

Ia pasti sangat merindukan Arreya, Emam, dan anak lelakinya, Aran.     

Semua ini karena Ratu Ygrit dan Raja Cassius melanggar janji mereka dan menghukum mati Kaoshin sebelum Emma kembali ke Akkadia.     

Sebentar lagi, Arreya akan bertemu keduanya. Akhirnya... dendam masa lalu akan berakhir hari ini juga.     

Ia melirik ke samping dan melihat Therius yang berjalan tegap di sebelah kanannya.     

Sunggu pangeran putra mahkota yang sangat tampan dan kuat. Ia sangat jauh berbeda dari pamannya, Pangeran Darius, Arreya memuji dalam hati.     

Ia tidak pernah memandang rendah Darius karena sama sekali tidak menguasai kekuatan apa pun. Arreya tahu pria itu memiliki kelebihannya sendiri. Darius adalah sahabatnya sejak mereka masih kecil.     

Darius sangat lembut dan perasa. Itu juga yang membuatnya hancur hati ketika Arreya meninggalkannya untuk melarikan diri dengan Kaoshin.     

Sebenarnya, Arreya tidak keberatan menikah dengan Pangeran Darius. Walaupun ia tidak mencintai Darius, Arreya telah menganggapnya sebagai calon suaminya sejak mereka kecil, karena Darius telah memilihnya sebagai calon istri saat usianya menginjak sepuluh tahun.     

Ahh... saat itu, Arreya merasa sangat beruntung karena sebagai putri sandera ia segera mendapatkan perlakuan istimewa dan bahkan diperlakukan seperti anak sendiri oleh raja Akkadia. Ia cukup dekat dengan Darius dan kakak-kakak perempuannya.     

Ia juga menjadi sumber rasa iri banyak putri sandera lainnya dan putri-putri bangsawan asli Akkadia. Itulah sebabnya, ketika Arreya berkhianat, sangat banyak orang yang ingin menjatuhkannya dan meminta agar ia dan Kaoshin segera dihukum mati.     

Namun... Darius lagi-lagi membela Arreya sehingga ia lolos dan hukuman mati. Sayangnya, Darius tidak dapat membela Kaoshin. Bagaimanapun ia adalah lelaki yang memiliki harga diri. Tidak mungkin ia akan meminta keringanan hukuman untuk laki-laki yang telah merebut tunangannya.     

Oh, Darius.. aku berutang budi kepadamu. Arreya menggigit bibirnya saat ia mengenang mendiang putra mahkota sebelumnya.     

Arreya ingat, saat itu Darius-lah yang menyarankan kepadanya untuk pura-pura menculiknya dan menuntut istana agar tidak menghukum mati Kaoshin. Darius begitu baik kepadanya. Ia terlalu baik.     

Laki-laki itu tidak pantas dipermalukan dan ditinggalkan oleh tunangannya seperti itu, pikir Arreya dengan penuh pikiran getir.     

Sayangnya... takdir berkata lain. Arreya dan Kaoshin sama sekali tidak memiliki pilihan lain. Mereka harus pergi.     

Mereka harus menikah dan menyakiti hati Darius dan keluarga kerajaan.     

Arreya menarik napas panjang dan mengerling ke arah Therius sekali lagi. Ia ingat anak ini adalah keponakan Darius yang datang ke istana setelah ibunya meninggal bunuh diri. Ayahnya, Jenderal Wolfland telah mati terbunuh dalam perang.     

Dulu anak ini tampak sangat pendiam dan tidak menarik perhatian. Ia selalu menghilang di sudut ruangan, berusaha tidak menarik perhatian siapa pun. Namun, sekarang... ia justru tampak begitu tegas dan gagah. Siapa pun yang melihatnya akan menjadi sungkan.     

Arreya tersenyum tipis. Sepertinya Licht Wolfland akan dapat menjaga Emma dan menjadi suami yang baik baginya. Malah.. mungkin laki-laki ini juga akan dapat menjadi raja yang baik. Rupanya ia berjanji kepada Emma untuk membebaskan semua koloni Akkadia setelah ia naik takhta. Ini rencana yang sangat mulia, pikir Arreya.     

Di sebelah kirinya, berjalan Xion dengan langkah-langkah malas, tetapi wajahnya tetap terlihat serius. Arreya menghela napas pendek saat mengingat Xion juga mencintai anak perempuannya dengan sepenuh hati.     

Sayang sekali ia tidak punya dua anak perempuan. Alangkah beruntungnya ia jika bisa menjadikan kedua lelaki ini menantunya.     

Langkah-langkah tegap rombongan kecil itu akhirnya tiba di depan sebuah pintu sangat besar. Dengan sigap Joren membukakan pintu itu dan mempersilakan rombongan kecil Putra Mahkota masuk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.