Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Bertemu Putri Arreya (3)



Bertemu Putri Arreya (3)

0Therius sengaja meminta bertemu Putri Arreya di pagi hari agar mereka dapat secepatnya membujuk wanita itu untuk ikut ke Akkadia dan mereka dapat segera pulang menyalamatkan Emma. Setiap jamnya sangatlah berharga.     

Xion dan Therius masuk ke pesawat shuttle yang akan membawa mereka ke titik pertemuan. Putri Arreya memiliki puncak bukit merah di Padang Liar Aguilar.     

Ketika shuttle mereka mendarat di tempat yang ditentukan, Therius dan Xion telah melihat wanita yang mereka ingin temui telah menunggu mereka dengan berdiri menghadap ke lembah. Therius segera memerintahkan pilot untuk kembali ke The Dragonite, sementara ia dan Xion menghadapi sendiri Putri Arreya.     

Ketika kedua pemuda itu berjalan mendekat, sang putri tampak sama sekali tidak bergerak. Tubuhnya berdiri tegak membelakangi keduanya, masih menatap lembah dengan penuh perhatian, seolah ia tidak mempedulikan apa pun.     

Aura yang terpancar dari tubuh wanita ini sangat mengagumkan, pikir Therius. Ia dapat merasakan karisma dan energi yang besar dari Arreya. Dalam hati ia hanya dapat membayangkan jika suatu hari nanti Emma berlatih dan meningkatkan kemampuannya, mungkin ia pun akan menjadi wanita yang begitu tangguh seperti ibunya.     

"Selamat pagi, Ibu," Therius menyapa dengan penuh hormat, setelah ia dan Xion tiba hanya beberapa langkah dari Arreya.     

Wanita yang disapa mereka akhirnya berbalik dan menatap keduanya dengan pandangan tajam. Sepasang mata biru mudanya yang indah tampak dipenuhi kepedihan. Therius sangat terkesan melihat wajah Putri Arreya masih saja terlihat sangat cantik dan anggun.     

Ia benar-benar mirip Emma. Ia hanya terlihat seperti kakak Emma karena wajahnya tetap terlihat muda, tidak seperti usianya yang mendekati kepala lima. Dalam hati Therius merasa bersukacita. Ia dapat melihat bahwa sama seperti ibunya, Emma pun pasti akan tetap terlihat menawan saat usianya bertambah. Ia sungguh beruntung!     

"Siapa yang memanggilku ibu?" tanya Putri Arreya sambil menatap tajam ke arah Therius. Untuk sesaat ia tampak tertegun melihat Therius dan Xion bergantian. Tetapi, ia melihat Xion agak lama. Keningnya berkerut seolah mengingat-ingat sesuatu.     

Sesaat kemudian, saat ia berhasil mengingat di mana ia pernah melihat pemuda itu, Putri Arreya melangkah mundur sedikit dan air mata tampak mengambang di sepasang matanya. Pagi ini, Putri Arreya terlihat sangat mirip dengan Emma dengan sikapnya yang dingin dan bekas air mata di pipi yang sudah mengering.     

Therius ingat bahwa dulu Putri Arreya terkenal periang dan selalu tampak bahagia. Karena itulah ia mengatakan kepada Emma bahwa ia menuruni sifat ayahnya yang pendiam dan dingin. Tetapi, kini, saat ia berhadapan langsung dengan ibu mertuanya, Therius dapat melihat bahwa kepribadian sang putri pun telah berubah.     

Mungkin kesedihan bertubi-tubi yang menimpanya telah membuatnya berubah seperti ini. Putri Arreya benar-benar mengingatkannya kepada Emma. Ahh... ia merasa sedih membayangkan seharusnya saat ini Emmalah yang ada di sampingnya untuk bertemu ibunya setelah belasan tahun terpisah.     

Tetapi yang terjadi justru di luar dugaan. Kini Emma berada dalam tahanan raja dan Therius harus membujuk Putri Arreya ikut dengannya ke Akkadia untuk menyerahkan diri.     

"Ibu.. namaku Licht Wolfland. Aku adalah pangeran putra mahkota Akkadia. Aku juga adalah calon suami Emma. Karena itulah aku lancang memanggil Anda dengan sebutan 'Ibu'," kata Therius sambil membungkuk hormat. "Kuharap Anda tidak marah."     

Anehnya Putri Arreya tidak tampak keheranan mendengar penjelasan Therius bahwa Emma telah pulang ke Akkadia. Di wajahnya justru terlihat ekspresi lega. "Oh.. Emma sudah pulang?"     

Therius dan Xion saling bertukar pandang. Mereka tidak mengerti kenapa Putri Arreya tampaknya sudah mengetahui bahwa anaknya akan kembali ke Akkadia.     

"Anda... tidak heran? Kami baru mengetahui keberadaan Emma setahun yang lalu dan kakek menyuruhku untuk menjemputnya pulang. Ia bersedia melupakan dendam di masa lalu dan mengadakan perdamaian dengan Taeshi, bahkan membebaskan Jenderal Stardust. Seharusnya semua berlangsung dengan baik.. tetapi di saat terakhir semuanya dirusak oleh Ratu Ygrit..." Therius tampak malu saat menceritakan kelicikan neneknya sendiri yang telah mengakibatkan kematian Kaoshin dan semua penderitaan yang dialami keluarga Emma. "Aku.. minta maaf."     

"Di mana anakku sekarang?" tanya Putri Arreya dengan nada mendesak. Ia berusaha melihat ke sekeliling mereka, lalu melihat ke angkasa. Wajahnya tampak diliputi kerinduan mendalam. "Siapa di antara kalian yang telemancer?"     

Therius mengangguk. "Aku adalah seorang telemancer, Ibu."     

Seulas senyum tersungging di bibir Arreya. Pantas saja, pikirnya. Ia tidak dapat membaca pikiran kedua laki-laki muda di depannya. Ia mengira keduanya adalah telemancer atau dua orang mage yang memang sangat tangguh, sehingga ia tidak dapat menembus pikiran mereka.     

Ternyata kedua tebakannya benar. Arreya kembali menatap Xion lekat-lekat, hingga pemuda itu merasa canggung. Ia tidak mengerti kenapa sepertinya Putri Arreya sangat tertarik kepadanya. Apakah mereka pernah bertemu? Kalau iya, ia tak ingat di mana.     

"Di mana Emma sekarang? Kenapa ia tidak ikut kemari?" tanya Putri Arreya dengan tidak sabar.     

"Emma ditahan raja di Menara Merah. Kemarin kami hampir menikah tetapi..." Therius tidak mau membahas lebih detail dan memutuskan untuk menceritakan versi singkat saja agar Putri Arreya mengerti apa yang terjadi. "Nenekku berubah pikiran di saat terakhir dan kini mereka menahan Emma. Ia berhasil menunda hukuman atas dirinya dengan berpura-pura sedang mengandung anakku, tetapi kalau aku tidak segera kembali dengan membawa Anda, mereka akan tahu bahwa Emma berbohong."     

"Apa....? Emma berpura-pura hamil?" tanya Putri Arreya dengan nada tidak percaya. Sesaat kemudian wajahnya tampak dipenuhi senyum tipis. Xion dapat melihat ekspresi bangga pada wajah wanita cantik itu. "Ahh... ia memang banyak akal. Gadis kecilku sangat pandai."     

"Saat ini kita tidak punya banyak waktu lagi. Nenekku memerintahkan The Dragonite untuk menghancurkan ibukota Taeshi karena ibu ada di sana. Sepertinya dendam nenekku sangat berakar dan hanya dapat diredakan dengan kematian Anda dan Jenderal Stardust," kata Therius dengan nada menyesal. Ia buru-buru menambahkan. "Kita hanya perlu datang ke Akkadia bersama. Sebentar lagi Raja Cassius akan mangkat dan aku naik takhta. Begitu saat itu tiba, aku akan segera membatalkan semuanya."     

Melihat wajah Putri Arreya yang masih dilputi ekspresi tidak percaya, Therius berjalan perlahan-lahan menghampiri wanita itu. Dengan suara lembut ia berusaha membujuk Putri Arreya untuk membaca pikirannya.     

"Silakan membaca pikiranku. Ibu akan tahu bahwa aku tidak berdusta." Therius menoleh ke arah Xion dan memberi tanda agar sahabatnya juga mendekat. "Kau juga, Xion. Bukankah kau ikut ke sini karena kau ingin menjadi saksi orang ketiga yang netral?"     

Xion mengangguk dan mengikuti langkah Therius. Putri Arreya tampak berpikir sesaat, dan akhirnya mengalah. Ia mengangkat kedua tangannya dan menyentuh kening Xion dan Therius secara bersamaan.     

Wajah sang putri pelan-pelan tampak dipenuhi keharuan. Ia akhirnya tersenyum dan mengangguk. Ia kini tahu bahwa kedua pemuda di depannya ini benar-benar hanya memikirkan bagaimana mereka bisa menyelamatkan dan membahagiakan anak perempuannya.     

"Baiklah. Aku akan ikut kalian. Kita harus ke Winstad secepatnya," kata Putri Arreya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.