Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kekecewaan Xion



Kekecewaan Xion

0"Xion! Terima kasih atas bantuanmu kemarin. Aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi kepada Emma jika kau tidak ada," kata Therius dengan penuh haru.     

Sang Time Master hanya mengangguk dan balas menepuk bahu Therius. Setelah keduanya melepaskan diri, Xion bertanya kepada Therius.     

"Mengenai Emma... apakah ia..." Xion tampak ragu-ragu melanjutkan pertanyaannya. "Kalian sudah...?"     

Therius tahu maksud pertanyaan Xion. Ia menggeleng. "Belum. Tapi kami akan segera melakukannya. Kurasa ada baiknya Emma segera hamil untuk mengamankan nyawanya di Akkadia."     

Xion menelan ludah saat mendengar jawaban Therius. "Begitu, ya..."     

"Aku hanya bercanda, Xion," kata Therius tiba-tiba sambil menepuk bahu sahabatnya. "Emma sedang berkabung. Aku tidak mungkin memaksanya hamil hanya demi menyelamatkan nyawanya. Aku akan menjadi suami yang tidak becus menjaganya kalau sampai ia terpaksa harus hamil hanya agar dapat selamat di Akkadia."     

Xion tampak lega sekali mendengarnya. Pemuda itu mengangguk. "Aku juga berpikir begitu. Kalau sampai Emma terpaksa menggunakan kehamilannya untuk menyelamatkan diri, aku merasa sangat tidak becus sebagai teman."     

"Tepat sekali." Therius mengangguk. "Aku berhasil mengulur waktu. Mereka tidak akan mengganggu Emma, tetapi aku harus berhasil membawa Putri Arreya ke Akkadia. Nenekku baru akan puas jika Putri Arreya mati."     

Xion menahan napas mendengar kata-kata Therius. "Jadi? Kau akan membunuh ibu Emma?"     

Therius menggeleng. "Nenekku sangat marah dan memerintahkan Jenderal Moria menghancurkan ibukota Taeshi hingga rata dengan tanah. Karena aku tahu ibu dan adik Emma tingga di sana, beserta sepuluh juta penduduk Taeshi lainnya, aku berusaha keras mencegah hal itu. Aku membujuk nenekku untuk melepaskan ibukota Taeshi asalkan Putri Arreya menyerahkan diri, hidup atau mati. Aku akan membujuk Putri Arreya ikut aku ke Akkadia, untuk membuat nenekku tenang. Kita hanya perlu mengulur waktu hingga kakekku meninggal, kan?"     

Xion mengangguk. "Dua hari lagi. Aku sengaja melukainya sedemikian rupa agar ia tidak langsung mati. Aku tidak ingin kau dicurigai. Kalau ia meninggal pelan-pelan, semua orang akan mengira kematiannya terjadi secara wajar."     

"Benar. Kalau begitu, kita punya waktu dua hari untuk pergi ke Taeshi dan bicara dengan Putri Arreya. Kalau ia bersedia ikut kita ke Akkadia, pada saat ia tiba di sini, kakekku pasti sudah meninggal dan aku naik takhta menjadi raja. Aku akan membatalkan semuanya."     

"Ide bagus," kata Xion. Ia hendak mengatakan sesuatu, tetapi tiba-tiba keningnya berkerut dan ia menatap Therius dengan pandangan menyelidik. "Kau... tahu dari mana bahwa aku sudah melukai kakekmu?"     

DEG!     

Therius sangat terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba ini dari Xion. Ia lupa bahwa Xion tidak tahu ia adalah seorang sanomancer yang dapat mengetahui kondisi kesehatan seseorang dan menyembuhkan orang yang sakit atau terluka.     

Seharusnya, Therius membunuh Raja Cassius diam-diam dengan telemancy, tetapi ia tidak melakukannya karena ia telah melihat bahwa kakeknya telah terluka dalam, dan ia menduga Xionlah yang melakukannya.     

"Aku..." Therius tampak kehilangan kata-kata. Ia menatap Xion agak lama hingga sahabatnya mengerutkan kening keheranan.     

"Apakah... kau menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Xion sambil menyipitkan mata. Therius menghela napas dan akhirnya mengangguk.     

"Kau benar. Aku merahasiakan sesuatu darimu..." kata Therius dengan suara pelan.     

Xion memiringkan wajahnya dan mengerutkan kening. Ia seolah berusaha menduga-duga rahasia apa yang disembunyikan sahabatnya selama ini.     

"Aku adalah seorang sanomancer."     

Ketika akhirnya Therius menyebutkan rahasianya, Xion menahan napas seolah ia sedang tercekik.     

"Oh..." Hanya itu kata-kata yang keluar dari bibir Xion. Ekspresinya berubah menjadi kecewa. Sang Time Master kemudian mengingat-ingat berbagai kejadian sejak ia dan Therius tiba di bumi, hingga saat Emma pulang dari desa tempat rumah liburan orang Therius dengan penuh duka.     

"Xion, aku bisa menjelaskan..." kata Therius sambil memegang bahu sahabatnya. Secara refleks Xion menghindar dan ia menatap Therius dengan raut wajah kecewa.     

"Kau tahu orang itu akan jatuh sakit, tetapi kau membiarkannya begitu saja.. Dan selama enam bulan kau memiliki kesempatan untuk menyembuhkannya.. tetapi kau tidak melakukan apa-apa. Kau membiarkan Emma menangis hingga air matanya kering. Kau biarkan ia terus-menerus mengalami duka hingga ia jatuh sakit dan menderita..." desis Xion berusaha menahan amarah. "Padahal kau memiliki kuasa untuk menghapus penderitaannya."     

"Apa yang harus kulakukan? Haoran akan mati kalau ia tidak bertemu aku. Bukan salahku kalau umurnya pendek..." tukas Therius dengan nada emosional. "Aku tidak bertanggung jawab menyembuhkan orang lain... Dia bukan kerabatku, dia juga bukan temanku."     

"Tapi dia orang yang dicintai Emma..." kata Xion dengan suara bergetar. "Kau tahu betapa kematiannya membuat Emma sangat sedih dan menderita. Tapi kau tega membiarkannya."     

"Kalau aku menolongnya... lalu aku harus bagaimana? Emma akan kembali kepadanya dan hatiku akan hancur. Emma mencintainya, dan ia tidak mencintaiku. Kau lihat kemarin betapa ia tidak peduli kalau aku dipaksa menikahi wanita lain?" Suara Therius mulai terdengar getir. "Kalau Haoran hidup, aku akan kehilangan Emma selamanya."     

Ia sangat mencintai Emma Stardust, tetapi sepertinya gadis itu tidak juga membalas perasaannya. Ia benar-benar merasa kecewa ketika kemarin Emma malah menyuruhnya menikahi Yldwyn agar rencana mereka tetap dapat dijalankan.     

Xion mengerti perasaan Therius, karena ia pun menyimpan cinta yang sama untuk Emma. Tetapi hati nuraninya tidak dapat menerima Therius membiarkan Haoran mati di saat ia memiliki kemampuan untuk menyembuhkan.     

"Kalau kau sungguh-sungguh mencintai seseorang, kau hanya ingin melihat dia bahagia," kata Xion dengan suara serak. "Walaupun bukan denganmu."     

Therius tertegun mendengar kata-kata Xion. Ia menatap sahabatnya dengan pandangan tajam.     

Tidak biasanya Xion bicara seperti ini. Pemuda itu sangat acuh tak acuh terhadap masalah orang lain dan tidak pernah peduli terhadap hal yang bukan urusannya. Mengapa kini ia terlihat begitu keras menyuarakan pendapatnya?     

"Xion, apa maksud kata-katamu ini?" Therius menyipitkan matanya dan menatap Xion tanpa berkedip. "Apakah kau juga mencintai Emma? Apakah itu sebabnya kau ingin aku menyembuhkan Haoran? Kau tidak rela melihat Emma akan menikah denganku, sehingga kau ingin ia pergi dariku dan kembali kepada Haoran? Apakah itu yang kau rasakan? Apakah kau cemburu karena aku yang berhasil mendapatkan Emma?"     

Xion melangkah mundur tanpa sadar ketika mendengar kata-kata Therius yang diucapkan dengan suara tajam. Ia merasakan kepalanya sakit.     

Apakah ia memang sekeji itu? Apakah ia memang merasa cemburu kepada Therius yang berhasil mendapatkan Emma akibat kematian Haoran sehingga ia berusaha membuat Therius merasa bersalah?     

Tidak. Xion tahu ia bukanlah orang yang keji. Ia mencintai Emma, tetapi ia hanya ingin melihat gadis itu bahagia. Baik itu bersama Haoran, atau Therius.     

Ia hanya merasa kecewa karena sahabatnya sangat egois dan hanya mementingkan kebahagiaannya sendiri, bukan kebahagiaan Emma.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.