Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Permintaan Therius Dan Emma Yang Sederhana



Permintaan Therius Dan Emma Yang Sederhana

0Tidak lama kemudian Aeron dan Xion telah masuk ke ruang pribadi yang privasi dan dijaga beberapa bouncer berotot yang tampak menakutkan. Tiga orang gadis cantik berpakaian seksi segera datang membawakan minuman untuk keduanya.     

"Kau tidak berubah juga," komentar Xion sambil tertawa. Ia mendentingkan gelasnya ke gelas Aeron. "Rupanya sekarang kau menjadi penyanyi?"     

"Eits... bukan sekadar penyanyi, tapi aku ini adalah penyanyi nomor satu di Akkadia." Aeron mengangkat jari telunjuknya dan menggoyang-goyangkannya di depan Xion. "Dan aku tersinggung karena kau tidak tahu sekarang aku sangat terkenal."     

Xion memutar matanya mendengar Aeron menyombongkan diri. "Maaf, ya. Aku ini orang gunung, tidak tertarik hal-hal semacam itu."     

"Kumaafkan," kata Aeron. "Ngomong-ngomong, ayo ceritakan tentang gadis cantik tadi. Duh.. keterlaluan sekali kalau gadis semenarik itu harus menikah dengan Therius si patung es. Rasanya aku tidak terima. Di mana pernikahannya? Aku akan datang dan menyadarkan gadis itu bahwa masih ada laki-laki lain yang lebih baik darinya."     

"Maksudmu kau?" tanya Xion sambil menggeleng-geleng. "Kau masih sombong seperti biasanya."     

"Ah.. itu kenyataannya, kok. Aku ini laki-laki idaman nomor satu di Akkadia. Terbukti berdasarkan polling akhir tahun kemarin. Satu-satunya lelaki yang mungkin sedikit lebih populer dariku hanyalah putra mahkota, tapi kita tidak pernah melihatnya. Setahuku dia pendiam dan jelek. Yang membuat nilainya tinggi di polling itu hanyalah fakta bahwa ia akan segera menjadi raja karena raja kita sudah tua."     

Xion mengangguk-angguk. "Kau benar juga."     

Sebenarnya Xion tergoda hendak memberi tahu Aeron bahwa teman sekolah mereka, Therius, sebenarnya adalah pangeran putra mahkota dan seperti yang sama-sama mereka ketahui, laki-laki itu memang pendiam, tetapi ia sama sekali tidak jelek. Penampilan fisiknya tidak kalah dari Aeron. Ia hanya tak pandai menghadapi wanita.     

Namun, setelah memikirkannya masak-masak, Xion menahan keinginan itu. Ia tidak ingin membuka rahasia sahabatnya kepada siapa pun. Biarlah suatu hari nanti Aeron tahu sendiri bahwa teman sekolahnya di akademi dulu sebenarnya adalah putra mahkota itu sendiri.     

Mereka lalu mengobrolkan kisah-kisah mereka di masa sekolah dulu yang membawa kenangan indah. Rupanya setelah lulus dari akademi, Aeron bertualang keliling Akkadia dan menuliskan buku perjalanan yang cukup laris.     

Setelah bosan menjelajah, ia akhirnya memutuskan untuk masuk ke dunia hiburan dan kariernya langsung menanjak cepat. Ketampanannya, suaranya yang indah, dan pesonanya menghadapi penggemar wanita segera membuatnya menjadi laki-laki paling digilai di seantero Akkadia.     

Bukan hanya di kerajaan Akkadia, Aeron juga terkenal hingga ke kerajaan-kerajaan lain.     

"Kupikir aku telah mendapatkan semuanya dalam hidup ini," kata Aeron. "Namun, tetap saja rasanya ada yang kurang. Aku tidak tahu apa."     

Pemuda itu tampak termenung, menatap gelas wine-nya.     

"Hmm.. mungkin kau perlu jatuh cinta," kata Xion tiba-tiba. Ia mengangkat bahu. "Aku melihat Therius sangat berubah setelah ia bertemu Emma. Untuk pertama kalinya, aku melihat dia bahagia. Sekarang dia mulai sering tersenyum."     

Aeron mendelik keheranan. "Therius? Tersenyum. Astaga.. ini pasti tanda-tanda mau kiamat. Tujuh dewa akan mengakhiri masa hidup kita di Akkadia."     

Ia ingat teman sekolahnya yang pendiam dan selalu tampak serius itu? Rasanya lebih mudah menangkap naga daripada membuat laki-laki itu tersenyum. Aeron ingat, satu-satunya hal yang membuatnya menang dari Therius sewaktu di akademi dalam mendapatkan penggemar perempuan adalah karena Therius selalu terlihat dingin dan acuh.     

Kalau pemuda itu tersenyum, ia terlihat tampan sekali. Apalagi kalau sampai senyumnya lebar dan menunjukkan lesung pipinya. Bah... Aeron saja mungkin akan terpikat. Therius benar-benar terlihat seperti malaikat kalau ia tersenyum.     

Untungnya dia lebih sering terlihat seperti iblis.     

***     

"Terima kasih, kau sudah menemaniku menyaksikan festival Tiga Bulan Api tadi," kata Emma saat ia berhenti di depan kamarnya dan bersiap untuk masuk.     

Therius mengangguk. "Aku senang bisa menyaksikan malam istimewa ini bersamamu."     

Keduanya berdiri di depan pintu, tidak bergerak. Suasana terlihat sangat khimad, dan cahaya tiga bulan di atas langit Akkadia cukup terang untuk membuat mereka dapat melihat wajah masing-masing dengan sangat jelas tanpa cahaya lampu.     

"Apa permintaan yang kau tulis di lenteramu tadi?" tanya Emma memecah keheningan. Sepertinya Therius tampak sangat enggan meninggalkannya dan pergi ke kamarnya sendiri.     

Pemuda itu menatap Emma dalam-dalam dan kemudian balik bertanya. "Bagaimana denganmu? Apa permintaanmu?"     

Kalau aku sanggup mengabulkannya, aku akan memastikan kau memperoleh keinginanmu, bisik hati Therius.     

Emma mengangkat bahu. "Aku ingin bertemu ibuku."     

Therius tersenyum mendengarnya. Ini permintaan yang sangat sederhana. Ia dapat mengabulkannya.     

"Kita akan langsung berangkat ke Thaesi setelah pernikahan. Kau akan segera bertemu ibumu," kata pemuda itu. Ia mengambil tangan Emma dan menggenggamnya. "Permintaanku juga sederhana. Aku berharap kau akan dapat mencintaiku sebagai suamimu, pada saat kau telah selesai berkabung."     

Emma tertegun mendengar kata-kata Therius. Rupanya, mereka berdua menuliskan permintaan yang sederhana di lentera yang mereka lepaskan ke udara. Emma tidak tahu apakah ia akan dapat mencintai laki-laki lain seperti ia mencintai Haoran.     

Namun, dalam hatinya Emma berjanji akan berusaha, jika Therius memang terus mencintainya dengan tulus dan memperlakukannya dengan baik, Emma tidak memiliki alasan untuk tidak membalas perasaannya setelah ia selesai berkabung.     

"Aku berharap.. di malam Tiga Bulan Api berikutnya.. aku sudah bisa mengikutimu masuk ke dalam kamar dan menghabiskan malam penting itu bersamamu," kata Therius blak-blakan.     

Emma menjadi cegukan saat mendengar kata-kata pemuda itu. Ia dapat merasakan jantung Therius berdebar-debar dan suhu tubuhnya naik beberapa derajat. Ah, ya... Tentu pemuda ini bicara tentang hubungan seksual.     

Setelah mereka menikah, Emma dan Therius akan tetap tinggal terpisah, sampai nanti Emma siap menerima Therius sebagai suaminya sepenuhnya.     

Akhirnya Emma mengangguk. "Aku harap begitu. Selamat malam. Selamat tidur."     

Untuk menghibur pemuda itu, Emma lalu berjingkat sedikit dan mencium pipinya, untuk mengucap salam selamat malam.     

Therius memeluk pinggang Emma dan menarik tubuhnya ke pelukannya dan kemudian mendaratkan ciuman mesra ke bibirnya. Dengan enggan, ia akhirnya melepaskan gadis itu dari pelukannya.     

"Selamat malam," kata Therius dengan suara serak. Ia memandang Emma yang berbalik dan masuk ke dalam kamarnya lalu menutup pintu.     

Setelah gadis itu menghilang dari pandangan, Therius masih berdiri di tempatnya selama beberapa saat. Ia masih merasakan wangi tubuh gadis itu di sampingnya. Tanpa sadar ia memejamkan mata dan menghirup wangi di udara.     

Besok, Emma Stardust akan menjadi istrinya.     

***     

Xion membuka matanya dan segera terduduk kaget. Butuh waktu beberapa lama baginya untuk mengingat ia berada di mana.     

Astaga... Ia masih di lounge. Ia melihat ke tubuhnya dan menyadari penampilannya berantakan dan matanya terasa perih. Ia tidak sadar tadi malam minum banyak sekali, lebih banyak dari biasanya hingga ia terkapar pingsan di lounge.     

Ia bahkan tidak tahu ia bisa minum sampai empat botol dalam satu sesi. Gila! Kenapa dia bisa seperti itu?     

"Hei, kau sudah bangun?" tegur Aeron dari sampingnya. Wajahnya tampak cerah sekali. Ia menepuk-nepuk bahu Xion yang tampak agak kebingungan. "Tadi malam kau minum banyak sekali sampai mabuk dan kemudian kau menangis. Aduh.. kau membuatku sedih."     

"Jangan bercanda kau," tegur Xion kesal. Ia tidak pernah mabuk.     

Tapi, ia juga tidak pernah minum sebanyak tadi malam.     

Ketika pemuda itu mengerutkan keningnya dan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi, ia dapat mengonfirmasi bahwa Aeron memang benar. Tadi malam ia menangis setelah menghabiskan tiga botol wine dan membuka botol keempat.     

"Kalau kau tidak mau datang ke pernikahan, sebaiknya kau pura-pura sakit saja," komentar Aeron tegas. "Kalau pernikahan Therius membuatmu sedih, kau tidak harus hadir."     

Xion menatap Aeron lekat-lekat.     

"Awas kalau sampai kau memberi tahu orang lain," katanya dengan nada suara mengancam.     

"Kalau tidak kenapa?" Aeron menantang Xion. Sang pemuda gunung hanya bisa menelan ludah dan membuang muka. Di saat seperti ini ia iri sekali kepada Therius yang memiliki kemampuan telemancy dan dapat mengendalikan pikiran. Ia akan membuat Aeron melupakan peristiwa tadi malam dan tak pernah membicarakannya lagi.     

"Kalau kau menyimpan rahasia ini, aku akan berutang kepadamu," kata Xion akhirnya, mengalah. "Tolong jangan beri tahu siapa pun bahwa aku mencintai gadis itu."     

Aeron menatap Xion agak lama dan kemudian mengangguk pelan. Ia belum pernah jatuh cinta dan tidak tahu bagaimana rasanya melakukan apa pun demi seorang gadis. Tetapi sepertinya, kedua teman sekolahnya ini justru jatuh cinta kepada gadis yang sama,     

"Aku bukan tukang gosip," kata Aeron ringan.     

"Terima kasih," kata Xion cepat. Ia menepuk bahu Aeron dan segera berbalik keluar dari lounge.     

Sialan, sudah jam sembilan!     

Pernikahannya satu jam lagi dan ia belum menyiapkan pakaian bagus.     

Dengan sigap Xion terbang kembali ke istana pangeran putra mahkota dan masuk ke kamarnya di menara timur. Penampilannya kusut dan berantakan. Dengan secepat kilat Xion mandi dan bersiap-siap.     

Ketika ia sedang dibingungkan dengan pakaian untuk dikenakan ke pernikahan Therius dan Emma, tiba-tiba saja matanya menangkap sosok setumpuk pakaian yang ditaruh dengan rapi di atas lemari.     

Ah, pasti Therius yang menyuruh pelayannya untuk menyiapkan pakaian untuk Xion. Pemuda itu garuk-garuk kepala yang tidak gatal. Ia senang sih karena tidak harus menyiapkan pakaian sendiri, apalagi dalam kondisi mepet seperti sekarang ini.     

Namun, di sisi lain ia merasa tidak enak karena sepertinya Therius benar-benar tidak dapat mempercayainya sehingga menyuruh pelayan menyiapkan keperluannya.     

Untunglah Xion bukan orang yang sedang memusingkan diri dengan berbagai hal. Ia akhirnya memakai pakaian mewah itu dan mematut diri di depan cermin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.