Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Malam Festival Tiga Bulan Api



Malam Festival Tiga Bulan Api

0"Tadinya aku ingin menghabiskan malam berdua saja denganmu untuk menyaksikan Festival Tiga Bulan Api. Aku tidak tahu Xion sudah mengajakmu," kata Therius sambil menggenggam tangan Emma dan berjalan bersama ke arah Phalia yang menunggu mereka di balik pohon. "Tetapi kupikir-pikir, tidak ada salahnya juga menyaksikan festival bertiga."     

Emma tersenyum mendengarnya. Ia kini dapat membuktikan betapa persahabatan kedua pria itu sangat erat. Therius bahkan tidak keberatan menghabiskan momen penting bersama Emma, yang seharusnya bisa menjadi momen romantis, dengan kehadiran Xion.     

Tentu Xion memiliki posisi sangat penting bagi Therius, sama seperti Therius bagi Xion. Dalam hati, Emma bertanya-tanya apakah Therius dan Xion pernah bertengkar hingga persahabatan mereka terancam.     

"Apakah kau dan Xion pernah bermusuhan?" tanya Emma saat ia sudah naik ke punggung Phalia dan Therius menyusul naik di belakangnya.     

Therius menyentuh leher Phalia untuk memerintahkannya terbang kembali ke kotaraja, sebelum menjawab pertanyaan Emma.     

"Tidak pernah. Dia itu sudah seperti saudara untukku," jawab Therius. Ia memeluk pinggang Emma ketika Phalia mulai melesat ke atas dan mengepakkan sayapnya.     

Emma merasa sangat kagum ketika mendengar jawaban Therius. Rasanya persahabatan seperti yang mereka miliki ini sangat jarang. Ah.. Emma sama sekali tidak memiliki siapa-siapa sekarang. Diam-diam ia iri pada persahabatan mereka.     

"Bagaimana jalan-jalannya?" sambut Xion yang berdiri di taman kecil di tengah istana Pangeran Putra Mahkota ketika Phalia mendarat anggun dan menutup sayapnya. Emma dan Therius lalu melompat turun.     

"Sangat menyenangkan," jawab Emma. "Kau sudah siap?"     

Xion mengangguk. "Aku sudah membawa kantung piknik berisi wine, gelas kertas, dan camilan untuk menikmati piknik di alun-alun, serta spidol untuk menuliskan permintaan kita di lampion nanti."     

"Oh... kita juga akan menerbangkan lampion?" tanya Emma dengan penuh minat.     

"Tentu saja. Kita bisa membelinya di tengah plaza nanti," jawab Xion.     

Emma mengangguk gembira. Wajahnya yang dingin mulai tampak cerah. Sepertinya festival malam ini sangat menarik.     

"Kita bisa terbang ke tengah kota dan mengikuti festival di sana," kata Therius. "Tetapi sebaiknya kau dan aku berganti pakaian dulu."     

Ia menunjuk pakaian Emma yang indah dan pakaiannya sendiri yang terlihat sangat khas. Emma menyadari bahwa mereka berdua akan terlalu menyolok di keramaian dengan pakaian yang mereka kenakan. Therius akan langsung menarik perhatian sebagai pangeran putra mahkota, demikian juga Emma.     

"Baiklah, aku akan berganti pakaian. Kita bertemu kembali di sini dalam waktu sepuluh menit," kata Emma.     

"Baiklah." Therius menepuk bahu temannya dan berjalan pergi ke arah kamarnya sendiri, sementara Emma berjalan dengan langkah-langkah cepat ke kamarnya.     

Sepuluh menit kemudian, Therius dan Emma telah kembali dengan pakaian kasual berwarna hitam yang tidak menyolok.     

"Mari kita pergi," kata Therius sambil memberi tanda. Ia lalu melesat ke langit, diikuti oleh Xion dan Emma. Walaupun Therius sangat kuat dan ia bersama dua orang multiple-element mage, ia tetaplah seorang pangeran putra mahkota yang harus dilindungi, sehingga dua buah travs berisi para pengawal pribadinya diam-diam membuntuti mereka dari belakang.     

Mereka bertiga melesat di angkasa dan segera menuju ke sebuah alun-alun besar tidak jauh dari istana raja. Di sana, mereka melihat keramaian dengan belasan ribu orang yang turun ke jalan dan menikmati festival bersama keluarga, kekasih, dan teman dekat.     

"Kurasa kita bisa turun di situ," kata Therius sambil menunjuk ke sebuah bangunan besar di belakang alun-alun. Itu adalah gedung teater cantik yang malam ini sudah ditutup dan di depannya dipakai para pedagang lampion dan manisan untuk mencari rezeki.     

Dengan lincah ketiganya mendarat turun di belakang gedung teater dan kemudian berjalan santai di tengah orang-orang yang sedang berlalu lalang dengan wajah ceria.     

"Alun-alun ini biasanya kosong," Therius menjelaskan. "Ini sebenarnya taman kota yang sangat besar dan banyak dipakai orang-orang untuk berolah raga atau melakukan kegiatan outdoor. Tetapi, bila ada perayaan-perayaan besar seperti sekarang ini, maka taman akan dialihfungsikan menjadi teman rakyat bersenang-senang."     

Emma mendengarkan penjelasan Therius sambil mengangguk. Untuk pertama kalinya dalam dua minggu sejak ia tiba di Akkadia, akhirnya ia dapat menginjakkan kakinya di luar istana. Beberapa suasana dan tempat membuatnya teringat berbagai video yang pernah ditontonnya atau buku yang ia baca tentang ibukota Akkadia ini.     

Ibukota Akkadia bersama Winstad. Tidak seperti kebanyakan ibukota kerajaan lainnya, kota Winstad tidaklah terlalu besar. Di sini hanya berisi pusat pemerintahan dan keluarga raja, agar lebih mudah dilindungi dan diatur. Rakyat yang tinggal di sini tidak lebih dari 100.000 orang.     

Semua pusat ekonomi, hiburan, militer, dan lain-lain terletak di lima kota satelit yang ada di sekelilingnya dengan populasi masing-masing mendekati lima juta jiwa.     

Sarana transportasi yang sangat bagus di Akkadia membuat jarak tidak menjadi masalah. Sebagian pegawai pemerintahan dapat bekerja di Winstad dan tinggal di kota satelit yang berjarak 200 km jauhnya.     

"Taman ini indah sekali," komentar Emma. Ia berjalan dengan tangan dilipat di dada melihat ke kanan dan ke kiri. Masih ada sedikit anak kecil yang rupanya dibiarkan orang tuanya bergadang hingga larut untuk menikmati festival. Selebihnya adalah pasangan kekasih, kumpulan sahabat dan keluarga besar.     

Mereka berkumpul dan duduk di rumput sambil beralaskan selimut piknik dan membawa camilan serta berbagai minuman seperti wine dan yang lainnya. Hal ini mengingatkan Emma pada orang-orang Eropa yang gemar piknik atau berjemur ketika matahari muncul di musim panas. Mereka akan berkumpul bersama teman-teman dan orang terkasih lalu mengobrol dan minum wine.     

"Aku akan membeli lampion dulu untuk kita," kata Xion yang tiba-tiba melihat kedai yang sedang ramai sesak oleh pengunjung. Ia menyerahkan tas berisi perlengkapan pikniknya kepada Therius dan bergegas untuk ikut mengantri.     

Emma mengerutkan keningnya ketika melihat tiba-tiba ada angin puyuh yang datang entah dari mana dan menghalau orang-orang yang sedang mengantri. Angin itu sangat kuat dan berhasil membuat orang-orang di sekitar Xion terhuyung-huyung dan akhirnya berjatuhan.     

"Astaga... angin dari mana itu?" tanya Xion dengan suara keras, sambil pura-pura berjalan terhuyung menuju tukang lampion. Ia menyerahkan selembar uang kepada sang pedagang yang masih terkesima melihat para pelanggan yang barusan mengantri hendak membeli lampionnya telah jatuh berserakan. "Malam ini anginnya kencang sekali ya? Semoga tidak sampai merusak acara pelepasan lampion."     

"Eh.. apa katamu?" Pedagang itu mengerjapkan matanya berkali-kali melihat pemuda tampan di depannya yang tampak tidak sabar mengetuk-ketukkan jarinya di konter. Ia mengerutkan keningnya. Bagaimana bisa semua orang tersapu angin tetapi pria ini baik-baik saja.     

"Aku bilang, anginnya kencang. Semoga tidak merusak acara pelepasan lampion." kata Xion lagi. Ia masih tersenyum tetapi tidak selebar tadi. Ia ingin cepat-cepat duduk menikmati minuman sambil memandang langit. "Aku mau beli tiga lampion."     

"Oh, ya, baiklah. Semuanya jadi 300 aka," kata sang pedagang sambil menyerahkan tiga buah bungkusan kertas. "Kalian sudah punya lilin dan api untuk menyalakannya? Bagaimana dengan spidol untuk menulis keinginan?"     

"Sudah ada, kami tidak perlu api," kata Xion. Tentu saja. Dengan dua orang pyromancer di antara mereka bertiga, ia dapat menghemat uangnya yang sedikit itu dan tidak usah membeli api.     

Sambil bersiul-siul ia mencari Therius dan Emma yang sudah menggelas selimut piknik mereka di tengah lapangan dan menata berbagai minuman dan camilan yang mereka miliki.     

"Tadi kau menyingkirkan para pengantri yang sedang ingin membeli lampion dengan aeromancy?" tanya Emma. "Curang sekali."     

"Eh.. kalau tidak begitu, bisa satu jam aku baru mendapatkan lampion ini," kata Xion sambil terkekeh-kekeh.     

Ia menyerahkan masing-masing satu lampion kepada Therius dan Emma lalu menyimpan satu untuk dirinya sendiri. Ia lalu membuka botol wine dan menuangkan minuman ke tiga gelas kertas untuk mereka.     

"Ayo diminum. Sebentar lagi pertunjukannya dimulai." Xion menunjuk ke angkasa. "Mereka akan mengadakan pertunjukan dengan drone."     

Emma menyesap wine di cangkirnya sambil menatap ke atas. Di langit yang tampak terang kemerahan, ia telah melihat ribuan cahaya kecil yang berkelap-kelip. Tadinya ia mengira itu adalah bintang-bintang, bagian dari galaksi yang mereka lihat setiap malam. Tetapi setelah ia memperhatikan baik-baik, ternyata 'bintang-bintang' itu sekarang bergerak selaras, bagaikan dikontrol manusia dengan sangat ahli.     

"Oh.. apakah itu drone? Ada berapa banyak?" tanya Emma. Ia menoleh ke arah Therius karena menurutnya pemuda itu lebih tahu.     

"Kalau tidak salah ada sekitar 10.000. Semuanya dikendalikan dari kota Milestad, pusat militer," kata Therius. "Pertunjukan mereka selalu sangat menarik."     

Emma mengangguk-angguk. Ia menyipitkan matanya saat melihat ribuan cahaya itu kemudian menari dan dengan cepat membentuk kalimat.     

Raja Cassius Mengucapkan Selamat Merayakan Festival Tiga Bulan Api Kepada Rakyat Akkadia.     

"Bagus sekali," cetus Emma.     

"Sebentar lagi mereka akan berubah menjadi seperti kembang api," kata Therius. Emma mengangguk dan terus memperhatikan ke atas. Benar saja, tidak lama kemudian ia telah melihat ribuan cahaya dari drone itu telah berpencar seolah kembang api yang meletus di langit.     

Warnanya pun berubah menjadi berwarna -warni. Namun, alih-alih suara ledakan, mereka mendengar bunyi musik yang sangat indah. Untuk sesaat Emma terpukau. Ia terus menatap ke atas dengan penuh perhatian dan menyaksikan pertunjukan cahaya dengan musik yang mendayu-dayu.     

Setelah akhirnya pertunjukan drone berakhir, ia melihat ada selusih kuda pegasus berwarna keemasan yang terbang dalam formasi yang sangat indah. Di punggung masing-masing pegasus ada seorang gadis cantik yang berpakaian indah dengan selendang terjuntai hingga belasan meter ke bawah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.