Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Marlowe (1)



Marlowe (1)

0Setelah keduanya puas berenang dan membersihkan diri, sambil sesekali bercumbu, Therius dan Emma kembali ke daratan dan mengenakan pakaian. Mereka kembali duduk di rumput memandangi langit dan bersantai.     

Setengah jam kemudian, mereka mulai kembali merasa lapar. Aktivitas yang menguras tenaga tadi telah mengambil sangat banyak energi mereka. Untunglah masih ada buah-buahan di keranjang kertas mereka.     

Emma dan Therius lalu menikmati buah sambil menyesap wine dan menikmati pemandangan. Ratusan angsa emas yang tadi berenang-renang di tengah danau kini mulai mendekat ke arah mereka dan keduanya kini dapat melihat hewan-hewan cantik itu dari dekat.     

"Tempat ini cantik sekali," komentar Emma. "Aku senang tidak banyak yang datang ke sini. Kalau mereka tahu di sini begitu indah, mungkin orang-orang akan memadatinya juga."     

"Tempat ini cukup jauh dari pintu masuk. Hanya orang-orang yang benar-benar suka bertualang yang akan datang ke sini," kata Therius. "Banyak bagian Merridell yang lain yang juga bagus dan tidak terlalu jauh, makanya orang-orang lebih memilih ke sana."     

Keduanya bersantai sambil mengobrol hingga sore hari. Matahari Akkadia akan segera tenggelam dan langit tampak pelan-pelan mulai dihiasi warna merah yang pekat.     

Benar kata Therius, matahari Akkadia kalau dilihat dari posisi mereka seolah terbenam di antara dua buah gunung putih yang ada di balik hutan di seberang danau. Terlihat indah sekali!     

Ketika keduanya sedang asyik menikmati pemandangan matahari terbenam, tiba-tiba saja dari arah gunung putih itu terlihat dua buah bayangan hitam yang berukuran kecil melayang di langit. Pelan-pelan bayangan itu membesar seiring dengan jaraknya yang semakin mendekat ke arah mereka.     

"Apa itu?" tanya Emma keheranan. Ia menggamit lengan Therius dan menunjuk ke langit. Therius yang sedang menuangkan wine kembali ke cangkir kertasnya mengangkat wajah dan mengamati arah yang ditunjukkan Emma.     

Pria itu menyipitkan matanya dan menatap baik-baik dua benda yang melesat ke arah mereka dengan kecepatan tinggi itu.     

Ia mengeluarkan seruan kaget dan segera bangkit berdiri. "Itu naga!"     

Emma kaget setengah mati mendengarnya. Therius menyebutkan nama hewan yang menurut terjemahan Emma ke dalam bahasa bumi sama artinya dengan naga. Di Akkadia... ada naga?     

Ahh.. ia menyesal kurang membaca tentang hewan-hewan apa saja yang ada di planet ini. Sepertinya ada banyak mahkluk menarik yang selama ini tidak pernah ia bayangkan. Seperti pegasus, angsa berwarna perak dan emas... lalu kini.. naga.     

Emma ikut berdiri dan mengamati langit dengan seksama. Benar saja, setelah kedua bayangan itu menjadi sangat dekat, ia dapat mengenali bentuk dua hewan yang berkejaran itu sebagai mahkluk mitologi yang selama ini hanya ia baca di dalam buku-buku fantasi.     

Seekor naga berwarna biru metalik dengan sisik-sisik besar dan sayap yang lebar tengah terbang cepat ke arah mereka, diikuti oleh naga lain yang berwarna hitam dan bertubuh lebih kurus tetapi terlihat dari jenis yang lebih menakutkan.     

Apakah kedua naga ini sedang berkelahi? Berkejaran karena bermain? Atau...?     

Emma tidak mengenal bagaimana naga di planet Akkadia hidup dan berinteraksi, sehingga ia tidak tahu apakah kedua naga itu bermusuhan atau berteman. Yang jelas keduanya terlihat seperti yang hitam mengejar yang biru dengan sekuat tenaga.     

"Heii... ada orang di atasnya," tukas Emma setelah kedua naga itu berada hanya sekitar beberapa puluh meter dari mereka.     

Ia baru melihat bahwa di atas punggung naga yang hitam ada seorang laki-laki yang menungganginya dan terlihat memberikan perintah-perintah kepada sang naga untuk mengejar naga biru.     

Ketika ia menatap wajah pria yang naik di atas naga hitam, kebetulan saat itu pula sang penumpang tengah menoleh ke arah Emma. Untuk sesaat keduanya saling bertatapan.     

Tiba-tiba saja naga hitam melambatkan lajunya, berputar sekali di udara, dan kemudian bergerak perlahan ke arah tempat Emma dan Therius berdiri lalu mendarat dengan anggun.     

Naga biru yang tadi dikejar dengan sekuat tenaga, kini terlihat kebingungan karena tiba-tiba saja tidak ada lagi yang mengejarnya. Ia pun berputar sekali di udara dan ikut turun ke darat.     

"Astaga..." Emma tak dapat menahan desahan kagum saat melihat naga hitam mendarat dengan anggun di depannya. Hewan itu cukup besar, kira-kira sebesar rumah berukuran kecil kalau di bumi. Penampilannya sangat menyeramkan, dengan tubuh bersisik berwarna hitam mengkilap di bawah sinar matahari terbenam, dan sayap lebar yang bergerigi di ujungnya.     

Sepasang matanya yang kecil tampak merah, menatap Emma dengan penuh perhatian. Laki-laki yang ada di atasnya segera melompat turun dari atas naganya dan berkacak pinggang menghadapi mereka.     

"Ini adalah daerah terlarang untuk umum, kenapa kalian bisa ada di sini?" bentaknya?     

Emma menoleh ke arah Therius dan mengerutkan keningnya. "Benarkah daerah ini terlarang?"     

Therius menggeleng. "Tidak. Dulu aku dan Xion sering ke sini."     

Laki-laki yang baru datang itu menoleh ke arah Therius ketika mendengar suaranya. Ia menatap Therius dengan kening berkerut.     

"Therius?" tanyanya.     

Therius melipat tangannya di dada dan balas menyapa laki-laki itu dengan nada suara dingin. "Marlowe."     

Emma menatap Therius dan Marlowe bergantian. Ia tidak tahu bahwa kedua pria ini saling mengenal.     

"Kalian... kenal?" tanyanya.     

"Ini teman sekolahku dulu," jawab Therius menjelaskan.     

Marlowe menatap Emma dengan keheranan. Ia merasa ada sesuatu yang berubah pada diri Therius. Laki-laki ini tidak seperti Therius yang dulu dikenalnya di akademi. Sepertinya, Therius berubah menjadi lebih ekspresif dan ... bahagia?     

Seingatnya dulu Therius sangat dingin dan tidak banyak bicara. Ia adalah kebalikan sahabatnya, Xion, yang hangat bagaikan matahari di siang hari dan gemar bicara. Mereka berdua terkenal sebagai pasangan sahabat yang seperti langit dan bumi.     

Tetapi kini, Therius tampak begitu hangat kepada gadis yang ada di sampingnya. Dan, oh.. Marlowe baru memperhatikan bahwa penampilan keduanya sangat mirip. Apakah gadis ini adik Therius?     

Sementara itu, Emma segera menyadari bahwa Marlowe adalah seorang mage yang sangat tangguh, levelnya jauh di atas dirinya, malah mungkin... kalau ia memang teman sekolah Therius dulu, ia sekarang berada di level yang sama dengan Therius, sama seperti Xion.     

Emma sama sekali tidak bisa membaca pikiran Marlowe, sehingga ia tidak dapat membaca siapa pria itu, dan apa yang ia pikirkan tentang Emma dan Therius.     

"Tempat ini tidak boleh dimasuki," kata Marlowe mengulangi tegurannya.     

"Aku dan Xion sering ke sini, kami tidak pernah terkena masalah," balas Therius.     

"Itu sudah lama," kata Marlowe. "Sejak dua tahun lalu, kawasan ini tidak boleh dimasuki umum karena kami mulai menaruh beberapa naga di hutan seberang sana. Kami tidak mau mengambil risiko manusia biasa menjadi mangsa naga-naga ini."     

Emma menelan ludah. Di hutan seberang danau sana ada naga?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.