Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Telemancer Lain?



Telemancer Lain?

0"Sudah-sudah, tidak baik menggosipkan suami orang," kata Miri kemudian sambil tertawa. Ia telah melihat ekspresi kesal di wajah Emma dan menganggap teman barunya itu tidak senang bergosip. "Sebaiknya kita menggosipkan kakak kelas saja."     

Alta menoleh ke arah Ulla dan bertanya. "Kau ini sepupu Bastian, kan? Jadi kau pasti tahu apakah dia masih single atau sudah memiliki kekasih."     

Sambil bertanya, Alta tertawa genit dengan menutup bibirnya menggunakan punggung tangan. Gadis ini memiliki penampilan yang sangat anggun dan bahkan tertawanya pun terlihat sopan. Emma menduga Alta berasal dari keluarga bangsawan.     

Tepat pada saat itu, pemuda tampan yang sedang mereka bicarakan masuk dari pintu dan berjalan ke arah mereka untuk menuju ke ke bagian depan aula.     

"Astaga... dia datang ke sini," cetus Alta tiba-tiba saat pandangannya menatap kehadiran Bastian. Ia buru-buru menyikut Ulla dan berbisik, "Ulla... kenapa kau tidak memanggil Bastian ke sini? Apa kau tidak mau memperkenalkan kami kepada sepupumu?"     

Alta berkata begitu sambil mengunjukkan dagunya ke arah Bastian yang sedang berjalan ke arah mereka. Ulla menoleh dan ketika ia melihat sepupunya datang, gadis itu melompat gembira. Ia mengedip kepada tiga gadis di mejanya lalu sambil tersenyum lebar berjalan menghampiri Bastian.     

Begitu ia mencapai pemuda itu, Ulla segera menarik tangan Bastian dengan manja. "Bastian, aku mau memperkenalkan teman-temanku kepadamu."     

Ulla mengerjap-kerjapkan matanya seperti anak anjing yang manja dan menatap Bastian. Sepertinya ia terbiasa mendapatkan keinginannya dengan cara seperti itu, karena Bastian terlihat mengalah, walaupun awalnya ia memutar matanya.     

Dengan tanpa mempedulikan pandangan gadis-gadis di meja lain yang iri, Ulla menarik Bastian ke arah teman-teman barunya. Bastian yang dipaksa untuk mendatangi meja mereka, awalnya terlihat agak kesal, tetapi begitu pandangannya menangkap sosok Emma yang sedang duduk menyesap minuman di gelasnya, ekspresi kesal pemuda itu seketika menghilang.     

Pelan-pelan, seulas senyum terukir di wajahnya saat ia menyapa ketiga gadis di meja, "Selamat datang di Mage Academy. Selamat, kalian sudah diterima menjadi murid di akademi ini. Kalian akan bersenang-senang selama tiga tahun ke depan."     

"Terima kasih, Kak Bastian," kata Miri dengan sikap malu-malu. Ia mengulurkan tangannya dan menyalami Bastian. "Kami sangat senang bisa hadir di sini."     

"Dalam acara jamuan makan malam yang pertama ini, kami akan memperkenalkan kan guru-guru dan juga para pengurus dewan siswa. Kalian akan mendapatkan banyak informasi yang kalian butuhkan malam ini," kata Bastian lagi.     

"Halo, Kak Bastian. Selamat sore. Namaku Alta." Sekarang giliran Alta yang memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya ke arah Bastian. Wajahnya yang anggun tampak semakin cantik saat ia tersenyum lebar seperti ini.     

Bastian mengangguk dan menyalami gadis itu juga. Setelah ia melepaskan tangan Alta, Bastian menatap ke arah Emma. Pelan-pelan, tangan kanannya diulurkan untuk menyalami gadis itu.     

Emma menatap tangan Bastian yang terjulur ke arahnya, kemudian beralih menatap wajah sang pemuda itu. Ia tidak dapat membaca pikiran pemuda ini yang menandakan bahwa pemuda ini memiliki level energi jauh di atas dirinya.     

Emma menjadi sangat terkesan. Kemungkinan level 6, pikirnya. Ia tahu karena ia masih dapat membaca pikiran beberapa pengawal Therius yang berada di level 5.     

Orang semuda ini namun sudah berada di Level yang demikian tinggi, pikir Emma. Dan ia juga adalah seorang multiple-element mage. Sungguh mengagumkan.     

"Lee, perkenalkan, ini sepupuku Bastian yang kita bicarakan tadi," kata Ulla.     

Emma memutar matanya. Ia tidak merasa membicarakan Bastian kepada Ulla sama sekali. Namun demikian, demi sopan santun, ia lalu mengulurkan tangannya dan mengangguk.     

"Namaku Lee Wolfland," kata Emma.     

Bastian menatap Emma agak lama dan seketika ekspresinya berubah. Ia tertegun keheranan dan untuk sesaat kehilangan kata-kata.     

"Heii.. kenapa kau diam saja?" tanya Ulla sambil memukul bahu sepupunya. Ia beralih menatap Emma dengan wajah keheranan, lalu kembali melihat ke arah sepupunya. Ia kemudian menekap bibirnya. "Astaga... Kau menyukai Lee???"     

Bastian seketika batuk-batuk dan wajahnya memerah. Ia menatap Emma dengan pandangan meminta maaf dan buru-buru membungkuk sedikit. "Maafkan sepupuku ini.. Dia terlalu banyak bicara. Kuharap kau tidak mengambil ke hati semua kelakuan dan ucapannya. Dia sebenarnya baik."     

Emma mengerutkan keningnya mendengar semua kata-kata Bastian. Sebentar... mengapa Bastian bicara seperti ini?     

Apakah ia tahu sesuatu? Ia menatap Bastian dengan pandangan penuh selidik.     

Bastian menatap Emma dengan pandangan penuh arti dan kemudian membungkuk sedikit, lalu pamit kepada keempat gadis itu dan melanjutkan perjalanannya ke meja panjang yang terletak paling depan. Di sana ia disambut beberapa senior lainnya yang memperhatikan perbuatan barusan dan bertanya apakah ia mengenal keempat murid baru itu.     

"Astaga... Lee..." kata Ulla dengan suara tertahan. "Sepertinya Bastian menyukaimu..."     

Serentak Miri dan Alta juga menatap Emma dengan mata membelalak. Gadis itu buru-buru melambaikan tangannya dan menyuruh mereka diam. Gadis-gadis di meja lain telah mengarahkan pandangan mereka ke arah sini.     

"Jangan bicara sembarangan. Dia hanya bersikap ramah kepadaku. Lagipula ia tahu aku sudah memiliki kekasih," kata Emma. Ia lalu berbohong untuk menenangkan ketiga gadis itu. "Kekasihku mengantarku kemari. Dalam perjalanan kami sempat bertemu Bastian."     

"Ohh..." Akhirnya Ulla mengangguk paham. Ia kemudian menatap Emma dengan pandangan penuh selidik. "Kekasihmu pasti sangat hebat atau kau ini orang yang sangat setia. Kau bahkan tidak mempedulikan Bastian padahal dia adalah siswa paling populer di akademi."     

Emma hanya mengangkat bahu. "Aku tidak tertarik kepadanya."     

Setelah berkata begitu, ia lalu kembali duduk di kursinya dan menuangkan minuman. Sambil menyesap minumannya, ia melayangkan pandangannya ke depan dan tatapannya beradu dengan Bastian yang ternyata juga sedang menatapnya.     

Untuk sesaat keduanya bertatapan dan saling menilai.     

'Jadi kau sudah tahu siapa aku. Kuharap kau tidak membuka identitasku kepada sepupumu atau kepada siapa pun,' kata Emma menggunakan telemancy. Bastian hendak mengangguk, tetapi ia menahan diri. Orang-orang akan keheranan melihatnya mengangguk tanpa ada yang mengajaknya bicara.     

'Aku berjanji tidak akan memberi tahu siapa-siapa, Yang Mulia...' jawab Bastian akhirnya. Sikapnya tampak penuh hormat.     

'Bagus.' Emma tersenyum tipis dan kembali memusatkan perhatiannya pada minumannya. Seperti dugaannya, Bastian memang seorang telemancer sama seperti dirinya. Itulah sebabnya Emma tidak dapat membaca pikirannya, karena Bastian berada beberapa level di atasnya.     

Tadi, ketika ia melihat Bastian tiba-tiba berubah sikap, menjadi lebih hormat kepadanya, dan berkali-kali meminta maaf atas kelakuan Ulla, Emma sempat bingung. Tetapi kemudian ia berpikir cepat dan menduga Bastian adalah seorang telemancer yang tadi membaca pikirannya dan tahu semua tentang dirinya.     

Untuk pertama kalinya Emma merasa lemah karena ada orang yang bisa membaca pikirannya. Selama ini, ia belum pernah bertemu dengan telemancer lain selain suaminya, dan Therius sendiri tidak bisa membaca pikiran Emma karena ia mencintai gadis itu.     

Ternyata ini rasanya menjadi telanjang secara mental di depan orang lain, pikir Emma kurang senang. Karena level-nya masih lebih rendah dari Bastian, pemuda itu dapat membaca pikirannya, sementara Emma tidak dapat membalas melakukan hal yang sama.     

Ugh... entah ia harus menanyakan kepada Therius cara untuk menghindari telemancer lain.. atau ia harus segera berlatih dan naik level agar ia menjadi setara dengan Bastian.     

Siapa tahu, di akademi ini mungkin ada telemancer lain selain Bastian. Ia harus memperhitungkan segala kemungkinan.     

Satu persatu siswa baru, siswa tahun kedua, siswa tahun ketiga dan guru-guru mulai berdatangan dan mengisi meja yang tersedia. Aula menjadi ramai dan suasana bertambah meriah. Emma melihat guru-guru mengisi meja panjang yang berada di paling depan dan menghadap ke arah mereka.     

"Astaga... ternyata tahun ini kita punya guru tampan..." terdengar bisik-bisik dari sekitar Emma. Gadis itu mengangkat wajahnya dan melihat ketiga temannya sekarang sedang menggosipkan Marlowe yang berjalan masuk dengan seekor burung berwarna keemasan di bahunya.     

Astaga... apa tidak ada bahan pembicaraan lain? pikir Emma sambil menggeleng-geleng kepala. Dari tadi ketiga teman barunya terus saja membicarakan laki-laki.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.