Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Teman-Teman Baru (2)



Teman-Teman Baru (2)

0Ketika keduanya tiba di depan lift, Emma dan Ulla bertemu dengan dua orang gadis yang juga sedang menunggu lift untuk turun ke bawah.     

Yang seorang bertubuh gemuk, namun memiliki wajah sangat cantik dengan rambut keemasan dan sepasang mata bulat berwarna hijau cemerlang seperti emerald. Yang seorang lagi bertubuh tinggi kurus dan berwajah serius dengan rambut dan mata hitam.     

Dengan sifatnya yang ramah, Ulla segera menegur mereka dan menyapa kedua gadis itu. "Halo, selamat sore. Namaku Ulla, dan ini Lee. Kalian siswa baru juga kan?"     

Keduanya mengangguk sambil tersenyum. Tetapi, ketika melihat wajah Emma, dua gadis itu segera teringat bahwa Emma adalah gadis yang tadi siang menarik perhatian Bastian, sang ketua murid.     

Mereka tampak memperhatikan Emma lekat-lekat. Setelah memastikan bahwa gadis itu tidak terlihat arogan, keduanya lalu tersenyum manis.     

"Hallo, namaku Miri dan ini Alta." Mereka lalu mengulurkan tangan dan mengajak berkenalan. Ulla dan Emma membalas jabat tangan mereka.     

"Hei... bukahkah, kau yang tadi didatangi oleh ketua murid?" tanya Miri keheranan.     

DING     

Tepat saat itu pintu lift membuka dan keempat gadis itu masuk kedalam.     

"Ketua murid?" Emma bertanya balik sambil mengangkat bahu.     

Miri dan Alta Saling pandang. "Bukankah tadi Bastian Moshe mendatangi bangku kalian?"     

Emma menggeleng. "Benar, tapi dia tidak mendatangiku, melainkan Ulla. Sebenarnya Ulla ini adalah sepupunya."     

"Oh..."     

Terdengar desahan lega dari Miri dan Alta, lalu keduanya tertawa canggung. "Oh, jadi kau adalah sepupunya Bastian? Pasti sangat menyenangkan, ya, mempunyai hubungan keluarga dengan siswa paling keren di Akademi."     

Ulla tersenyum lebar. Senang sekali rasanya ia, akhirnya ia bertemu dengan gadis-gadis yang bisa menghargai ketampanan dan kekerenan sepupunya. Ia mengembangkan dadanya dengan rasa bangga terhadap Bastian.     

Ia mengangguk dengan penuh semangat. "Bastian adalah sepupuku!"     

Ah... akhirnya Miri dan Alta sekarang percaya bahwa tadi Bastian memang tidak berhenti untuk menghampiri Emma, melainkan Ulla.     

Wajah mereka tampak menjadi lega dan Emma dapat segera mendapati bahwa kedua gadis itu adalah penggemar Bastian.     

Hmm... Kalau dipikir-pikir tidak salah juga sih karena Bastian memang terlihat keren untuk orang seumurnya     

Ia sungguh-sungguh terlihat seperti seorang pemimpin. Gelar sebagai ketua murid saja sudah membuatnya sangat dikagumi, apalagi fakta bahwa ia adalah seorang seorang multiple elemen.     

Karena mage yang dapat mengendalikan beberapa elemen sekaligus adalah suatu hal yang cukup langka di Arcadia, maka tidak heran kalau banyak yang menyukainya.     

Dalam hati Emma berusaha membayangkan seperti apa kehidupan ayah dan ibunya di sekolah dulu. Ayahnya pasti termasuk lelaki populer karena ia sangat tampan dan memiliki kepribadian yang menyenangkan. Bisa dibilang, ayahnya seperti Bastian sekarang, pendiam, dewasa dan mengagumkan.     

Apakah ibunya juga membicarakan murid-murid pria dengan teman-temannya? Apakah ibunya membicarakan tentang ayahnya kepada mereka?     

Pemikiran itu membuat seulas senyum terukir di wajah Emma.     

Ayah, Ibu.. walaupun kalian sudah tidak ada, tetapi aku melihat jejak kalian. Aku akan menelusuri jejak kalian dan membayangkan kalian ada bersamaku, pikir Emma.     

"Kita sudah sampai," kata Alta dengan suara gembira. Gadis ini memiliki tubuh agak gemuk, tetapi wajahnya cantik sekali. Rambutnya berwarna keemasan dengan sepasang mata bulat berwarna hijau.     

Ketiga gadis itu mengangguk dan berjalan mengikuti Alta menuju ruang makan besar yang ada di lantai dasar. Sepertinya aula ini memang biasa dipakai untuk kegiatan-kegiatan perayaan. Kali ruangan aula besar itu dihias dengan tanaman hias yang sangat bagus.     

Ketika mereka masuk melalui pintu, seketika keempat gadis itu mendesah karena terkejut sekaligus senang. Ratusan kelopak bunga berwarna merah dan biru melayang-layang turun dari langit-langit.     

Hal ini mengingatkan Emma pada Aeron yang menggunakan herbomancy untuk memikat wanita dalam berbagai pertunjukannya. Seketika bibirnya tersenyum tipis. Ia mengangkat tangannya dan menerima beberapa kelopak bunga yang segera menghilang begitu menyentuh tangannya.     

"Astaga... ini bagus sekali," komentar Miri, Alta, dan Ulla.     

"Ini jatuh dari mana?" tanya Ulla dengan pandangan kagum.     

"Ini buatan seorang herbomancer," komentar Emma sambil berjalan masuk ke dalam aula yang disulap menjadi ruang makan besar itu. "Aku melihat Aeron menggunakan ini di pertunjukan terakhirnya."     

Seketika ia merasakan lengannya dicengkram keras sekali. Emma yang terkejut serentak melepaskan diri dari cengkraman Ulla. Ia menatap gadis itu keheranan.     

"Ada apa denganmu? Kenapa kau mencengkramku?" tanyanya dengan pandangan tajam.     

Wajah Ulla tampak dipenuhi ekspresi merindu. Sepasang matanya berkaca-kaca. "Kau... kau melihat Aeron? Aeron yang ITU? Di mana? Pertunjukan terakhirnya di istana raja. Bukan yang itu kan? Kau melihat dia di mana?"     

"Oh..." Emma baru menyadari bahwa Ulla adalah penggemar berat Aeron. Astaga, ternyata ada groupies juga di Akkadia, pikir Emma.     

Emma tak mungkin membongkar rahasianya dengan mengatakan ia menyaksikan pertunjukan Aeron di istana. Karena itu ia hanya mengangkat bahu dan menyebut Festival Tiga Bulan Api. "Enam bulan lalu ia tampil di Festival Bulan Api... Ia menurunkan hujan kelopak bunga selama setengah jam penuh."     

"Ooohhhhhh..... aku sangat ingin datang ke pertunjukannya!! Waktu itu aku hampir kabur dari rumah agar bisa bepergian ke Winstad hanya untuk menyaksikan dia tampil di festival..." Perlahan-lahan sepasang mata Ulla digenangi air mata.     

Astaga... gadis ini benar-benar groupies Aeron, pikir Emma.     

"Kau tinggal di mana?" tanya Emma.     

"Aku tinggal di kota Beliz," jawab Ulla dengan sedih. "Karena aku masih kecil, orang tuaku melarangku bepergian sendirian. Bastian juga sedang sibuk sehingga ia tidak dapat mengantarku... huhuhuhu... Dalam hidup ini, aku hanya ingin bertemu secara langsung dengan Aeron..."     

"Beliz? Di mana itu?" tanya Emma.     

Ketiga gadis yang berdiri di sampingnya itu menatapnya keheranan.     

"Kau tidak tahu Beliz?" tanya Ulla. Ia menatap Emma seolah gadis itu adalah makhluk dari planet asing.     

Emma memang tidak hapal satu persatu nama kota dan provinsi di Akkadia karena terlalu banyak. Ahh... seharusnya ia tadi berpura-pura tahu. Sekarang ketiga gadis ini akan mengetahui bahwa ia tidak berasal dari Akkadia.     

"Maaf, aku lama tinggal di luar negeri," kata Emma. "Aku baru kembali beberapa bulan yang lalu."     

"Tapi semua orang tahu Beliz. Itu adalah kota resort paling terkenal di Akkadia," komentar Miri keheranan. "Semua pantai terbaik ada di Beliz."     

Emma membayangkan Bali. Mungkin seperti itulah Beliz di Akkadia. Ahh.. tentu saja orang-orang akan curiga kalau ia mengaku tidak tahu Beliz.     

"Jadi kau tidak diizinkan untuk ke ibukota oleh orang tuamu? Sayang sekali. Padahal waktu itu Aeron menyanyikan beberapa lagu andalannya," kata Emma, mengalihkan pembicaraan. "Ia juga menyirami para penontonnya dengan hujan kelopak bunga."     

"Ohhh... pasti romantis sekali," kata Ulla dengan mata penuh kerinduan. "Festival Tiga Bulan Api di tengah alun-alun dengan suara nyanyian Aeron dan hujan bunga... Ahhh.. kau beruntung sekali Apakah saat itu kau bersama kekasihmu?"     

Emma mengangguk. Ia masih ingat jelas peristiwa malam ini. Ada Yldwyn yang tidak tahu malu, turun ke lapangan dan mencium Therius, lalu Aeron yang tampil membawakan lagu tentang kisah cinta Kaoshin dan Arreya.     

Peristiwa itu terjadi di malam sebelum rencana pernikahannya dengan Therius, sebelum akhirnya pernikahan digagalkan dan Emma disandera Ratu Ygrit.     

Ahhh... semua itu sudah berlalu, Emma menghibur dirinya sendiri. Ia harus berhenti mengingat-ingatnya, karena beberapa hari setelah peristiwa itu, ibunya meninggal.     

Emma mengambil air minum dan memfokuskan perhatiannya pada gelas minumannya agar mereka melupakan pembahasan tentang Festival Tiga Bulan Api.     

Satu per satu, siswa baru lainnya juga masuk dan memenuhi aula. Mereka mengambil duduk di meja yang kosong. Sebagian yang sudah berkenalan tampak mulai asyik mengobrol. Sebagian yang belum saling mengenal, memanfaatkan kesempatan itu untuk memperkenalkan diri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.