Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Merajut Kenangan (1)



Merajut Kenangan (1)

0Hari itu, Therius merasa sangat bahagia. Ia senang karena pelan-pelan ia dan Emma merajut kenangan mereka bersama. Setelah masa-masa sulit yang mereka alami, kini keduanya telah hidup bahagia dan merajut kenangan yang akan menjadi milik mereka berdua saja.     

Ia merasa semakin mantap dan percaya diri akan hubungannya dengan Emma. Pelan-pelan rasa cemburunya kepada Haoran dan rasa persaingan yang ada di dalam dadanya mulai berkurang.     

Sekarang, ia sudah bersama Emma jauh lebih lama daripada Emma bersama Haoran. Emma hanya bersama Haoran setahun, dan menikah dua minggu. Sementara ia telah bersama Emma selama lebih dari setahun dan menikah lima bulan.     

Hubungan kasih dan chemistry mereka secara fisik dan seksual juga tidak dapat diragukan lagi. Semakin hari, ia dapat merasakan Emma mulai mencintainya secara perlahan tapi pasti. Ia memang belum mendengar kata-kata cinta itu keluar dari bibir Emma, tetapi ia yakin suatu hari nanti kata-kata itu akan keluar.     

Therius adalah lelaki yang sangat sabar demi mencapai tujuannya. Ia dapat menunggu hingga saat itu tiba. Setelah menghabiskan wine di cangkirnya, pria itu membuka kotak berisi makanan dan menyerahkannya kepada Emma.     

"Makanlah, agar wine-nya tidak membuat perutmu sakit." Ia lalu mengupas buah-buahan dan menaruhnya di piring kertas.     

"Terima kasih," kata Emma. Ia menikmati makan siangnya sambil memandang ke arah danau yang berkilauan dengan warna biru muda, memantulkan warna langit di atasnya. Di tengah danau ia melihat ratusan angsa berwarna keemasan sedang asyik berenang.     

Ahhh... ini adalah kencan yang sangat menyenangkan.     

Mereka makan siang dengan santai dan menyesap wine sesekali. Rasa masakan yang sebenarnya biasa, tidak seperti makanan di istana yang dimasak oleh juru masak terbaik, terasa sangat lezat karena suasana di sekitar mereka yang demikian indah dan damai.     

Setelah makan siang selesai disantap, mereka menikmati buah-buahan dan wine. Emma tidak ingat ia pernah makan sebanyak ini saat sedang piknik. Mungkin memang suasana mempengaruhi nafsu makannya.     

"Astaga... Aku makan banyak sekali," komentar Emma sambil mendorong piring kertas berisi buah-buahan ke arah Therius. "Aku harus berhenti."     

"Kenapa berhenti? Kau takut gemuk?" tanya Therius keheranan.     

"Perutku sudah kekenyangan. Sekarang rasanya menjadi tidak nyaman," keluh Emma. "Aku tidak pernah makan sebanyak ini di saat piknik. Kurasa suasananya benar-benar sangat menyenangkan sehingga aku tidak bisa berhenti makan."     

Ia tertawa kecil dan suara tawanya terdengar merdu sekali di telinga Therius. Pemuda itu menerima buah-buahan dari Emma dan menyingkirkannya kembali ke dalam kantung kertas. Ia lalu merapikan selimut piknik mereka dan menepuk bahu Emma.     

"Berbaringlah dan beristirahat. Hari ini kita sudah beraktivitas cukup padat. Setelah makan enak, sebaiknya tidur siang dan menyamankan diri. Nanti kita bisa menyaksikan matahari terbenam di gunung sebelah sana." Ia menunjuk dua buah gunung berwarna putih di kejauhan, melewati danau dan hutan yang ada di seberangnya.     

"Hmmm.. kau benar. Rasanya aku memang agak mengantuk." Emma membaringkan tubuhya di atas selimut dan kemudian bangun lagi. "Rasanya aku mau tidur di atas rumput saja. Teksturnya jauh lebih lembut dan nyaman."     

Ia lalu pindah posisi dan berbaring di atas rumput halus tersebut. Ahhh... dugaannya benar. Selain teksturnya yang halus, rumput itu juga sangat tebal, sehingga ia merasa seolah sedang berbaring di atas matras yang lunak.     

Benar-benar nyaman. Ia lalu memejamkan matanya dan merelakskan tubuhnya. Matahari Akkadia masih tertutup awan di atas sana sehingga tidak menyilaukan dan panasnya juga tidak sampai mengenai tubuh mereka.     

Angin juga berhembus sepoi-sepoi, membawa aroma bunga dari padang di samping mereka. Therius masih duduk di tempatnya menikmati wine dari cangkir kertas. Ia memperhatikan Emma yang sedang berbaring dengan mata terpejam.     

Ahhh... bibir merah gadis itu tampak sedikit terbuka, menampakkan sedikit barisan giginya yang seputih mutiara. Bibir itu basah berkilauan terlihat sangat segar. Sepasang matanya yang terpejam dihiasi tirai bulu mata hitam yang tebal dan panjang, bergerak-gerak sedikit karena tertiup angin.     

Wajahnya yang dulu tampak dialiri bekas-bekas air mata kini sudah kembali mulus seperti porselen. Anak rambut yang menghiasi tepian wajah Emma melambai perlahan mengikuti aliran angin. Rambutnya yang berwarna platinum tergerai rapi di rumput, membingkai wajah mungil yang jelita itu.     

Emma benar-benar terlihat seperti dewi kahyangan, pikir Therius. Ia tak henti-hentinya bersyukur atas keberuntungannya karena berhasil menikahi Emma. Upayanya dan kesabarannya membuahkan hasil, seperti biasa.     

Kini.. ia hanya tinggal bersabar tiga tahun lagi dan setelah itu, ia akan membicarakan kepada Emma untuk memiliki anak bersama. Ia dapat membayangkan anak-anak lelaki atau perempuan yang mirip Emma atau dirinya, tentu akan sangat menyenangkan.     

Ia akan mencintai mereka sepenuh hati, sama seperti ia mencintai ibu mereka, dan melakukan apa pun untuk mereka. Keluarga mereka akan menjadi utuh dan sempurna.     

Therius tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini, hanya Emma, istrinya. Ia tidak memiliki orang tua dan saudara, dan baru-baru ini, ia juga telah kehilangan satu-satunya temannya.     

Ia mulai merasakan kesepian, apalagi jika Emma akan hidup jauh darinya selama beberapa tahun ke depan.     

Pikiran Therius melayang jauh ke depan, membayangkan keluarga yang akan ia bangun bersama wanita ini. Setelah menghabiskan wine di cangkirnya, pemuda itu lalu membaringkan diri di samping Emma.     

Ia lalu memutar tubuhnya dan menghadap ke arah Emma, agar dapat mengamati wajahnya dengan lebih dekat. Ia tidak pernah bosan melihat wajah cantik ini. Ia juga telah melihat bagaimana penampilan Putri Arreya saat usianya hampir mencapai 50 tahun. Ia tetap terlihat luar biasa cantik dan muda.     

Therius yakin, dua atau tiga puluh tahun dari sekarang, Emma masih akan terlihat secantik ini. Bagaimana mungkin ia akan bosan?     

Emma merasakan Therius menatapnya dari samping kemudian membuka sebelah matanya. Benar saja, ia mendapati pria itu sedang melihat wajahnya dengan penuh perhatian dan bibir yang menyunggingkan senyum tipis.     

"Heii... kau sedang melihat apa?" tanya Emma keheranan. Ia lalu membuka kedua matanya dan memutar tubuhnya menghadap Therius. Kini wajah mereka tampak berhadapan.     

Therius tidak menjawab. Ia mengangkat tangannya dan membelai rambut Emma. Ia menyelipkan seuntai rambut yang jatuh menutupi pipi gadis itu ke belakang telinganya. Lalu ia memajukan wajahnya dan mencium bibir Emma dengan lembut.     

Secara spontan, Emma membalas ciuman Therius dan memegang kepala suaminya. Mereka berciuman dengan sangat mesra dan lama. Untungnya Emma telah beristirahat cukup dan tubuhnya sekarang sudah terasa nyaman, mereka dapat bermesraan tanpa merasa canggung akibat perut yang penuh.     

Suasana saat itu mengingatkan Emma pada Adam dan Hawa di Taman Eden dalam kepercayaan di bumi. Saat itu ia merasa seolah di dunia ini, hanya ada ia dan Therius. Ciuman mesra itu kemudian berlanjut dengan rabaan dan sentuhan ke kulit masing-masing yang keduanya mengeluarkan suara desahan dari bibir masing-masing.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.