Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Rahasia Masa Lalu (2)



Rahasia Masa Lalu (2)

0"Hmm... aneh sekali." Madam Xe memiringkan kepalanya hendak melihat bayangan kedua orang muda yang barusan pergi itu, tetapi mereka telah menghilang di balik pintu. Akhirnya, wanita itu mengangkat tangannya dan memberi tanda agar para pelayan yang lain segera mengikutinya dan melanjutkan perjalanan mereka mencari Putri Lilia. "Kita tidak punya banyak waktu. Kita masih harus mencari Putri Lilia."     

"Aku akan membantu kalian, Madam Xe," kata Kaoshin. Ia tergugah dari lamunannya ketika ia menyadari bahwa mereka masih harus mencari putri dari Taeshi itu yang berkunjung ke Akkadia untuk menghadiri upacara pernikahan Arreya besok.     

Kaoshin tahu adik bungsu Arreya ini sangat lincah dan penuh rasa ingin tahu. Ia pasti sedang bersenang-senang menjelajahi tempat baru dan hingga lupa waktu. Karena itu ia merasa harus menolong para pelayan ini untuk menemukan Lilia sebelum gadis itu membuat masalah.     

***     

Ketika Emma hampir mencapai pintu keluar, tanpa sadar ia menoleh ke belakang. Gadis itu ingin melihat ayahnya sekali lagi.     

Ketika ia menoleh, tatapan Emma bertemu dengan sepasang mata biru-hijau Kaoshin yang menatapnya dengan penuh perhatian. Pria itu tampak sangat penasaran dengan kehadirannya.     

Emma sangat ingin tahu apa yang dipikirkan ayahnya saat itu. Sayangnya, Kaoshin adalah mage yang jauh lebih kuat darinya. Emma tidak bisa membaca pikirannya.     

Sangat sulit bagi Emma untuk memalingkan kepala dan kembali ke berjalan keluar bersama Xion. Ia hanya berhasil memaksa dirinya untuk terus berjalan karena Xion sedang memegangi tangannya.     

Begitu mereka keluar dari pintu, Xion dan Emma berlari ke tempat tersembunyi di sudut taman, di bawah pepohonan. Begitu mereka merasa aman, Emma menarik napas dalam-dalam dan mengisi paru-parunya dengan udara. Ia merasa sesak napas saat berada begitu dekat dengan ayahnya barusan.     

Emma menyeka air matanya tapi terus mengalir di wajahnya. Pada akhirnya, ia harus menggunakan syal yang menutupi rambutnya untuk menyeka air matanya yang mengalir agar tidak merusak pakaiannya.     

"Kita tidak beruntung," gumam Xion prihatin. "Kuharap tidak ada hal besar yang terjadi yang bisa mengubah masa depan. Mulai sekarang, kita harus lebih berhati-hati."     

Emma mengangguk dengan gemetar. Pikirannya berantakan. Betapa ia sangat merindukan ayahnya. Mereka terpisah selama lebih dari 15 tahun dan saat ia mengira ia akhirnya akan dapat bertemu dengan ayah dan ibunya, mereka direnggut darinya secara paksa.     

"Baiklah.. seingatku pestanya akan dimulai satu jam lagi. Apakah kau mau langsung ke istana?" tanya Xion. "Atau kau mau menenangkan diri dulu?"     

Emma memandang sekelilingnya dan kemudian menghela napas. "Aku mau langsung ke istana dan mencari ibuku. Aku hanya ingin melihatnya dari jauh."     

"Tapi wajah kalian terlalu mirip," kata Xion sambil garuk-garuk kepala. "Kau akan menarik perhatian."     

Emma memandang ke arah tubuhnya dan mengerutkan kening. Rasanya bukan kemiripan wajahnya dan Arreya yang membuat para pelayan tadi mengira ia adalah Putri Lilia, melainkan...     

"Ini karena pakaianku," kata Emma. "Kalau aku mengenakan pakaian sederhana atau berdandan sebagai pelayan, orang tidak akan terlalu memperhatikanku."     

"Ah.. benar juga." Xion baru menyadari bahwa Emma memang mengenakan pakaian yang sangat indah. Tentu saja, karena ia adalah seorang putri, di masa depan ia mengenakan pakaian yang bagus-bagus yang hanya layak dikenakan oleh seorang putri bangsawan.     

Karena itulah, begitu Madam Xe melihatnya, ia langsung menduga Emma adalah putri yang mereka cari.     

"Aku akan mencari pakaian pelayan agar tidak menarik perhatian," kata Emma kemudian. "Kau juga."     

Xion mengangguk. "Ide bagus. Sebaiknya kita ke istana dulu. Pakaian pelayan di sana pasti berbeda dari pakaian pelayan di istana putra mahkota."     

Setelah menenangkan diri sejenak, Emma dan Xion akhirnya melayang pergi menuju ke arah istana raja. Karena hari sudah malam mereka dapat terbang tanpa dilihat siapa pun. Begitu mereka sampai di istana, dengan kemampuan telemancy-nya Emma membuat seorang pelayan membawanya ke tempat para pelayan beristirahat.     

Di sana, ia memperoleh pakaian seragam pelayan untuk dirinya dan Xion. Tidak lama kemudian, keduanya telah berjalan-jalan dengan bebas di lorong istana.     

"Pestanya dilaksanakan di paseban di tengah kompleks istana," kata Emma. "Sebaiknya kita ke sana."     

Ia telah sangat banyak membaca sejarah Akkadia tentang peristiwa besar yang terjadi sehingga membuat pernikahan Putri Arreya dan Pangeran Darius menjadi gagal. Sejarah Akkadia memuat ibunya sebagai karakter putri jahat yang memiliki jiwa khianat dan tidak setia kepada pasangannya.     

Setiap kali membaca tulisan-tulisan sejarah tentang ibunya yang mengambil sisi negatif, Emma merasa sangat marah. Namun, sayangnya ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga ibunya memutuskan untuk meninggalkan Darius di malam sebelum pernikahan mereka, sehingga ia tak dapat membela ibunya.     

Emma sendiri sering kali bertanya-tanya. Ia sungguh ingin mendengar langsung dari ibunya apa yang membuat ibu dan ayahnya melarikan diri setelah memutuskan untuk berpisah demi negara. Bukankah pengorbanan mereka selama bertahun-tahun menyembunyikan cinta mereka menjadi sia-sia?     

Sayangnya.. Emma sama sekali tidak akan pernah tahu jawabannya, karena kedua orang tuanya telah meninggal.     

Air mata kembali mengambang di pelupuk matanya. Namun, kali ini Emma tidak membiarkan dirinya menangis. Ia berhasil menahan diri sekuat tenaga. Ya... ia tidak boleh membahayakan dirinya dan Xion. Walaupun ia sangat ingin bicara dengan ibunya dan bertanya.. ia harus puas hanya dengan melihat mereka dari jauh.     

"Baiklah, aku tahu tempatnya," kata Xion. "Aku pernah ke sana beberapa kali bersama Therius."     

Xion menarik tangan Emma dan berjalan keluar ruangan pelayan. Mereka menyusuri lorong istana dengan cepat. Ketika mereka keluar dari pintu dan tiba di depan halaman besar, tiba-tiba langkah keduanya terhenti.     

Sebuah kereta besar yang ditarik enam ekor pegasus baru mendarat dan dari dalamnya keluarlah beberapa orang berpakaian mewah dengan penampilan mengesankan. Begitu mereka melihat Xion, salah seorang di antaranya segera mengangkat tangannya dan memberi tanda kepada Xion untuk datang.     

"Hei, kau pelayan yang berambut panjang, kemarilah. Pangeran membutuhkan bantuan," katanya dengan nada memerintah.     

Emma langsung dapat mengira orang-orang yang baru datang ini adalah para mage tangguh karena ia sama sekali tidak dapat menembus pikiran mereka,     

Ia hanya dapat membaca pikiran kusir kereta.     

'Xion, itu putra mahkota Darius dan para pengawalnya. Mereka membutuhkan bantuanmu mencari seseorang. Mereka mengira kau adalah pelayan di sini.' Emma menoleh ke arah Xion. 'Mereka adalah para mage yang sangat tangguh.'     

'Aku tahu,' balas Xion. Ia tidak dapat menarik perhatian kepada dirinya, karena itu ia terpaksa berpura-pura menjadi pelayan dan menghampiri sang pengawal dengan penuh hormat.     

"Selamat malam, Tuan. Apa yang dapat saya bantu?" tanya Xion dengan sopan.     

Saat itu, Pangeran Darius melangkah turun dari keretanya dan berjalan menghampiri Xion. Untuk sesaat Emma dan Xion tertegun melihat pemuda tampan itu.     

Darius tampak sangat mirip dengan Therius. Hanya saja, jika Therius memiliki penampilan yang dingin dan membuat orang segan, Darius tampak lemah lembut dan hangat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.