Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Rahasia Masa Lalu (1)



Rahasia Masa Lalu (1)

0"Aku mengerti. Aku tidak akan mendekati mereka, hanya akan melihat mereka dari jauh," kata Emma. Wajahnya yang sedari tadi dipenuhi kedukaan, pelan-pelan diliputi rasa bahagia. Ekspresinya yang sedih berganti dengan senyuman. Ia merasa jantungnya berdebar-debar. Tidak lama lagi ia akan bertemu orang tuanya.     

Ia sudah tidak sabar!     

Seperti apa rupa mereka dulu? Apakah sama seperti yang diingatnya? Oh... ia sangat merindukan mereka.     

"Bagus," kata Xion. Sebentar lagi acara pesta dimulai. Kita bisa pergi ke istana untuk menghadirinya.     

"Pesta apa?" tanya Emma keheranan. "Oh.. maksudmu?"     

Emma segera teringat bahwa Kaoshin dan Arreya tiba-tiba memutuskan untuk melarikan diri di malam sebelum pernikahan Arreya dengan Pangeran Darius. Keputusan mereka yang mendadak itu selalu membuat Emma bertanya-tanya. Mengapa mereka menunda di saat terakhir baru memutuskan untuk kawin lari...     

Dari apa yang didengar Emma selama ini, ibunya sudah siap menikah dengan Pangeran Darius karena mereka memang sudah bertunangan sejak lama. Ayahnya, Kaoshin juga tahu diri bahwa ia tidak boleh merebut tunangan pangeran putra mahkota, sehingga ia memilih masuk militer untuk menjadi pelindung Arreya sebagai ratu Akkadia.     

Tetapi keduanya tiba-tiba saja memutuskan untuk membuang semua itu dan melarikan diri bersama di saat terakhir. Apa yang membuat mereka berubah pikiran? Apakah terjadi sesuatu di malam pesta tersebut? Emma sangat ingin mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.     

"Kita harus pergi dari sini," kata Xion sambil memegang tangan Emma. "Nanti akan ada pelayan yang datang dan keheranan saat melihatmu. Kau terlalu mirip dengan ibumu."     

Pemuda itu tiba-tiba terdiam setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Ia baru menyadari bahwa Emma sudah sangat lama tidak bertemu ibunya, sementara Xion baru beberapa jam yang lalu bertemu Arreya sehingga dapat mengatakan bahwa Emma sangat mirip dengan ibunya.     

Emma menelan ludah dan membuang muka. Ia tak ingin Xion melihat wajahnya yang kembali berduka. Emma merasa tidak enak terus merepotkan Xion padahal pria itu telah melakukan banyak hal untuknya.     

"Aku tidak apa-apa," kata Emma pelan. "Ayo kita pergi dari sini."     

Ia menyambar sebuah syal tipis dari lemari dan berjalan keluar kamar sambil menarik tangan Xion. Begitu mereka keluar dari kamar itu, tiba-tiba muncul sepasukan pelayan dengan pakaian indah berwarna biru yang segera menghadang langkah keduanya.     

"Yang Mulia Tuan Putri, kami dari tadi mencari-cari Anda," kata seorang pelayan paling tua sambil membungkuk hormat.     

Emma mengerutkan keningnya. "Aku? Kalian mencariku?"     

"Benar. Para putri dari Taeshi ditunggu di halaman depan untuk berangkat ke istana bersama. Anda tidak boleh membuat kakak Anda malu karena adiknya terlambat."     

"Kakak?" Emma bertukar pandang dengan Xion. Akhirnya gadis itu membaca pikiran sang pelayan dan mengetahui bahwa mereka mengira ia adalah adik Putri Arreya yang bernama Lilia.     

"Aku bukan...." Emma hendak mengatakan ia bukan Putri Lilia tetapi tiba-tiba matanya telah menatap sosok seorang laki-laki tampan yang berjalan mendekati mereka. Untuk sesaat Emma terpaku, kakinya seketika menjadi lemas.     

"Madam Xe, ada apa?" tanya laki-laki itu dengan sopan. Walaupun wanita di depannya adalah seorang pelayan, sementara pria itu adalah seorang jenderal muda, ia tetap bersikap sopan dan hormat kepada Madam Xe karena wanita itu jauh lebih tua darinya.     

Hal inilah yang membuat orang-orang sangat menyukai sang jenderal dan selalu tampak senang saat mendengar ia bicara. Kata-katanya sopan, diucapkan dengan nada yang lembut namun tegas.     

Kepala pelayan yang dipanggil Madam Xe barusan segera berbalik dengan wajah tersenyum kepada sang pria. "Jenderal Stardust jadi ikut repot. Maafkan kami. Namun hanya Anda yang pernah bertemu adik Putri Arreya, sehingga kami membutuhkan bantuan Anda untuk menemukannya. Untungnya kami segera melihatnya berkeliaran di area sini."     

Kaoshin Stardust mengangkat wajahnya ke arah Emma dan seketika matanya tampak berkilat keheranan. Ia tak dapat mengalihkan pandangannya dari gadis itu.     

Si.. siapa dia?     

Begitu Emma melihat ayahnya, ia hampir lupa bernapas. Ia seketika menjadi terguncang. Tubuhnya gemetar tanpa dapat dikontrol lagi dan air matanya kembali mengalir deras. Ia tidak tahu bahwa ia masih bisa meneteskan air mata.     

"Ayah..." Gumaman gadis itu sangat pelan, hanya didengar oleh Xion.     

Suaranya serak dan sangat memedihkan hati. Emma menekan dadanya dengan tangan. Tiba-tiba ia merasa kesulitan bernapas, seolah udara di sekitarnya telah diambil hingga ia berada di ruang hampa udara.     

Ia tidak dapat percaya pada penglihatannya. Ayahnya yang sangat ia rindukan kini berada di depannya, dan menatapnya dengan pandangan keheranan.     

Kaoshin tampak jauh lebih muda dan segar daripada yang diingat Emma. Oh.. ayahnya sangat tampan dan gagah.     

Emma ingin sekali menghambur dan memeluknya, menangis di dadanya dan menyatakan betapa ia sangat merindukannya.     

"Emma.. kita harus pergi dari sini," bisik Xion cepat sambil menarik tangan Emma.     

Ia telah melihat apa yang terjadi dan merasa sangat kuatir karena mereka telah melanggar aturan pertama dalam melakukan perjalanan waktu.     

Seharusnya ia dan Emma tidak bicara kepada siapa pun karena akan mengundang interaksi yang kemudian akan memiliki dampak seperti riak.     

Satu peristiwa kecil akan memengaruhi peristiwa berikutnya yang akan menimbulkan dampak yang semakin lama semakin besar, dan akhirnya, Xion takut akan mengubah masa depan. Mereka harus segera menghilang sebelum terjadi interaksi lebih lanjut.     

"Maafkan kami. Sepertinya kami tersesat dan salah masuk ruangan. Istana ini besar sekali," kata Xion buru-buru dengan cengiran lebar. Ia membungkuk dalam-dalam kepada Madam Xe dan Kaoshin lalu menarik Emma berjalan cepat-cepat menghindar dari sana.     

Emma terpaksa menyeret kakinya untuk mengikuti langkah Xion, berjalan pergi dari situ secepatnya, menghindari Kaoshin dan para pelayan di situ.     

"Aku bukan... bukan Putri Lilia. Kalian salah orang... Maafkan aku," kata gadis itu tergagap sambil membungkuk dalam-dalam dan berlari mengikuti Xion yang menarik tangannya.     

Hati Emma dipenuhi emosi yang saling campur aduk. Antara bahagia karena bertemu ayahnya, setelah sekian lama, dan duka karena ia tak dapat memeluk ayahnya. Madam Xe, para pelayan yang menyertainya tampak kebingungan melihat apa yang terjadi.     

Mereka melihat ke arah Kaoshin dengan pandangan bertanya.     

"Apakah itu benar bukan Putri Lilia adik Putri Arreya?" tanya Madam Xe kepada Kaoshin. "Aku tadi langsung berasumsi itu Putri Lilia karena wajahnya mirip sekali dengan beliau."     

Kaoshin menatap Emma dan Xion yang berjalan menjauh, dengan pandangan keheranan. Ia mengenal Lilia, adik Arreya, karena ia pernah berkunjung ke Taeshi beberapa kali bersama Arreya dan bertemu seisi keluarganya. Kaoshin tahu pasti bahwa gadis yang sedang tergesa-gesa pergi itu bukanlah Lilia.     

Lalu, kenapa wajahnya mirip sekali dengan Arreya? Kaoshin tak habis pikir.     

"Aku tidak tahu, Madam Xe," pria itu akhirnya menjawab pertanyaan sang pelayan.     

"Kurasa tadi ia menangis," Madam Xe melanjutkan kata-katanya. "Apakah menurut Anda laki-laki yang bersamanya itu yang membuatnya menangis?"     

Kaoshi menggeleng. "Kurasa bukan. Pemuda itu terlihat seperti lelaki baik."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.