Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kembali Ke Masa Lalu (3)



Kembali Ke Masa Lalu (3)

0Therius menyadari bahwa tidak ada gunanya menyembunyikan kebenaran. Lebih baik jika is segera menceritakan apa yang terjadi sebenarnya agar mereka dapat segera melalui kesedihan ini. Akhirnya, ia pun pelan-pelan menceritakan tentang pengalamannya setelah Emma ditangkap pengawal raja dan akhirnya Arreya meninggal.     

Selama Therius bercerita, Emma mendengarkan dengan air mata yang mengalir tanpa henti. Sungguh pemandangan yang mematahkan hati, melihat Emma kembali mengalami penderitaan saat ia kehilangan orang yang ia sayangi. Xion merasa dadanya sesak dan ia kesulitan bernapas.     

Ia belum pernah merasa sesedih ini untuk orang lain sebelumnya. Sayangnya, tidak ada yang dapat ia lakukan. Seperti yang ia katakan sebelumnya, bahkan seorang Time Master tidak boleh kembali ke masa lalu untuk mengubah masa depan.     

Walaupun ia ingin sekali mencegah kematian Arreya, tidak ada yang dapat ia lakukan. Hal ini sungguh membuatnya merasa tidak berguna.     

"Aku... hanya ingin bertemu orang tuaku..." tangis Emma akhirnya pecah setelah Therius menyelesaikan ceritanya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis tersedu-sedu. "Aku sangat merindukan ayahku... aku sangat merindukan ibuku... Selama belasan tahun, aku selalu memikirkan mereka. Kenapa.. kenapa nasibku buruk sekali? Ayahku dibunuh sebelum aku tiba... dan ibuku mati demi menyelamatkanku.."     

"Emma..." Xion akhirnya angkat bicara. "Ibumu berpesan agar kau jangan bersedih. Bagi mereka, kau adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup mereka. Mereka sangat, sangat bahagia bertemu denganmu. Apakah kata-kata beliau ada artinya bagimu?"     

Emma mengangkat wajahnya yang bersimbah air mata dan menatap Xion lekat-lekat. "Ibu selalu mengatakan hal yang sama... agar aku jangan bersedih. Aku tidak mengerti apa artinya."     

Xion terdiam mendengar jawaban Emma. Ia mulai mengerti apa yang terjadi sebenarnya dan pikirannya memusing.     

"Xion..." Therius menarik napas panjang. Ia lalu menoleh kepada temannya dan berkata dengan suara rendah. "Kurasa... kau sudah tahu apa yang terjadi?"     

Xion akhirnya mengangguk.     

Selama berbulan-bulan ia dibuat bingung oleh cincin Emma yang menggantung di leher Therius sejak belasan tahun yang lalu. Ia sampai menduga ada Time Master selain dirinya di dunia ini, yang ikut campur dan membuat Therius menemukan cincin itu di masa lalu.     

Mungkin sebenarnya.. yang terjadi jauh lebih sederhana dari itu.     

"Emma... kau masih punya permintaan yang ingin kau tukar kepadaku, bukan?" tanya Xion kepada Emma. "Kau memenangkan balapan kita dan memperoleh dua permintaan dari Therius dan aku. Apakah kau ingin menukarnya sekarang?"     

Gadis itu menghentikan tangisnya dan menggigit bibirnya. Ia benar-benar tidak mengerti mengapa Xion harus mengungkit hal itu di saat ia sedang berduka seperti ini. "Xion... tidak ada yang dapat kau berikan kepadaku. Aku hanya ingin bertemu orang tuaku..."     

"Aku... akan mengabulkannya," kata Xion tegas. "Apakah itu yang kau inginkan?"     

Emma mengerutkan keningnya. "Permintaanku... tidak akan dapat dikabulkan siapa pun. Hanya—"     

Sepasang mata gadis itu tiba-tiba membulat besar sekali ketika pelan-pelan sekeliling mereka berubah. Ia begitu terkejut hingga tanpa sadar ia memegang tangan Xion untuk menahan tubuhnya yang oleng.     

Therius menghilang dari sisinya dan pemandangan di sekitar mereka berubah dengan sangat cepat seolah ia berada dalam sebuah video time-lapse yang bergerak mundur dengan kecepatan tinggi.     

"Xi—Xion... a.. ada apa ini?" tanya Emma panik. Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Pemandangan di sekitarnya yang berubah dengan sangat cepat membuat kepalanya pusing.     

Xion memegang tangan Emma kuat-kuat. "Bertahanlah, Emma. Ini hanya sebentar."     

Emma bangkit dari duduknya karena kursi tempatnya duduk tiba-tiba menghilang. Tubuhnya terhuyung dan hampir jatuh kalau Xion tidak menangkap tubuhnya.     

"Xi.. Xion, apa yang sedang terjadi?" bisik Emma dengan suara parau.     

Semua yang terjadi sangat membuatnya bingung. Xion tidak menjawab. Ia mengeratkan pegangannya pada tangan Emma. Lebih baik menunggu hingga Emma melihat sendiri barulah ia akan memberi tahu gadis itu apa yang terjadi.     

"Tutup matamu," bisik Xion kemudian saat melihat Emma memegang keningnya akibat rasa pusing yang melanda. Dengan lembut ia menaruh tangannya di depan mata gadis itu. "Sebentar lagi selesai."     

Tanpa sadar, Emma memejamkan matanya dan menuruti permintaan Xion. Dadanya berdebar-debar saat ia mengingat kata-kata Xion sebelum sekelilingnya berubah seperti ini.     

Apa tadi katanya? Xion dapat membantu Emma bertemu orang tuanya? Bagaimana caranya? Apakah ia akan membawa Emma ke dunia orang mati?     

Atau....?     

Otak Emma bekerja dengan cepat saat ia mengingat bagaimana sekeliling mereka berubah setelah Xion mengatakan bahwa ia akan mengabulkan permintaan Emma.     

Apakah... Xion adalah....?     

Akhirnya perubahan seperti time-lapse yang terjadi di sekitar mereka pelan-pelan melambat, dan akhirnya berhenti sama sekali.     

Xion melepaskan tangannya dari mata Emma dan berbisik lembut. "Kita sudah tiba. Kuharap kau jangan berteriak..."     

Emma membuka matanya perlahan-lahan untuk melihat sekeliling mereka. Begitu pandangannya menangkap semua yang ada di sekitarnya... gadis itu seketika menekap bibirnya.     

"Di... di mana kita?" bisik Emma dengan suara bergetar. Pikirannya sudah memikirkan suatu kemungkinan, tetapi ia tidak berani memikirkannya lebih lanjut. Ia menatap Xion dengan pandangan penuh pertanyaan.     

"Kita ada di istana pangeran putra mahkota," kata Xion tenang. "Aku akan membawamu bertemu orang tuamu, tetapi kau tidak boleh mengatakan apa-apa. Kita tidak boleh mengubah masa lalu."     

"Masa lalu?" Emma menelan ludah. "Xion... Siapa kau sebenarnya?"     

Xion tersenyum sedikit dan mengangkat bahu. "Aku adalah Time Master, penguasa waktu. Aku dapat pergi ke masa lalu atau masa depan, tetapi aku tidak pernah dan tidak boleh ikut campur dan mengubah sejarah. Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Kau adalah orang pertama yang kubawa bersamaku."     

"Xion..." Emma menatap Xion dengan sepasang mata membulat besar. Rasanya sangat sulit dipercaya. "Kau.. tidak bercanda?"     

Xion mengedarkan pandangannya ke sekeliling mereka dan mengembangkan tangannya ke arah Emma, seakan mengajak gadis itu memeriksa sendiri apakah ia berbohong atau tidak.     

Emma menahan napas dan berjalan mengitari ruangan tempat mereka berada. Ruangan ini mirip dengan kamarnya di masa depan, tetapi perabotan dan desainnya agak berbeda. Ia lalu berjalan ke arah jendela dan berusaha melihat keluar untuk memastikan pemandangannya berbeda.     

Benar saja! Di luar jendela ia menemukan tatanan taman dan pohon-pohon yang ada di sana berbeda dengan yang ia lihat dari jendela kamarnya sebelumnya.     

"Kau hebat!" kata Emma dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih... Apakah kau membawaku untuk bertemu orang tuaku di masa lalu?"     

"Benar. Karena mereka sudah meninggal, aku hanya bisa membawamu bertemu mereka di masa lalu. Kurasa tidak apa-apa jika kau melihat mereka dari jauh. Asalkan kau menjaga jarak dan tidak bicara kepada mereka atau menimbulkan kecurigaan. Kita tidak boleh mengubah sejarah."     

Xion sangat takut jika mereka tidak sengaja mengubah sejarah, Emma tidak akan lahir dan ia tak dapat bertemu gadis itu di masa depan.     

Karenanya mereka haruslah sangat berhati-hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.