Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Penyesalan Therius



Penyesalan Therius

0"Selamat siang, Yang Mulia Ratu Ygrit," Therius segera menghampiri neneknya dan memberi hormat. "Maafkan aku, baru tiba pagi ini dan baru mengetahui kakek sudah mangkat."     

Ratu Ygrit duduk di kursi besar yang tampak seperti kursi kebesaran di samping sebuah tempat tidur besar dengan kelambu yang tertutup di sampingnya. Dari balik kelambu, Therius dan teman-temannya dapat melihat Raja Cassius terbaring dengan ditutupi selimut.     

Ahh... akhirnya kakeknya meninggal juga. Therius tidak tahu apakah ia lebih merasa lega atau sedih saat melihat sendiri laki-laki tua yang sudah membesarkannya itu kini telah tiada, dan ia akhirnya akan naik takhta menjadi raja.     

Ia telah menyiapkan diri sejak sepuluh tahun lalu untuk peristiwa hari ini, ketika kakeknya yang menua akhirnya menutup mata atau mengundurkan diri dari jabatan raja.     

Ia telah belajar keras segala ilmu ketatanegaraan, membina hubungan baik dengan orang-orang dan keluarga berpengaruh, mencari dukungan di antara para bangsawan dan politisi, bahkan terlibat semua intrik di istana dan mengamankan kedudukannya sebagai calon raja.     

Namun, ketika hari itu akhirnya tiba... sesungguhnya Therius merasa mati rasa. Ia tidak terlalu antusias menghadapi momen ketika ia akan dilantik menjadi raja Akkadia. Saat ini pikirannya dipenuhi oleh Emma dan bagaimana ia dapat menyelamatkan calon istrinya.     

"Pangeran Licht," Ratu Ygrit menyapa Therius, tetapi pandangan matanya terarah kepada Arreya yang berjalan di samping cucunya. "Kau membawa pengkhianat itu kemari. Terima kasih."     

"Yang Mulia," Arreya ikut membungkuk hormat kepada sang ratu tua dan menyapanya dengan sopan. Bagaimanapun dulu Ratu Ygrit adalah calon ibu mertuanya. Walaupun wanita tua itu sangat jahat kepadanya, Arreya dapat mengerti kebencian wanita itu disebabkan pengkhianatan yang dilakukannya sendiri.     

"Arreya... rupanya kau masih punya hati, membiarkan sepuluh juta warga Taeshi hidup dengan menyerahkan nyawamu..." komentar Ratu Ygrit sinis. "Kupikir kau sudah tidak punya hati nurani."     

"Yang Mulia.. aku mengerti apa yang kau rasakan. Aku meminta maaf, tetapi aku tidak dapat mengembalikan Darius," kata Arreya dengan suara tegas. "Kau telah membunuh suamiku. Aku telah kehilangan orang yang paling kucintai di dunia ini. Kurasa ini membuat kita seimbang."     

"Tidak. Kau tidak boleh seenaknya menentukan apa yang seimbang atau tidak. Aku kehilangan anak laki-lakiku... kau tidak tahu rasanya," tukas Ratu Ygrit dengan wajah memerah karena marah. "Aku ingin kau menyaksikan dengan mata kepalamu sendiri... bagaimana anakmu mati agar, kau mengerti apa yang aku rasakan."     

"Nenek!!"     

"Yang Mulia!"     

Therius dan Arreya berteriak bersamaan. Mereka sangat terkejut mendengar kata-kata tajam Ratu Ygrit. Seketika dada mereka dilanda perasaan takut yang sangat besar.     

Tiba-tiba sebuah layar hologram 3D menyala di antara Ratu Ygrit dan rombongan Therius. Mereka melihat Emma diikat dan dipegangi kuat-kuat oleh dua orang pengawal bertubuh besar, sementara Yldwyn berdiri di sampingnya dengan wajah gugup.     

"Emma!!"     

Arreya, Therius dan Xion menahan napas dan hampir terhuyung karena kaget melihat pemandangan mengerikan itu. Salah seorang pengawal tampak sudah menghunus pedang yang sanga panjang dan terlihat berkilat-kilat.     

"Nenek, apa yang kau lakukan? Kau sudah berjanji tidak akan menyakiti calon istriku!" bentak Therius dengan emosi yang memuncak.     

"Benarkah aku berjanji seperti itu?" tanya Ratu Ygrit sambil mengangkat bahu. "Aku tidak ingat."     

Therius mengepalkan tinjunya dengan marah. Ia hendak menghambur ke arah neneknya ketika wanita tua itu mengangkat tangannya dan mencegah Therius untuk bergerak.     

"Sedikit saja kalian bergerak hendak membunuhku.. maka Yldwyn akan memerintahkan pengawal memenggal kepala Emma Stardust. Kau ingin melihat kepala cantiknya itu menggelinding ke lantai? Silakan saja," kata Ratu Ygrit dengan suara sedingin es.     

Xion ikut mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga buku jarinya memutih. Seandainya istana ini tidak dilindungi perisai anti-sihir, akan sangat mudah baginya untuk melumpuhkan penyihir tua ini.     

Suasana segera menjadi tegang. Bahkan para pengawal raja Cassius tampak menahan napas. Mereka tidak menduga Ratu Ygrit akan berbuat sejauh itu. Joren dan Lora saling pandang dengan ekspresi kalut.     

Bagaimanapun Emma adalah calon istri raja baru mereka. Kalau sampai terjadi apa-apa kepadanya, mereka yakin Therius akan mengamuk. Sang pangeran terkenal sangat keras dan tidak kenal ampun.     

Apa yang harus mereka lakukan? Bagaimanapun Raja Cassius sudah mangkat. Kini Theriuslah pemimpin mereka.     

"Joren, Lora! Apakah kalian tahu di mana Emma ditahan?" bentak Therius kepada dua laki-laki itu. "Jawab aku!!"     

Keduanya menggeleng kalut. Mereka bahkan tidak mengetahui Ratu Ygrit telah memerintahkan beberapa pengawal yang lain untuk menangkap Emma dan mengancamnya dengan pedang.     

"Maaf, Yang Mulia... Hamba tidak tahu," kata Joren dengan nada menyesal. Wajahnya diliputi kekalutan dan rasa kasihan. Ia tidak dapat membayangkan jika kepala gadis cantik itu benar-benar akan menggelinding di lantai. Pasti Pangeran Licht akan merasa sangat trauma.     

"Pangeran Licht! Kusarankan kau tidak ikut campur!" bentak Ratu Ygrit tiba-tiba. Sepasang matanya tampak menyala-nyala penuh dendam.     

"Nenek.. kumohon. Bebaskan Emma. Dia tidak bersalah..." Therius buru-buru berlutut dan memohon kepada Ratu Ygrit. "Kumohon, lepaskan dia."     

"Tidak bersalah?" Ratu Ygrit mendengus. "Darius juga tidak bersalah. Ia adalah pemuda yang sangat baik. Tetapi Arreya mengkhianatinya dan menyebabkan kematiannya. Kurasa sekarang ia baru akan mengerti betapa sakitnya ditinggalkan seorang anak, jika ia melihat sendiri anaknya mati."     

Therius menggeleng-geleng putus asa. "Kumohon, Nenek... Jangan membunuh wanita yang kucintai. Kalau Nenek melakukannya... aku tidak akan bisa hidup lagi."     

Ratu Ygrit memegang keningnya dengan ekspresi sedih. Ia lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ahh, Pangeran Licht. Ternyata kau belum lepas dari sihir gadis itu. Kau masih saja membelanya."     

"Bukan, Nenek. Aku tidak disihir oleh Emma. Sama sekali tidak. Aku memang mencintainya. Aku ingin hidup bersamanya. Kalau Nenek memutuskan untuk membunuhnya, sebaiknya bunuh aku juga...." Therius merebut pedang panjang dari tangan Lora dan mengarahkan gagangnya ke arah neneknya. "Sebaiknya Nenek bunuh aku dulu."     

Air matanya mengalir perlahan-lahan ke pipinya. Therius merasa sangat bersalah dan frustrasi karena situasi menjadi demikian buruk. Ia yang bertanggung jawab membuat Emma berada dalam bahaya seperti ini.     

Seandainya ia tidak membawa gadis itu pulang ke Akkadia... mungkin sekarang Emma masih akan baik-baik saja tinggal di bumi. Seharusnya waktu itu ia menyembuhkan Haoran dan meninggalkan Emma untuk hidup bahagia bersamanya...     

Kenapa ia begitu egois?     

Dengan memaksa Emma ikut dengannya, Therius hanya membawa duka demi duka yang datang beruntun kepada gadis itu. Ayahnya mati, dan kini ia pun menghadapi ancaman pembunuhan. Situasinya sangat berbahaya.     

Seandainya Therius tidak egois dan mampu bersikap seperti Xion, Emma masih akan hidup bahagia di bumi. Ia tidak akan pernah tahu keadaan ayahnya. Ia mungkin akan selalu mengira bahwa keluarganya baik-baik saja di Akkadia.     

Mungkin... sebaiknya ia segera membawa Xion keluar dari istana ini agar sahabatnya itu dapat menggunakan kekuatannya sebagai Time Master, lalu pergi kembali ke masa lalu dan memberi tahu Therius sebelum ia berangkat ke bumi untuk memaksa Emma ikut pulang ke Akkadia.     

Xion harus memberi tahu Therius di masa lalu untuk menyembuhkan Haoran lalu pulang ke Akkadia tanpa Emma.     

Biarlah Emma tetap di bumi bersama Haoran, asalkan ia bisa selamat...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.