Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kalian Punya Kaki, Kan?



Kalian Punya Kaki, Kan?

0Entah kenapa justru Emma yang merasa malu ketika teman-teman sekelasnya bergerombol di depan pondok Marlowe dan memperhatikan sang guru seksi itu bekerja.     

Astaga... ini canggung sekali, pikirnya.     

"Ahem..." Emma mendeham untuk menarik perhatian Marlowe.     

Apakah pria ini benar-benar tidak melihat ada segerombolan gadis berkumpul di depan pondoknya?     

Marlowe mengangkat wajahnya dan menatap rombongan itu dengan mata acuh.     

"Sedang apa kalian di situ?" tanyanya. Matanya menatap Emma dengan tajam.     

"Kami sedang tur keliling sekolah dengan diantar dua senior." Emma terpaksa menjelaskan. "Kebetulan kami pulangnya lewat sini."     

Ia jelas berbohong karena semua orang tahu bahwa jalan menuju ke asrama berlawanan arah dengan pondok itu. Karenanya Emma buru-buru menambahkan. "Senior kami menceritakan bahwa di sini adalah klinik untuk hewan, karenanya mereka menawarkan untuk sekalian mampir. Jadi, kalau nanti kami menemukan ada hewan yang terluka, kami sudah tahu harus membawa mereka kemana."     

Teman-temannya tersenyum senang karena Emma berhasil menemukan alasan bagi mereka untuk mampir. Hanya Emma yang mengerti bahwa alasan yang ia sampaikan tadi menjadi masuk akal karena Lyra terluka diserang orang tadi malam.     

Kalau nanti para siswa juga menemukan ada hewan lain yang menjadi korban, mereka akan dapat segera membawanya kepada Marlowe. Hal ini membuat alasan yang disampaikannya terdengar tidak dibuat-buat.     

Marlowe mengangguk-angguk mendengar jawaban Emma. Ia terlihat senang memikirkan bahwa murid-murid ini akan memperhatikan hewan yang mereka temui nanti dan membawa mereka kepadanya jika hewan-hewan itu ada yang terluka.     

"Hmm.. ide bagus," kata dengan suara senang. "Kalian sebaiknya memang mengetahui di mana letak klinik hewan di sekolah ini."     

Para siswa perempuan menarik napas lega. Sebagian ada yang terkikik senang mendengar suara Marlowe yang berubah ramah.     

Ahh... pak guru yang seksi ini ternyata tidak segalak yang orang-orang bilang, pikir Emma.     

"Pak, bolehkah kami melihat hewan-hewan apa saja yang ada di klinik ini?" Tiba-tiba terdengar suara Miri yang bertanya dengan berani. Ia sengaja mencari alasan untuk masuk ke dalam pondok sang Beast Teacher.     

Gadis chubby yang cantik itu tampak sangat antusias. Semua orang menoleh kepadanya, lalu menoleh ke arah Marlowe, sangat penasaran ingin mendengar jawaban dari guru seksi itu, apakah ia akan mengizinkan mereka masuk ke klinik sekaligus tempat tinggalnya itu atau tidak.     

"Masuklah," kata-kata Marlowe ini segera disambut teriakan antusias 15 gadis di depan pondoknya. Sementara Emma hanya memutar matanya.     

Oke, ini tidak seperti yang ia pikirkan. Tadinya ia mengira Marlowe akan mengusir mereka semua. Ternyata ia malah mempersilakan mereka masuk.     

Semua murid yang ada di sekitarnya juga sama sekali tidak mengira sang Beast Teacher sedang dalam suasana hati yang sangat bagus. Bukan saja ia tidak marah melihat mereka bergerombol di depan pondoknya, ia juga mengizinkan mereka masuk.     

"Kalian mau masuk juga?" tanya Marlowe kepada sebelas pemuda yang masih menunggu di depan halaman.     

Arlan garuk-garuk kepala dan bicara dengan suara ragu. "Kami sih mau saja masuk, tapi pondok Bapak kecil. Kami takut membuat berantakan dan tempatnya tidak cukup untuk dimasuki orang sebanyak ini. Biar gadis-gadis saja."     

Marlowe mengangkat bahu. "Terserah kalian kalau begitu. Tapi kalian tidak boleh pergi dulu. Kalian harus menunggui teman-teman perempuan kalian dan mengantar mereka pulang. Aku tidak mau mengantar mereka."     

Karena ia masih menguatirkan keselamatan para siswa kalau mereka berkeliaran sendirian, Marlowe memaksa siswa lelaki menunggu. Ia tidak sudi mengantar gadis-gadis itu kembali ke asrama karena ia sedang sibuk.     

Emma juga sebenarnya kuatir pondok Marlowe yang kecil akan terasa begitu sempit kalau dimasuki belasan tamu sekaligus, tetapi ia tidak punya pilihan. Ia tidak mau menunggu bersama para siswa lelaki di bawah terik matahari.     

Ia juga ingin tahu bagaimana Marlowe akan memperlakukan gadis-gadis penggemarnya itu. Akhirnya ia ikut masuk ke dalam pondok mengikuti Marlowe dan 15 siswa perempuan lainnya.     

Namun, ketika Emma melangkah masuk ke dalam pondok, gadis itu terhenti di ambang pintu.     

Ia tidak mengenali ruangan dalam pondok ini. Bukankah tadi malam di dalam pondok kecil ada penuh sesak dengan tempat tidur untuk hewan? Tetapi kini ruangannya tampak sangat besar dan nyaman dengan berbagai hewan bergerombol sesuka mereka di berbagai sudut.     

Apakah tadi malam ia bermimpi?     

Mengapa tiba-tiba pondok Marlowe menjadi besar? Bahkan dengan kehadiran 16 orang tamu, ruangan di dalamnya tetap terasa luas. Ia menoleh ke arah Marlowe meminta penjelasan, tetapi sang guru tampak tidak berkenan menjelaskan apa pun kepadanya.     

Sebentar... apakah ini perbuatan Space Master? Emma bertanya-tanya jika memang rumah Marlowe bisa menyesuaikan dengan jumlah orang yang masuk ke dalamnya.     

Emma ingat perkataan Xion bahwa Space Master memang memiliki kekuatan untuk mengendalikan ruang. Itu sebabnya tim ekspedisi luar angkasa bisa bepergian selama berbulan-bulan tanpa membawa kapal kargo kalau mereka memiliki seorang Space Master.     

Dengan adanya Space Master, mereka dapat menyiapkan ruang sebesar apa pun untuk membawa bahan persediaan.     

Ahh, Marlowe, kau ini beruntung sekali, pikir Emma.     

Ia melihat ke sekelilingnya dan mendecak kagum. Pondok yang terlihat kecil dari luar ini, ternyata sangat luas dan nyaman begitu orang-orang masuk ke dalam. Teman-teman sekelas Emma juga berpendapat sama.     

Mereka melihat-lihat dengan kagum.     

"Tadi malam aku menemukan salah seekor binatang peliharaanku terluka di jalan, Lee yang membantuku membawaya pulang," kata Marlowe acuh sambil menunjuk sebuah tempat tidur berisi Lyra yang sedang berbaring. "Kalau kalian menemukan hewan yang terluka, sebaiknya kalian segera memberi tahu sekolah dan membawanya kemari."     

Teman-teman sekelas Emma menatap gadis itu dengan mata membulat. Mereka seketika ingat gosip yang tersebar tadi pagi bahwa Emma masuk ke pondok Marlowe dan tidur dengannya. Mereka sekarang mengerti bahwa berita itu tidak benar.     

Ternyata, Emma hanya membantu Marlowe mengurus salah satu hewannya yang terluka. Ah, mereka menyesal telah berpikiran buruk kepada gadis itu.     

Tadinya mereka mengira Emma memiliki hubungan gelap dengan Marlowe mengingat ia menghabiskan waktu cukup lama di dalam pondoknya, sebab sang Beast Teacher terkenal ketus dan tidak akan membiarkan murid masuk ke pondoknya.     

Namun, kini, buktinya Marlowe dengan gampang menerima mereka semua. Itu tandanya, gosip bahwa Marlowe itu judes dan tidak akan menerima siswa masuk pondok adalah gosip yang tidak benar.     

Emma tersenyum tipis saat membaca isi hati gadis-gadis itu yang telah berubah pikiran tentang dirinya. Mereka tidak lagi menganggap ia sebagai murid genit yang menggoda guru seksi mereka.     

"Kalian mau minum?" tanya Marlowe tiba-tiba.     

Semua gadis itu dengan serentak mengangguk. Wajah mereka tampak berseri-seri.     

Marlowe menunjuk ke arah kanannya. "Dapur ada di sebelah kanan. Kalian punya kaki, kan? Kalian bisa mengambil sendiri minuman dari kulkas."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.