Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Ulla



Ulla

0Karena akademi ini adalah sekolah asrama, ada dua menara yang berfungsi sebagai tempat tinggal siswa. Menara yang pertama untuk perempuan, dan menara kedua untuk laki-laki.     

Setiap siswa akan mendapat kamarnya sendiri, dan mereka akan merasa seperti tinggal di sebuah apartemen yang bagus.     

Sekolah ini gratis untuk siswa-siswa yang diterima di sini karena semua biayanya ditanggung oleh Raja Akkadia. Karena itu siapa saja, dari kalangan bangsawan, keluarga kaya, maupun dari kalangan tidak mampu semuanya dapat diterima masuk ke akademi asalkan mereka mampu menunjukkan bakat yang baik.     

"Selamat datang kepada semua siswa baru di Mage Academy," sapa Pak Anrankin kepada 100 orang siswa baru yang tahun ini diterima masuk ke akademi. Ada sekitar 55 laki-laki dan 45 perempuan yang berasal dari berbagai provinsi di Akkadia dan bahkan sebagian dari kerajaan lain.     

Terlihat dari pakaian mereka yang berbeda dan dandanan sebagian murid yang terlihat unik. Emma bahkan melihat beberapa lelaki dan perempuan yang terilhat mengenakan pakaian yang unik dari Thaesi.     

"Heii... selamat pagi. Namaku Ulla. Kau siapa?" seorang gadis berambut pendek berwarna biru muda yang baru tiba dan duduk di samping Emma segera memperkenalkan diri.     

Wajahnya tampak kekanakan dan jahil. Untuk sesaat Emma tertegun. Ia tidak mengira akan langsung disapa begitu saja oleh orang yang tidak dikenalnya.     

Hampir saja ia membaca pikiran Ulla. Emma buru-buru menahan diri. Ia tidak ingin melanggar privasi orang lain, apalagi sesama murid yang nanti akan menjadi teman sekolahnya.     

"Selamat pagi, namaku Lee," kata Emma.     

"Ahh... senang bertemu denganmu, Lee," sapa Ulla dengan ramah. "Kau memiliki kekuatan apa?"     

Emma memutuskan untuk menjawab pertanyaan Ulla dan bersikap ramah kepadanya karena gadis itu tampak sangat riang dan menyenangkan. Ah.. mungkin Therius benar saat mengatakan bahwa Emma akan dapat memperoleh teman di akademi.     

"Aku adalah seorang herbomancer," jawab gadis itu.     

Wajah Ulla yang tadinya tampak antusias berubah menjadi sedikit kecewa. Emma tidak tahu apakah Ulla kecewa padanya atau merasa kasihan. Apakah begitu buruk menjadi seorang herbomancer?     

"Oh... kau mengendalikan tanaman, ya?" Ulla mengangguk-angguk. "Kurasa itu cocok untukmu. Kau terlihat sangat manis dan lembut."     

Emma hendak tertawa mendengar kata-kata Ulla. Ia tidak tahu bahwa penampilannya dianggap terlihat manis dan lembut. Emma adalah seorang gadis yang dingin dan dulu tidak segan-segan untuk menyerang Therius dan bertarung dengannya untuk membalaskan dendam keluarganya.     

"Kau sendiri, punya kekuatan apa?" Emma balik bertanya.     

Ulla tampak tersenyum bangga dan mengangkat tangannya, menunjukkan nyala api kecil di ujung telunjuknya. "Aku seorang pyromancer."     

Ulla memamerkan nyala api di ujung jari telunjuknya. Wajahnya tampak bangga sekali. Emma memperhatikan perbuatan gadis itu dengan ekspresi datar. Baginya ini adalah hal yang sama sekali tidak luar biasa mengingat ia memiliki beberapa kekuatan sekaligus, termasuk salah satu diantaranya adalah pyromancy.     

Emma juga telah melihat bagaimana Therius mampu melakukan hal yang jauh lebih mengagumkan daripada apa yang sedang dilakukan oleh Ulla sekarang.     

Ah, tentu saja mereka tidak dapat dibandingkan. Therius adalah seorang pyromancer level-10, atau sudah ada di level tertinggi. Sementara kalau Emma menebak-nebak tingkat energi Ulla, kemungkinan besar gadis ini masih berada di level-2.     

"Bagaimana menurutmu?" tanya Ulla dengan wajah berseri-seri. Ekspresinya kemudian berubah menjadi kecewa karena Emma tidak tampak kagum melihat api yang berhasil diciptakannya.     

Emma menduga bahwa selama ini Ulla selalu mendapatkan tatapan kagum dari orang-orang yang melihat ia menciptakan api seperti ini. Padahal bagi Emma, ini adalah hal sehari-hari seperti menyalakan lilin saja.     

Namun, Emma bukan gadis yang tidak tidak punya hati. Ia sama sekali tidak menghina api buatan Ulla dan tersenyum sedikit, memuji pertunjukan kecil dari Ulla.     

"Bagus. Sudah berapa lama kau melatih kekuatanmu?" tanyanya.     

Ulla mengembangkan dadanya dan berbisik dengan bangga.     

"Aku dilatih oleh kakak kelas kita," kata Ulla dengan wajah sumringah. "Ahhh... kau pasti akan kagum kepadanya. Lihat saja nanti."     

"Aku kagum kepadanya? Kenapa?" tanya Emma.     

"Dia adalah ketua dewan siswa di akademi ini, sekarang ia ada di tahun ketiga. Kalau tidak salah dia akan memberikan sambutan sebagai ketua murid kepada para murid baru sesudah Pak Dekan Anrankin selesai bicara."     

"Sepertinya kau sangat mengenal kakak kelas kita itu," komentar Emma.     

Ulla menaruh jari telunjuknya di depan bibir dan berkata dengan suara setengah berbisik, seolah ia tidak ingin rahasianya diketahui orang lain.     

"Aku kenal baik dengannya karena ia adalah sepupuku. Namanya Bastian," kata Ulla. "Aku dengar dari para siswa perempuan di sini dia cukup terkenal. Ahh... aku yakin kau juga akan menjadi penggemarnya kalau kau melihat dia."     

"Kenapa aku akan menjadi penggemarnya?" tanya Emma keheranan.     

"Ahh.. kalau kau perempuan normal, pasti kau akan menyukai dia. Selain tampan dan sangat pandai, dia juga adalah ketua murid di akademi. Hampir semua siswa perempuan di sini menyukainya."     

Emma menggeleng datar dan mengangkat bahu. "Kurasa tidak mungkin. Aku sudah memiliki kekasih. Aku tidak akan tertarik kepada laki-laki lain."     

Wajah Ulla seketika tampak dipenuhi rasa ingin tahu yang besar. Sepasang matanya membulat saat ia menatap Emma dengan penuh perhatian. "Benarkah kau sudah punya kekasih? Siapa namanya? Dia umur berapa? Dia bersekolah di mana? Apakah dia sudah lulus? Apakah dia juga seorang mage seperti kita? Kalau ia seorang mage, apa kekuatan yang dimilikinya? Kalau dia bukan seorang mage, bagaimana bisa kau menjadi kekasihnya? Bukankah tidak menyenangkan kalau kita menjalin hubungan dengan orang yang berbeda dari kita?"     

Rentetan pertanyaan Ulla yang tanpa henti mengingatkan Emma akan berondongan senjata mesin yang pernah dilihatnya di film saat ia masih di bumi.     

Gadis itu mengerutkan keningnya terutama saat mendengar kalimat terakhir Ulla. "Memangnya kenapa kalau menjalin hubungan dengan orang biasa?"     

"Yah... maksudku, kita kan mage memiliki kekuatan istimewa yang membuat kita berbeda dari orang biasa. Kalau sampai terjadi apa-apa misalnya kalian berdua sedang berjalan di tengah kota dan diganggu oleh penjahat, masakan kau yang harus membela dia? Orang biasa tidak akan mampu melindungi kita. Sebaliknya justru kau yang akan melindungi kekasihmu. Kurasa sebagai perempuan, aku lebih menyukai laki-laki yang lebih kuat daripadaku dan mampu melindungiku."     

Emma seketika teringat kepada Horan. Dulu saat ia menjadi kekasih Haoran dan kemudian menikah dengannya, mereka memang berbeda seperti yang dikatakan Ulla. Ema memiliki berbagai kekuatan ajaib sementara Hoaran adalah manusia biasa.     

Namun demikian, tidak sekalipun Emma pernah memandang rendah kepada Horan. Ia tahu bahwa walaupun Haoran bukan seorang yang memiliki kekuatan ajaib, pemuda itu memiliki begitu banyak kelebihan yang dapat membuat Emma kagum dan jatuh cinta kepadanya.     

Sehingga, saat Emma mendengar kata-kata Ulla bahwa orang biasa seharusnya tidak menjalin hubungan kasih dengan seorang mage, Emma merasa tersinggung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.