Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Piknik Di Merridell (2)



Piknik Di Merridell (2)

0"Ahh.. akhirnya kita hanya berdua," komentar Emma sambil tersenyum. Ia mengembangkan kedua tangannya dan mengisi paru-parunya dengan udara hutan yang sangat segar.     

Ia tidak begitu menyukai perhatian yang mereka dapat dari orang-orang di sekitar mereka saat mereka ada di tempat ramai. Dengan datang ke bagian taman yang paling ujung dan tidak banyak didatangi orang-orang, ia dan Therius seolah bisa mendapatkan kedamaian.     

Penampilan keduanya memang terlalu menarik perhatian. Therius sangat mengesankan dengan wajahnya yang tampan dan penampilannya yang mewah. Emma sendiri pada dasarnya selalu menarik perhatian karena wajahnya yang secantik peri.     

Tadinya saat ia masih tinggal di bumi, Emma mengira penampilannya berbeda karena ia berasal dari planet lain. Ia mengira semua orang Akkadia sama seperti dirinya. Tetapi nyatanya tidak seperti itu. Ia mewarisi kecantikan ibunya, Putri Arreya yang memang terkenal sangat jelita.     

Untuk ukuran Akkadia, Emma memiliki penampilan yang sangat jauh di atas rata-rata wanita cantik lainnya. Selain rambutnya yang panjang indah berwarna platinum dan mata biru mudanya yang bersinar-sinar menawan, sikapnya yang dingin membuatnya terlihat lebih mengesankan.     

Tentu saja ia dan Therius menarik perhatian dengan penampilan mereka saja. Apalagi ditambah dengan kemesraan yang mereka tunjukkan terhadap satu sama lain. Hal ini membuat orang-orang tak dapat menahan diri untuk tidak memperhatikan dan mengagumi mereka.     

Seumur hidupnya Emma selalu menarik perhatian seperti itu, dan ia menjadi lelah. Kini, ia lebih memilih untuk melihat-lihat Merridell di bagian yang jarang dikunjungi orang.     

"Benar... kini, hanya ada kita berdua," kata Therius membenarkan. Setelah tram yang mereka naiki berlalu pergi, ia menaruh keranjang kertas berisi perlengkapan piknik mereka dan menarik Emma ke dalam rangkulannya. Tanpa malu-malu, ia segera mencium Emma dengan mesra.     

Ahh.. ia sudah menahan diri sedari tadi hendak mencium bibir mungil yang merah itu. Namun, karena ada banyak orang, dan bagaimanapun ia adalah seorang raja, ia tidak akan mencium Emma di tempat umum.     

Kini, karena sudah hanya tinggal mereka berdua, ia pun tidak segan-segan mendaratkan ciuman ke bibir Emma dan menikmati memeluk tubuh lembut gadis itu dalam rangkulannya.     

Ahh.. ia sekarang yakin, memang aroma tubuh istrinya seperti Lily of The Valley yang samar. Ia sangat menyukainya. Tanpa sadar, ia melepaskan bibirnya dari bibir Emma dan kemudian menghirup wanginya dari puncak kepala gadis itu sambil memejamkan mata.     

Ahhh... haruskah ia memindahkan ibukota ke Innstad agar ia dapat terus bersama Emma?     

"Di mana danau yang kau ceritakan tadi?" tanya Emma setelah melepaskan diri dari pelukan Therius. Ia mengambil tas kertas berisi perlengkapan piknik mereka.     

"Kalau berjalan kaki dari sini agak jauh," kata Therius sambil mengambil tas dari tangan Emma. Ia lalu menggandeng tangan gadis itu dan membawanya terbang. "Biar cepat sampai, kita terbang saja. Aku ingin kau menikmati pemandangan di sana lebih lama sebelum matahari terbenam."     

Sebentar saja keduanya telah melesat tinggi menembus pohon-pohon raksasa setinggi 30-50 meter yang ada di sekitar mereka. Area ini memang dibuat khusus untuk tanaman berukuran besar. Saat berada di bawah pohon-pohon raksasa tadi, Emma merasa seperti liliput.     

Kini, saat ia dan Therius melayang di udara, ia dapat melihat Merridell dengan sepenuhnya. Ahhh.. kebun raya ini memang besar sekali.     

Mereka melesat cepat ke arah timur dan lima menit kemudian tiba di sebuah area landai dengan hamparan rumput tinggi dan bunga-bunga beraneka warna yang memenuhi lembah sepanjang mata memandang.     

"Kita mendarat di sini," kata Therius sambil menarik tangan Emma melayang turun ke lembah penuh bunga.     

Saat keduanya melayang itulah Emma seakan teringat pada cerita Peter Pan dan Wendy di Neverland. Tanpa sadar ia tersenyum sendiri membayangkan orang lain yang melihat mereka terbang di langit dan kemudian mendarat di lembah bunga cantik ini terlihat seperti Peter Pan dan Wendy.     

"Tempat ini indah sekali!!" seru Emma saat ia mendarat dan menyadari beberapa tanaman bunga yang ada di sekitarnya begitu tinggi dan hampir mencapai pinggangnya.     

Ia merasa seolah tenggelam dalam lautan bunga. Ia berjalan dengan sangat hati-hati agar tidak menginjak tanaman yang berbunga dan mematahkan rantingnya.     

"Aku senang kau menyukainya," Therius menarik tangan Emma dan berjalan melintasi padang bunga ke tepi lembah, menuju danau yang ia sebutkan tadi. Mereka berjalan sambil menghirup wangi bunga yang memenuhi udara.     

Emma melambaikan tangannya ke atas dan beberapa gumpal awan besar datang berarak mendekati mereka lalu berhenti tepat di atas lembah. Suasana yang tadi terasa panas karena matahari Akkadia yang sudah berada di atas kepala mereka, kini kembali menjadi teduh.     

Begitu mereka keluar dari padang bunga dan menginjak rumput-rumput hijau yang lembut, Emma merasa begitu gembira hingga ia melepaskan sepatunya dan menjejak rumput dengan kaki telanjang.     

"Rumputnya halus sekali!" serunya. "Aku merasa seolah berjalan di atas bentangan kain sutra."     

"Ini rumput khusus," kata Therius. "Kalau tumbuh di alam dengan sehat seperti ini, memang teksturnya akan terasa sangat halus."     

Emma bersimpuh di rumput dan meneliti tanamannya. "Ini benar-benar sangat menyenangkan. Kita tidak perlu selimut piknik. Kita bisa tinggal duduk langsung di rumput."     

Therius tersenyum tipis mendengar kata-kata Emma. Ia ikut duduk di rumput dan menaruh tas kertas berisi perlengkapan piknik mereka. Ia menghamparkan selimut di atas rumput, lalu menata makanan dan minuman mereka.     

Setelah semuanya siap, ia membuka botol wine dan menuangkan isinya ke dua cangkir kertas lalu menyerahkan satu kepada Emma. Gadis itu menerimanya dengan gembira. Walaupun wine yang mereka beli ini tidak seenak dan semahal wine yang tersedia di istana raja, rasanya tetap jauuuuh lebih enak daripada wine yang pernah ia coba di bumi.     

"Terima kasih kau telah membawaku kemari. Aku sangat menyukai tempat ini," bisik Emma sambil mendentingkan cangkir kertasnya ke cangkir Therius. Pemuda itu tampak keheranan dengan perbuatan Emma, karena di Akkadia tidak ada tradisi mendentingkan gelas minuman seperti di bumi. Emma buru-buru menjelaskan. "Ini tradisi di bumi. Biasanya dilakukan untuk merayakan sesuatu."     

"Ohh..." Therius mengangguk dan tersenyum. "Aku senang kau menyukainya."     

Mereka menyesap wine masing-masing tanpa bicara apa-apa lagi. Suasana di sekitar mereka terlalu indah untuk diungkapkan dengan kata-kata, dan Emma merasa lebih baik ia diam untuk menghargai keindahan yang ada di sekelilingnya.     

Hembusan angin sepoi-sepoi dalam suasana yang sejuk dan wangi bunga yang mengisi udara sungguh membuat hati keduanya terasa sangat damai.     

Hari itu, Therius merasa sangat bahagia. Ia senang karena pelan-pelan ia dan Emma membangun kenangan mereka bersama. Setelah masa-masa sulit yang mereka alami, kini keduanya telah hidup bahagia dan merajut kenangan yang akan menjadi milik mereka berdua saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.