Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Xion Ingin Pergi



Xion Ingin Pergi

0"Ini semua salahku..." gumam Emma dengan suara bergetar. Ia baru dapat melihat bahwa akar semua permasalahan selama ini adalah dirinya.     

Seandainya ia tidak datang ke masa lalu... ibunya tidak akan melarikan diri bersama Kaoshin. Ia akan menikah dengan Darius dan hidup bahagia sebagai ratu Akkadia.     

Karena dirinya, Arreya meninggalkan kehidupan mewah dan penuh kemuliaan di Akkadia. Sejak hari ia memutuskan pergi dengan Kaoshin, Arreya hidup menderita sebagai pelarian.     

Bahkan, setelah ia dan Kaoshin ditangkap kembali ke Akkadia, Arreya harus menahan beban hidup sendirian dengan membesarkan anak lelakinya seorang diri karena Kaoshin ditahan di Akkadia.     

Selama lebih dari 12 tahun, ia harus berpisah dengan lelaki yang ia cintai, dan hanya dapat bertemu kembali dengannya setelah Kaoshin meninggal dunia.     

Air mata kembali menuruni pipi Emma yang kini tampak cekung karena ia sangat banyak menangis. Ibunya hidup sangat menderita, karena dirinya...     

"Emma..." Xion menyentuh bahu Emma dengan lembut dan bicara kepadanya dengan suara yang sangat sungguh-sungguh. "Sebelum ibumu meninggal, ia meminta kami mengatakan kepadamu bahwa.. baginya dan ayahmu,kau adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup mereka. Orang tuamu sangat menyayangimu. Kalau kau menyalahkan dirimu atas apa yang terjadi.. kurasa mereka akan sedih."     

Emma menunduk dan berusaha menahan tangisnya agar tidak tumpah. Setelah beberapa lama ia menenangkan diri, akhirnya ia mengusap matanya dan berhasil menenangkan diri.     

Xion benar, pikirnya. Kalau sampai ia menyalahkan dirinya untuk apa yang terjadi... orang tuanya akan sangat sedih.     

"Aku akan memanggil Atila untuk merawatmu," kata Therius kemudian. "Kau harus beristirahat agar lukamu segera sembuh."     

Emma mengangguk. Ia mengambil cincin dari Therius dan kembali mengamatinya. Seulas senyum lega terukir di wajahnya. Ia sangat bahagia karena ternyata cincin Haoran tidak benar-benar hilang. Selama ini Therius telah menyimpankannya untuk Emma.     

Kalau dipikir-pikir, Haoran hanya mengenakan cincin itu selama beberapa bulan, sementara Therius menyimpannya selama lebih dari 20 tahun.     

Rasanya, cincin ini lebih lama menjadi milik Haoran daripada Therius.     

Dan... Emma tertegun saat mengingat bahwa ia dan Therius telah berjanji akan segera menikah agar mereka dapat mengunjungi Arreya di Taeshi.     

Namun kini, kedua orang tuanya sudah tiada dan Therius sudah menjadi raja. Apakah mereka tetap harus menikah? Emma mengangkat wajahnya dan menatap Therius dalam-dalam.     

Ahh.. bukankah Therius sudah mengatakan bahwa ia bersedia menunggu hingga Emma selesai berkabung untuk Haoran? Ia tidak keberatan menunggu setahun.     

Saat menatap wajah tampan di depannya yang terlihat begitu mirip dengan wajahnya sendiri, Emma teringat bahwa ibunya juga memilih menikah dengan Darius demi persahabatan mereka dan stabilitas politik di planet Akkadia.     

Emma ingat bahwa ia juga telah berjanji kepada Therius untuk menjadi istrinya, dan Therius telah berjanji akan membebaskan semua koloni mereka.     

Sungguh betapa indahnya jika kelima negara jajahan tersebut dapat menikmati kemerdekaan sebagai negara berdaulat dan berdampingan. Perdamaian di planet Akkadia akan sangat menyenangkan.     

Ia menatap Therius agak lama dan kemudian bertanya dengan suara sungguh-sungguh. "Apakah kita harus menikah segera? Bukankah sudah tidak ada urgensi untuk menikah secepatnya? Apakah kau masih bersedia menunggu?"     

Therius ingat bahwa Emma telah memintanya menunggu hingga ia selesai berkabung untuk Haoran dan mereka setuju untuk menunggu selama setahun.     

Emma bersedia menikah dengannya secepatnya demi memuluskan rencana mereka mengelabui Raja Cassius dan Ratu Ygrit, agar Emma diizinkan pulang ke Taeshi untuk bertemu keluarganya. Dan Therius telah bersedia menunggu setahun setelah menikah baru Emma akan menjadi istrinya sepenuhnya dan tidur bersamanya.     

Namun, kini mereka sudah tidak perlu menikah terburu-buru. Therius telah menjadi raja. Ia adalah penguasa tertinggi di Akkadia. Satu-satunya alasan mereka menikah segera adalah jika ia menginginkannya. Karena itulah Emma menatap pria itu lekat-lekat dan bertanya dengan sungguh-sungguh.     

Therius tersenyum dan mengangguk. "Aku telah menunggumu selama 20 tahun. Aku tidak keberatan menunggu lagi."     

Emma tersenyum lega mendengar jawaban Therius yang sangat menenangkan hati ini. Ia sekarang benar-benar yakin bahwa Therius memang mencintainya sepenuh hati, dan bukan hanya karena ia ingin menduduki takhta Akkadia.     

Buktinya, sekarang ia telah menjadi penguasa, tetapi sikapnya kepada Emma tetap tidak berubah. Ia juga mementingkan keinginan Emma dan tidak memaksakan kehendak, walaupun sebagai raja ia dapat melakukannya.     

"Terima kasih," bisik gadis itu. Ia menyimpan cincin Haoran dan kemudian memeluk Therius erat-erat. Perasaannya diliputi keharuan. Walaupun ia telah kehilangan orang tuanya, Emma merasa tidak sendirian. Ada Therius yang sangat mencintainya dan bersedia melakukan apa pun untuknya.     

Xion menyaksikan adegan itu dengan dada sesak. Ia merasa seolah udara di sekitarnya menghilang dan ia tidak dapat bernapas. Ia bukan saja merasa sangat cemburu, tetapi juga marah kepada Therius. Temannya itu masih tidak mau jujur kepada Emma.     

Xion merasa kasihan kepada Emma yang akan masuk dalam hubungan pernikahan bersama Therius tanpa mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Ia tahu dan mengerti bahwa Therius merahasiakan beberapa hal dari Emma karena ia tidak ingin Emma membencinya, tetapi menurut Xion, seharusnya Therius bersikap jujur dan menerima semua konsekuensi dari perbuatannya.     

Namun, dalam hati Xion bertanya-tanya apakah kekesalannya kepada Therius murni karena ia tidak ingin Emma dibohongi... atau karena ia cemburu melihat Therius mendapatkan Emma.     

Ia tidak tahu jawabannya. Yang jelas, ia tidak sanggup ada di sana berlama-lama.     

Xion menguatkan hatinya dan berbalik. Ia melangkah pergi tanpa suara keluar dari kamar Emma. Namun, belum sempat ia melewati pintu, Emma telah melihatnya pergi dan gadis itu segera melepaskan diri dari Therius.     

"Xion, tunggu!" seru Emma sambil berlari mengejar Xion. Sebelum Xion sempat bereaksi, Emma telah mencapai dirinya dan memeluk pinggang Xion dari belakang. "Terima kasih... terima kasih.."     

Suara bisikan Emma terdengar sangat merdu di telinga Xion. Ia memejamkan mata dan menikmati aroma tubuh Emma, sentuhan kulitnya, dan desahan napas gadis itu di punggungnya. Perlanan tangannya terangkat dan menyentuh tangan Emma yang melingkari pinggangnya.     

Ia meremas pelan tangan gadis itu dan dadanya berdebar kencang sekali. Ia sangat ingin berbalik dan memeluk Emma, menciumnya, mengangkat tubuhnya ke udara, dan menyatakan cinta...     

Namun, dengan sekuat tenaga ia menahan diri. Ia tidak dapat menyatakan cinta kepada Emma sekarang. Ia telah kehilangan kesempatannya. Selama berbulan-bulan ia mendukung Therius untuk mendapatkan Emma dan menyimpan sendiri perasaannya.     

Tidak.. sebenarnya bukannya Xion menyembunyikan perasaan cintanya kepada Emma, tetapi yang sebenarnya adalah.. ia sendiri baru menyadari ia telah jatuh cinta kepada gadis ini, baru-baru saja.     

Sebelumnya ia belum yakin. Sehingga, ia terlambat masuk ke arena pertarungan. Pemenang telah ditentukan dan ia tidak boleh memaksakan diri untuk masuk di saat terakhir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.