Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kembali Ke Kotaraja



Kembali Ke Kotaraja

0Jenderal Moria sangat terkejut ketika melihat Putri Arreya keluar dari shuttle mengikuti Therius dan Xion. Untuk sesaat pria tinggi besar itu tidak dapat berkata apa-apa.     

"Jenderal Moria," kata-kata Arreya akhirnya menggugah Jenderal Moria dari lamunannya. Dengan penuh hormat, pria itu lalu membungkuk dalam sekali.     

"Selamat pagi, Tuan Putri."     

"Senang bertemu denganmu lagi," balas Arreya.     

"Saya yang merasa terhormat, Yang Mulia," Jenderal Moria menatap sang putri dengan pandangan takjub. Wanita ini masih saja terlihat muda, pikirnya.     

Selain dari ekspresinya yang sedih, tidak ada yang terlalu berubah dari sang putri saat Jenderal terakhir bertemu dengannya di ibukota Akkadia. Saat itu Jenderal Kaoshin Stardust baru dijatuhi hukuman karena memberontak. Ah... sudah hampir 15 tahun yang lalu.     

Putri Arreya sama sekali tidak diperlakukan sebagai tahanan di The Dragonite, lebih seperti tamu agung. Tentu saja, karena Therius menganggap Arreya sebagai ibu mertuanya. Sebagai calon raja, Therius memerintahkan Jenderal Moria untuk membawa The Dragonite pulang ke ibukota karena lebih cepat daripada kapal militer biasa yang membawanya ke perbatasan kemarin.     

Dalam waktu setengah jam saja mereka sudah tiba kembali di pangkalan militer di Milestad. Dada Therius berdebar-debar saat membayangkan sebentar lagi Emma akan dapat bertemu ibunya. Akhirnya keinginan gadis itu terpenuhi juga, pikirnya.     

Ia bahagia menjadi orang yang mewujudkan keinginan sederhana yang ternyata demikian sulit.     

"Yang Mulia, asisten Anda membawa kabar penting," kata seorang seorang prajurit yang melihat Therius turun dari The Dragonite. Ia membungkuk hormat dan melambai kepada Avato yang berdiri di ujung lapangan. Dengan cepat Avato berlari menghampiri Therius dan menyampaikan berita dari istana.     

"Yang Mulia... Raja sudah mangkat tadi pagi. Ia meninggal dalam tidur. Dokter bilang terjadi perdarahan di paru-parunya," kata Avato dengan cepat. "Aku mendengar kabar ini dari adikku secara diam-diam. Sekarang gerbang menuju kompleks istana sudah ditutup dan tidak ada yang boleh keluar masuk."     

Wajah Therius tampak sangat lega mendengarnya. Ia menoleh ke arah Xion yang berdiri di belakangnya dengan pandangan penuh terima kasih. Perkiraan Xion benar. Raja Cassius akan mati dalam dua hari. Akhirnya semua berjalan sesuai rencana.     

Saat itu Putri Arreya melangkah turun dan berjalan di belakang Therius. Dengan cepat ia membaca pikiran Avato dan mengetahui apa yang terjadi. Seulas senyum pelan-pelan terukir di wajahnya. Ia senang karena Therius mengatakan yang sebenarnya.     

Ah.. kedua pemuda ini memang tangguh, pikir Arreya. Ia merasa lega karena Emma memiliki kedua orang ini untuk membantunya. Sebagai ibu, ia merasa sangat bersalah karena telah meninggalkan Emma di bumi untuk melindunginya dari kejaran keluarga kerajaan Akkadia yang ingin membalas dendam.     

Ia sama sekali tidak mengira bahwa entah bagaimana caranya, ternyata Emma tetap dapat kembali ke Akkadia.     

Mungkin memang ini sudah takdir. Emma ditakdirkan untuk kembali ke planet ini dan bertemu Therius dan Xion di sini.     

Selama belasan tahun Arreya berusaha menduga-duga kenapa waktu itu Emma terlihat sangat sedih. Tetapi kini, pelan-pelan ia mengetahui sebabnya. Ahh... hatinya terasa pedih bagaikan ditusuk sembilu hingga berdarah-darah. Tetapi ia tahu... itu semua harus terjadi.     

Setidaknya.. aku telah bertemu anak perempuanku, pikir Arreya dengan hati sendu.     

"Ibu... karena Raja Cassius telah mangkat... sekarang aku adalah raja Akkadia yang baru. Begitu istana mengumumkan kematian kakek, aku akan naik takhta, dan saat itu tiba, semua permusuhan dan dendam di antara kedua keluarga kita akan aku hapuskan," kata Therius kepada Arreya dengan suara penuh hormat. "Kuharap ibu mau bersabar."     

"Aku mau bertemu Emma sekarang, bisa kan?" tanya Putri Arreya dengan penuh harap. Therius segera mengangguk.     

"Tentu saja, Ibu. Kita akan ke istana sekarang."     

Therius, Arreya, Xion, Jenderal Moria, dan beberapa petinggi militer lainnya segera berangkat ke Ibukota. Karena mereka mendengar berita bahwa raja sudah mangkat, maka mereka semua merasa sudah saatnya untuk ke ibukota dan mendukung Pangeran Putra Mahkota yang akan segera naik takhta menggantikan kakeknya.     

Beberapa travs besar dari kemiliteran melayang di atas ibukota siang itu dan mendarat di plaza besar di tengah kompleks istana raja. Dengan cepat Therius berjalan keluar dan masuk istana.     

"Uhmm... Ibu jangan jauh-jauh dariku," kata Therius kepada Arreya sebelum mereka melangkah masuk ke dalam istana. "Sejak peristiwa 12 tahun lalu, raja memerintahkan istana dipasangi perisai anti-sihir. Tidak ada seorang pun yang dapat menggunakan kekuatan mereka di dalam istana. Aku tidak ingin terjadi apa-apa kepada ibu."     

Arreya mendesah pendek. Ia ingat peristiwa itu. Ia menculik Darius dan mengancam akan membunuhnya jika Kaoshin sampai dihukum mati. Karena itulah hukuman suaminya diubah menjadi penjara seumur hidup.     

Tentu saja hal itu membuat keluarga raja menjadi trauma dan lebih memilih memperkuat keamanannya dengan teknologi dan prajurit biasa daripada mengambil risiko seorang mage tangguh seperti Arreya akan kembali mengobrak-abrik istana.     

"Aku mengerti," Arreya mengangguk.     

"Begitu aku naik takhta, aku akan melepaskan perisai itu. Aku merasa tidak bebas tinggal di istana yang dibuat seperti penjara," kata Therius menjelaskan. "Tapi aku dan Emma tidak akan tinggal di sini. Kami akan tinggal di kediamanku sekarang, istana ini hanya akan menjadi tempatku bekerja."     

Xion memutar matanya mendengar betapa Therius sangat antusias menceritakan tentang rencananya kepada Arreya. Ia dapat menduga sahabatnya itu merasa gugup karena bertemu ibu mertuanya dan sangat ingin meninggalkan kesan yang bagus, sehingga tanpa sadar ia menjadi banyak bicara.     

Sungguh seperti bukan Therius, pikir Xion. Cinta memang dapat membuat orang berubah. Dalam hati ia bertanya-tanya apakah ia juga berubah karena jatuh cinta kepada Emma?     

Hmm...     

Yang jelas, kalau bukan karena Emma, hari ini ia tidak akan sibuk mengurusi politik di istana raja dan berusaha keras membantu dicegahnya perang terbuka antara Akkadia dan Taeshi serta menyelamatkan ibukota Taeshi beserta 10 juta penduduknya.     

Gila! Malah, gara-gara cinta, ia telah membunuh seorang raja...     

Ini bukanlah hal yang pernah ia lakukan sebelumnya, dan Xion merasa ia tak akan pernah lagi mau terlibat sedemikian jauh.     

Ia hanya melakukannya untuk menolong Emma. Itu saja.     

"Yang Mulia, Putra Mahkota... Anda ditunggu Yang Mulia Ratu Ygrit di kamar paduka raja," kata kepala pelayan istana saat melihat Therius masuk melewati pintu utama. Sepasang matanya menyipit saat ia melihat kehadiran Putri Arreya di samping Therius. "Ratu Ygrit meminta tahanan itu juga dibawa ke sana, dengan pengawalan penuh."     

Keenam pengawal pribadi raja tiba-tiba muncul entah dari mana dan mengelilingi mereka dengan sikap siap berkelahi. Therius menatap mereka dengan pandangan tajam.     

"Apa-apaan ini? Kalian mau bersikap tidak hormat kepadaku? Aku adalah raja kalian!" bentak Therius kepada mereka semua. Tangannya berkacak pinggang dan ekspresinya sedingin es.     

.     

.     

Dari author:     

Teman-temannnnn... saya lagi ikutan kompetisi menulis di Webnovel nih dengan novel baru. Judulnya "The Cursed Prince". Mohon bantuan dukungannya power stone-nya biar menang yaa... Kalau ceritanya sudah dikontrak Webnovel, nanti akan saya tulis versi Indonesianya. Sementara ini, 3 bab pertama versi Indonesia bisa dilihat di novel "Pangerang Yang Dikutuk"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.