Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Aku Senang Kau Datang



Aku Senang Kau Datang

0"Lihat aku," Therius melambaikan tangan kanannya dan membuat Bastian mengangkat wajahnya untuk menatapnya.     

Sekarang, mata mereka bertemu. Therius berbicara dengan nada yang sangat serius. "Kau tidak akan pernah membaca pikiran istriku kapan pun kau bertemu dengannya. Kau bahkan tidak akan pernah bertanya-tanya mengapa kau tidak membaca pikirannya. Jangan pernah mengganggunya ataupun membuatnya merasa tidak nyaman. Apakah kau mengerti perintahku?"     

Bastian mengangguk dengan serius. "Aku mengerti, Yang Mulia."     

"Kau tidak boleh membaca pikirannya ataupun mengganggunya dengan telemancy, tetapi setiap kali kau melihatnya membutuhkan bantuan, kau akan selalu membantunya. Kau harus memastikan tidak ada yang akan melakukan hal buruk padanya," tambah Therius.     

"Baiklah, Yang Mulia." Bastian menjawab dengan khimad.     

"Sekarang, kau boleh pergi." Therius melambaikan tangannya dan memberi tanda kepada sang ketua dewan murid untuk pergi.     

Bastian membungkuk lagi dengan hormat, lalu meninggalkan kantor Dean Anrankin. Therius menoleh ke Emma dan tersenyum. "Masalah terpecahkan."     

"Terima kasih banyak!" Emma berinisiatif untuk kembali ke pangkuan Therius dan mencium bibirnya dengan mesra. Ia benar-benar merasa bersyukur. Sekarang, satu masalah sudah selesai dan ia tidak perlu lagi menguatirkannya.     

Sekarang Emma tidak perlu lagi merasa terganggu dengan keberadaan telemancer di sekelilingnya setiap hari. Therius memahami keinginannya akan privasi dan suaminya itu segera menangani masalah ini untuknya.     

Emma ingat apa yang Therius tadi katakan kepadanya. Therius mengatakan bahwa ia ada di sana dan ia adalah milik Emma ... jadi Emma tidak boleh sungkan meminta bantuannya.     

Rasanya begitu luar biasa!     

Mereka berciuman lagi dengan mesra. Astaga ... rasanya tangan mereka tiba-tiba menjadi nakal dan ingin terus saling meraba.     

Namun, sebelum semuanya menjadi lebih intens. Therius mengakhiri ciumannya lagi dan memegang tangan Emma.     

"Ayo kita cari privasi," katanya berbisik sebelum membuka pintu dan berjalan keluar. Emma segera mengikutinya dan bersama-sama mereka meninggalkan gedung dengan langkah-langkah panjang.     

"Aku ingin melihat kamarmu," kata Therius. "Apakah kau merasa nyaman di sana?"     

Emma segera teringat tempat tidur single-nya. Ahh.. tempat tidurnya itu terlalu kecil untuk dua orang kalau mereka ingin bercinta ...     

"Ini bukan tempat yang pas untuk begitu," katanya malu-malu.     

"Oh .. Aku tidak akan mengajakmu melakukannya di kamar asramamu," Therius tertawa kecil. "Aku sungguh-sungguh ingin tahu kok. Aku ingin melihat bagaimana kau tinggal di sini. Jadi, kalau ada yang kau rasa kurang, aku tahu apa yang harus diperbaiki atau ditambah."     

"Oh ..." Emma tercengang. Tadinya ia mengira Therius menanyakan tentang kamarnya di asrama karena suaminya itu ingin melampiaskan kerinduan kepadanya secepat mungkin.     

Rupanya, Therius benar-benar ingin tahu seperti apa kamar Emma di akademi ini.     

"Atau, apakah kau benar-benar sangat merindukanku sampai kau tidak keberatan kita bercinta di tempat tidurmu yang sempit itu?" Therius bertanya dengan nada bercanda. Ia mencubit hidung Emma dan tertawa. Hari ini, suasana hatinya benar-benar sangat bagus.     

"Tidak .. aku hanya ..." Emma menggigit bibirnya. Sekarang, ia merasa malu. Mengapa siang-siang begini ia malah seolah mengajak suaminya bercinta? Apakah dia benar-benar 'lapar' akan sentuhan Therius dan bercinta dengannya?     

"Aku akan memeriksa kamar asramamu dengan cepat dan membawamu keluar dari sini," Therius mengacak rambut Emma. "Tolong bersabar sebentar ya, Sayang. Aku tidak akan membuat penantianmu sia-sia..."     

Emma tidak mengatakan apa-apa. Wajahnya memerah. Ia terlalu malu. Therius hanya tersenyum saat melihat reaksi istrinya. Ia yakin bahwa Emma merindukannya sama seperti ia merindukan gadis itu.     

Saat mengingat bahwa Emma juga merasakan kerinduan yang sama kepadanya seperti yang ia rasakan kepada Emma, hati Therius dipenuhi dengan perasaan hangat yang sangat menyenangkan.     

Therius merasa dicintai dan diinginkan oleh wanita impiannya.     

Rasanya tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.     

Mereka berjalan bergandengan tangan melintasi ruang terbuka yang luas antara gedung admin dan perpustakaan, melalui taman yang cantik di sepanjang jalan setapak yang beraspal. Ketika mereka memasuki gedung asrama, tidak banyak orang di sekitar.     

Emma membawa Therius ke lantai enam dan menunjukkan kamarnya. Laki-laki itu memeriksa semuanya dan bergumam, "Ini sangat mirip dengan kamarku di akademi sepuluh tahun lalu."     

"Ya," Emma mengangguk. "Seperti yang kau lihat sendiri, kamarku ini cukup bagus. Aku tidak kekurangan apa-apa."     

"Hmm .. oke. Kurasa kau memang sudah mendapatkan semua yang kau butuhkan di sini." Therius menoleh kepada Emma. "Apakah kau yakin tidak ingin ada yang ditambahkan? Kau tidak mau tempat tidur yang lebih besar? Jadi... kalau kau mau mengundangku menginap nanti, kita bisa tidur dengan nyaman."     

Emma segera memukul tangan suaminya dengan wajah memerah. "Tidak usaaaah.."     

Therius tertawa. Ia sangat senang menggoda istrinya.     

"Oke, kalau kau berkata begitu." Ia mencium Emma lagi. Setelah ia melepaskan bibirnya, Therius lalu berbisik, "Ayo kita pergi dari sini ..."     

"Kau akan membawaku kemana?" Emma bertanya ketika ia mengikuti Therius keluar dari kamarnya.     

"Aku memutuskan untuk memiliki rumah permanen di Innstad selama tiga tahun ke depan saat kau bersekolah di sini. Lebih baik daripada tinggal di hotel," jawab Therius. "Maaf ya, sayang, aku membeli yang ini tanpa meminta persetujuan darimu. Aku ingin menjadikan ini sebagaikejutan."     

"Wahh... kejutanmu berhasil. Aku benar-benar terkejut," kata Emma sambil tersenyum.     

"Pokoknya aku berjanji, untuk rumah berikutnya, aku akan memintamu untuk mengambil keputusan," kata Therius.     

"Terima kasih," Emma mengangguk.     

"Aku harap kau akan menyukai yang ini."     

Ketika mereka berjalan keluar area sekolah, mereka menemukan ada travs menunggu mereka di gerbang sekolah. Therius dan Emma segera masuk ke dalam. Kendaraan terbang itu dengan cepat lepas landas dan melayang menuju ke arah timur.     

"Aku harus kembali ke akademi di jam makan siang," Emma mengingatkan Therius. "Kami sedang mendiskusikan proyek pertama kami bersama."     

"Proyek apa?" Therius bertanya pada Emma. "Begitu cepat? Kau baru mulai sekolah, kan? Apakah sdah diberi tugas oleh sekolah?"     

"Oh .. Aku ingat saat kau bersekolah di sini, program ini belum ada," Emma menepuk-nepuk lengannya. "Mereka memulai program ini untuk siswa baru pada lima tahun lalu sebagai cara untuk membangun keakraban dan kerja sama di antara siswa di kelas yang sama. Aku pikir cara itu lumayan berhasil. Kami harus mengerjakan proyek bersama dan menciptakan nilai yang akan memberi kami poin."     

"Kedengarannya menarik," komentar Therius. "Jadi, proyek seperti apa yang kau rencanakan?"     

"Yah .. itu dia masalahnya. Kau datang tepat di tengah-tengah diskusi kami. Jadi, sampai sekarang kami belum punya waktu untuk memutuskannya," jawab Emma.     

"Ups .. maaf, aku tidak tahu. Aku tidak bermaksud menggangu rapat penting kalian," kata Therius dengan nada menyesal.     

Emma tersenyum dan menaruh jari telunjuknya di bibir Therius. "Ssshh... Jangan minta maaf., Sayang. Aku senang kau datang."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.