Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Emma Yang Terlalu Dewasa



Emma Yang Terlalu Dewasa

0Penjelasan Miri barusan membuat Emma teringat pada bumi, tempatnya tinggal untuk waktu yang lama. Bahkan sebelum manusia bumi berhasil menemukan planet baru pengganti saja, mereka sudah menyia-nyiakan bumi yang mereka miliki.     

Saat Emma meninggalkan bumi, manusia baru menemukan teknologi baru yang bisa mempersingkat waktu perjalanan dari bumi ke Mars dari enam bulan menjadi empat bulan, masih sangat jauh kalau dibandingkan kemajuan yang ada di Planet Akkadia ini.     

Namun, manusia bumi benar-benar ceroboh dan tidak becus memelihara planetnya dengan gaya hidup mereka yang tidak ramah lingkungan.     

Masalah pemanasan global hanyalah satu dari sedikit dampak perbuatan mereka. Emma dapat membayangkan bahwa penduduk Akkadia yang merasa memiliki planet cadangan untuk tinggal nanti dapat berpikir dan berbuat seenaknya terhadap planet mereka.     

"Tapi, kurasa itu wajar saja sih.. Siapa yang tidak ingin memiliki planet baru yang muda dan penuh harapan?" tanya Samu sambil mengangkat bahu. "Aku pernah melihat berbagai video dan foto dari Planet Daneria... Tempatnya sungguh indah."     

Emma yang kebetulan pernah ke planet itu dapat mengerti maksud Samu. Daneria memang sangat indah. Tetapi ia merasa sebagai orang yang sudah terbiasa dengan jam biologis 24 jam sehari di Akkadia, sama seperti di bumi, mereka pasti tidak akan dapat tinggal di Daneria dengan nyaman.     

Ia menyaksikan sendiri para ilmuwan dan staff di pangkalan luar angkasa Daneria harus membagi tugas kerja dan istirahat mereka karena perbedaan waktu di sana.     

"Di Daneria, waktu terang berlangsung selama 20 jam dan waktu malamnya juga 20 jam. Kurasa kalian tidak akan dapat bertahan di sana untuk waktu yang lama," kata Emma.     

"Tapi di sana ada banyak orang yang bekerja selama bertahun-tahun," bantah Samu.     

"Memang benar, tetapi para ilmuwan dan staf di sana lebih banyak hidup bekerja di dalam ruangan dengan fasilitas jam palsu," jawab Emma. "Mereka tetap menggunakan waktu 24 jam seperti di Daneria dengan waktu siang dan malam buatan, mengikuti Planet Akkadia, sama seperti di dalam pesawat luar angkasa. Kalau tidak, saat mereka pulang ke Akkadia, tubuh mereka akan mengalami kerusakan jam biologis."     

"Ahh.. benarkah?" tanya Stell keheranan.     

"Tentu saja ada sebagian kecil orang yang mencoba untuk hidup dengan waktu 40 jam sehari seperti di Daneria. Mereka adalah bagian dari percobaan yang dilakukan Profesor Amara. Mereka ingin mengetahui apakah manusia dari Akkadia dapat pindah ke Daneria. Namun, hasil penelitiannya masih belum memberikan hasil positif."     

"Aku mengenal mage level tinggi yang dapat tinggal di Daneria dengan baik selama seminggu, tetapi aku tidak tahu apakah mereka akan dapat tetap baik-baik saja untuk waktu yang lama atau tidak. Lagipula, mage memiliki kemampuan khusus dan tentunya fisik yang lebih kuat dari manusia biasa. Bagaimana dengan manusia biasa?"     

"Ada begitu banyak hal yang harus diperhatikan dan diperiksa. Kita masih harus menunggu untuk waktu yang lama untuk mengetahui apakah penduduk biasa dari Akkadia dapat hidup dengan baik di planet yang memiliki kondisi waktu sangat berbeda dari planet ini."     

"Itu baru masalah waktu saja. Belum ada masalah lainnya di planet yang lain. Perbedaan daya gravitasi, perbedaan tingkat oksigen, perbedaan suhu yang lebih ekstrem... orang-orang yang menganggap mereka akan dapat dengan mudah pindah hanya karena pemerintah telah menemukan beberapa planet baru yang memiliki sumber kehidupan, adalah orang yang bodoh..." kata Emma menutup penjelasannya.     

Saat ia selesai berbicara, ia baru menyadari teman-teman sekelasnya menatapnya dengan mata terbelalak.     

Mereka belum pernah melihat Emma bicara sebanyak ini sebelumnya. Gadis itu terlihat penuh pengetahuan dan sangat bersemangat saat membicarakan tentang Daneria, dan semangatnya membuat yang lain menjadi terheran-heran.     

"Kau sepertinya tahu banyak sekali tentang Daneria," komentar Miri dengan kagum. "Kalau namamu bukan Lee Wolfland, aku akan mengira kau ini anaknya Professor Daneria atau Professor Amara... hehehehe..."     

Emma tersenyum mendengar pujian Miri. Ah.. ia memang sangat menyukai Daneria. Pengalamannya di sana bersama Xion dan Therius, walaupun sebentar, sangat berbekas di hatinya. Ahh.. saat itu, masih ada Haoran, Xion, dan Therius.     

Kini Haoran telah tiada, Xion telah pergi, dan hanya Therius yang bersamanya. Mengingat ketiga pria itu, rasanya Emma kembali diliputi kesedihan. Mengapa takdir harus membawanya dalam kehidupan seperti ini?     

Ia tidak menyesali pernikahannya dengan Therius. Setelah cukup lama bersama, pelan-pelan perasaannya tumbuh kepada suaminya dan kini ia dapat dengan yakin merasa bahwa ia mencintai pria itu.     

Therius telah mencintainya untuk waktu yang sangat lama, ia melakukan apa pun untuk Emma, dan kini ia juga selalu bersikap sebagai suami yang baik.     

Walaupun ia sangat ingin agar Emma ada di sisinya, ia mengalah dan justru mendukung agar Emma bersekolah ke akademi, sehingga ia dapat memperoleh teman baru, dan juga mengembangkan kemampuannya.     

"Kebetulan kekasihku pernah ke Daneria, jadi aku tahu banyak," kata Emma memberi alasan. "Aku bukan anak Professor Amara. Beliau tidak menikah."     

"Oh ya? Keren sekali! Apa pekerjaan kekasihmu itu? Apakah ia juga bekerja di kementrian Space Exploration?" tanya Samu yang kini menjadi sangat tertarik.     

Ia juga ingin sekali menjelajah keluar angkasa. Sehingga saat mendengar bahwa Emma mengenal orang yang pernah ke planet lain di luar angkasa, ia menjadi sangat bersemangat.     

"Hmm... bisa dibilang begitu," kata Emma. "Ia bekerja di ibukota."     

"Oh, kau bilang dia mengantarmu ke akademi saat baru masuk," kata Stell sambil mengingat-ingat. "Kurasa aku pernah melihatnya. Aku ingat melihatmu saat hari pendaftaran dan bicara dengan Madame Athena."     

"Benarkah? Mungkin kau memang melihat kami. Ia mengantarku karena dulu ia pernah bersekolah di akademi dan ingin menunjukkan seperti apa tempat ini, sekaligus mengenang masa lalu," jawab Emma.     

Entah kenapa, ia sama sekali tidak keberatan bercerita sedikit tentang Therius kepada beberapa teman sekelasnya ini.     

Mungkin benar juga, tantangan kompetisi yang harus dilakukan setiap kelas ini berhasil membuat para siswa merasa lebih dekat dengan satu sama lain.     

"Oh, ya? Angkatan berapa?" tanya Stell lagi.     

"Ia bersekolah di sini sebelas tahun lalu dan lulus delapan tahun yang lalu." Emma mendeham. "Usianya sepuluh tahun lebih tua dariku."     

Stell mengangkat bahu. "Kurasa kalian cocok, ya. Orang sepertimu tidak akan tertarik dengan laki-laki ingusan macam Samu misalnya. Kau terlalu dewasa untuk umurmu."     

Emma tertegun mendengar kata-kata Stell. Ia tidak mengira teman sekelasnya ini menganggapnya seperti itu. Ia dianggap terlalu dewasa untuk umurnya?     

Kata-kata Stell barusan membuat perasaan Emma menjadi senang. Menjadi lebih dewasa secara mental dibandingkan umur biologis seseorang adalah pujian yang baik.     

Teman-teman sekelasnya tidak tahu bahwa Emma menjadi seorang yang seperti itu karena hidupnya yang berat dan penuh penderitaan.     

Namun, ia tidak akan mengatakan apa-apa kepada mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.