Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Di Mage Academy (1)



Di Mage Academy (1)

0Marlowe menatap kedua tangan Therius yang memeluk pinggang Emma dengan mesra, dan pria itu memutar matanya. Sebagai laki-laki, ia tahu Therius sedang menandai teritori, menyatakan terang-terangan kepada Marlowe bahwa gadis cantik di depannya itu adalah miliknya.     

"Jangan sampai aku melihat kalian lagi kalau aku lewat sini," kata Marlowe tegas sambil berjalan kembali kembali ke arah naga hitam yang tadi ditungganginya lalu naik ke punggung hewan itu.     

Dengan sekali sentuhan tongkat berlapis kulit yang ada ditangan kanannya, naga itu tampak menurut. Ia mengembangkan sayapnya lalu melesat naik ke udara. Begitu naga hitam itu terbang, naga bersisik biru mengikutinya juga ikut melesat ke angkasa.     

Pemandangan dua naga terbang yang mengesankan itu dengan latar belakang langit senja yang berwarna oranye keunguan tampak begitu mempesona. Untuk sesaat, Emma terkesima melihat ke arah langit.     

Sementara itu Therius ingat bahwa dulu saat mereka masih sekolah Marlowe memang sangat terkenal dengan hewan-hewan peliharaannya. Ia sama sekali tidak berubah, lebih menyukai binatang daripada manusia. Ia juga merupakan seorang berjiwa bebas yang tidak suka terikat.     

Therius tidak mengira sekarang setelah dewasa justru Marlowe justru akan tertarik menjadi guru hewan buas di Akademi. Saat ia menoleh ke kiri dan menyadari Emma tampak terpesona melihat pemandangan naga yang terbang di langit itu, ia menyentuh rambut gadis itu dan mengusapnya pelan.     

"Apakah kau menyukai naga?" tanya Therius dengan lembut.     

Emma menoleh dan tersenyum. "Aku menyukai semua hewan dan tumbuhan. Mereka terlihat sangat menarik."     

Therius mengangguk, "Aku bisa menaruh beberapa naga di taman istana kalau kau inginkan."     

Emma segera memukul bahu pria itu dan menggeleng-geleng. "Kau ini keterlaluan sekali. Naga itu seharusnya dibiarkan hidup di alam luas, bukan untuk dikurung di istana. Aku tidak suka kalau kau melakukannya."     

"Baiklah," kata Therius mengalah. "Kapan-kapan aku akan membawamu ke Padang Liar Aguilar. Di sana ada berbagai macam hewan yang aku yakin belum pernah kau lihat sebelumnya."     

"Oh ya? Di mana itu?" tanya Emma yang sangat tertarik mendengarnya.     

"Padang liar Aguilera adalah tempat yang sangat luas. Daerah itu sengaja dibiarkan kosong untuk dihuni oleh hewan-hewan buas. Letaknya berada di perbatasan antara Akkadia dan Thaesi," Therius menjelaskan.     

"Sepertinya tempat itu sangat menyenangkan," kata Emma. "Apakah kau sering ke sana?"     

Therius mengangkat bahu. "Dulu, kadang-kadang. Sebagai mage, kita harus sering kesana untuk berlatih karena tempat itu aman. Tidak ada banyak manusia lain dan juga tidak ada pemukiman, sehingga kita tidak akan mengganggu orang. Xion dan aku sering ke sana untuk melatih kemampuan kami. Kurasa nanti saat kau sudah bersekolah di Akademi, para guru juga akan membawa kalian ke sana untuk melatih kekuatan kalian."     

"Oh kalau letaknya di perbatasan antara Akkadia dan Thaesi, berarti letaknya sangat jauh dari sini," kata Emma. Ia masih mengingat letak geografi masing-masing kerajaan di planet ini.     

Therius mengangguk. "Itu benar, tetapi tentu saja kalau aku mau ke sana tempat itu tidak akan terasa jauh."     

Emma tersenyum mendengar perkataan Therius. Ah, memang benar, suaminya memiliki akses ke pesawat berkecepatan tinggi sehingga ia dapat pergi kemana saja dengan cepat.     

"Baiklah, kapan-kapan kita bisa ke sana," kata Emma dengan penuh semangat. Ia kembali duduk di rumput dan menarik tangan Therius untuk ikut duduk bersamanya.     

Mereka kembali menatap matahari terbenam yang terlihat sangat indah. Saat itu, Therius merasa jiwanya sangat damai. Ia merasa benar-benar bahagia, dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia tidak menginginkan apa pun.     

Hanya duduk berdua bersama Emma ditempat seperti ini, menyaksikan keindahan alam, rasanya sudah cukup baginya.     

Mereka memandang matahari terbenam di antara dua gunung yang puncaknya diselimuti salju tersebut dengan perasaan kagum dan hati yang damai.     

Setelah salah satu dari bulan Akkadia muncul di langit dan suasana mulai menjadi gelap, mereka lalu membereskan peralatan piknik mereka dan bersiap untuk pulang. Demi menghemat waktu, seperti tadi saat mereka berangkat, Therius dan Emma memutuskan untuk terbang ke Halte 51.     

Ketika mereka mendarat di sana, seperti sebelumnya, tidak ada siapa-siapa. Di sana mereka kemudian menunggu kedatangan tram akan membawa mereka kembali ke gerbang Merridell.     

***     

"Aku sangat senang hari ini," bisik Emma saat mereka beranjak tidur malam itu. Ia merasa lelah karena berjalan-jalan seharian, dan bercinta di tepi danau.     

Therius yang melihat istrinya lelah, sama sekali tidak berusaha menggodanya untuk berhubungan intim lagi walaupun itu adalah malam terakhir mereka bersama sebelum Emma masuk ke akademi.     

Ia hanya memeluknya dan mencium keningnya sebelum menyuruh Emma untuk memejamkan mata. Malam itu, mereka tidur sambil berpelukan.     

Pikiran Emma terasa sangat tenang dan bahagia. Ia tidak sabar ingin pergi ke Akademi dan menelusuri semua tempat yang pernah diceritakan ibunya dulu saat ia masih kecil. Ia ingat bahwa di sanalah Kaoshin dan Arreya dulu bertemu untuk pertama kalinya, dan kemudian jatuh cinta.     

Emma sangat ingin melihat menara tinggi yang pernah diceritakan ibunya. Di situlah saat Kaoshin menyatakan cinta. Ahh.. pasti romantis sekali. Rasanya dengan Emma menapak tilas kehidupan orang tuanya saat di akademi, ia akan dapat merasakan keberadaan mereka.     

Malam itu, untuk pertama kalinya, Emma tidur dengan bermimpi indah.     

Sementara Emma tidur dengan nyaman, sebaliknya Therius tidak bisa memejamkan mata hingga lewat tengah malam. Pada dasarnya, ia memang tidak bisa tidur lama-lama. Seperti katanya, Therius hanya terbiasa tidur maksimal lima jam.     

Namun, malam itu, lebih dari biasanya ia benar-benar merasa sangat kesulitan untuk memejamkan mata. Akhirnya, ia hanya duduk di tepi pembaringan dan merenung sambil menatap wajah istrinya dengan tidak puas puasnya.     

Therius sangat percaya kepada kesetiaan istrinya. Itulah sebabnya, ia membiarkan Emma bersekolah selama tiga tahun dan bertemu dengan orang-orang lain. Ia ingin Emang memiliki teman dan tidak kesepian.     

Namun, dalam hati, ia juga sadar bahwa Emma Stardust adalah gadis yang cantik luar biasa. Sudah pasti ia kan menarik perhatian banyak laki-laki yang ia temui di luar sana. Therius tahu ia tidak mungkin menyingkirkan mereka semua.     

Tadi sore, ia dapat menunjukkan kepemilikannya atas Emma di depan Marlowe. Namun, ia tidak akan dapat melakukan hal tersebut kepada semua laki-laki lain yang ditemui Emma di akademi, maupun di dunia luar.     

Karenanya Ia hanya bisa mengandalkan rasa percayanya kepada gadis itu dan juga pengawasan dari beberapa orangnya yang ia tempatkan di Akademi. Ia hanya berharap tiga tahun ke depan akan menjadi masa-masa yang akan memperkuat hubungannya dengan Emma.     

Ini akan menjadi ujian cinta baginya sendiri dan bagi Emma. Setelah mereka melalui itu, ia yakin hubungan mereka akan menjadi lebih baik. Nanti, saat Emma kembali, mereka akan dapat mulai membangun keluarga. Ahh.. ia tak sabar ingin memiliki anak-anak dari istrinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.