Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Ibu (1)



Ibu (1)

0"Diam kau, anak brengsek! Kau mau cari mati ya?" bentak lelaki itu. Therius tidak mempedulikan pisau yang melekat di leherhnya, ia menjatuhkan diri ke lantai bersama kursinya untuk mengalihkan perhatian lelaki itu.     

Tubuhnya terbanting ke lantai dengan suara keras. Therius tidak merasakan sakit di tubuhnya saat tubuhnya terbanting itu. Ia memaksa diri beringsut ke arah Emma yang sedang meringkuk kesakitan di lantai.     

'Kakak... pergilah.. ce..pat!' bisiknya. 'Terima kasih atas bantuanmu. Aku berutang budi kepadamu... aku... aku tidak akan melupakanmu.. Terima kasih, ada yang... peduli kepadaku..'     

Sepasang mata biru Therius dipenuhi air mata. Kesedihannya yang telah lama dipendam tumpah saat ia mengucap selamat tinggal kepada Emma.     

Ia tidak akan membiarkan gadis penolongnya yag baik hati ini mati karena dirinya. Lebih baik ia saja yang mati. Toh, ia memang sudah tidak memiliki keinginan untuk hidup sejak orang tuanya meninggal. Kali ini, ia siap mati.     

"Bocah brengsek! Kau pikir kau bisa kabur?"     

Lelaki yang menawan Therius segera menghampiri anak itu, hendak menjambak rambutnya, tetapi belum sempat ia menyambar kepala anak itu, tiba-tiba saja tubuhnya terbanting ke lantai dengan suara keras. Diikuti tubuh teman-temannya.     

Therius kecil sangat terkejut. Ia tidak menduga para penyerangnya bertumbangan begitu saja. Apa yang sebenarnya terjadi?     

Karena posisinya yang meringkuk dan terikat ke kursi yang jatuh ke lantai, ia tidak dapat melihat pasti apa yang terjadi.     

"Brengsek...!! Ada apa ini?" jerit para penjahat itu dengan suara kaget. berbagai sulur tanaman yang seperti hidup tiba-tiba muncul entah dari mana dan membelit kaki mereka dengan begitu kuat sehingga mereka tidak dapat berdiri dan akhirnya terbanting ke lantai.     

Sulur-sulur itu lalu membelit seluruh tubuh mereka hingga keempatnya benar-benar tak dapat bergerak. Seorang di antara penjahat itu yang merupakan seorang herbomancer juga tidak dapat berbuat apa-apa karena serangan dari Emma tadi masih membuatnya merasa sangat kesakitan.     

Emma bangun dengan gerakan perlahan. Dadanya terasa sakit, begitu juga dengan perutnya. Ia tadi sengaja menerima pukulan dan tendangan para penjahat sialan itu agar ia dapat pura-pura terjatuh dan kesakitan. Setelah mereka lengah, ia kemudian melancarkan serangan dengan herbomancy.     

Tindakan Therius yang menjatuhkan diri ke lantai sangat membantunya karena penjahat yang menawannya menjadi kehilangan sandera, sehingga Emma dapat menjadi lebih tenang.     

"Kau... tidak apa-apa," kata Emma dengan suara lirih sambil menghampiri Therius. Ia membuka ikatan anak itu dengan cepat dan kemudian memeriksa luka-lukanya. Saat ia melihat berbagai pukulan dan siksaan yang diterima anak itu dalam waktu singkat ia berada dalam kuasa para penjahat itu, hati Emma terasa begitu sedih.     

Ia memeluk anak lelaki itu dan menangis. "Kau akan baik-baik saja, Pangeran.... Kau harus tabah dan tetap kuat. Hidupmu akan menjadi lebih baik... Kau akan memiliki teman yang sangat baik, dan kau akan bahagia."     

Tindakan gadis itu membuat Therius tertegun. Ia tidak mengerti kenapa hatinya yang begitu beku dan hampa, hari ini seolah diisi kehangatan yang terasa begitu asing baginya.     

Gadis ini mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja, dan ia akan bahagia? Benarkah?     

Entah kenapa perkatan gadis asing ini mampu membuat Therius merasakan ada harapan dalam hidupnya yang tampak gelap ini. Ia akhirnya mengangguk.     

"Terima kasih..."     

Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka dan langkah kaki mendekat. Therius kecil dan Emma segera mengangkat wajah mereka dan menoleh ke arah asal suara.     

"Asalnya dari sini. Aku yakin itu." Terdengar suara seorang wanita yang diliputi kecemasan. "Pangeran Licht dan seseorang... mereka diserang beberapa penjahat. Mereka meminta bantuan dengan telemancy."     

Emma segera membuang muka. Jantungnya berdebar sangat keras ketika ia menyadari siapa orang yang datang. Seketika ia merasa seolah udara di sekelilingnya seolah menghilang dan ia tidak dapat bernapas.     

"Pangeran Licht! Siapa yang melakukan ini kepadamu?!" Seorang wanita sangat cantik dengan pakaian indah segera bergegas menghampiri Therius yang sedang dipeluk Emma. Wanita ini memiliki rambut berwarna platinum dan sepasang mata biru yang cemerlang wajahnya sangat mirip dengan Emma.     

Di sampingnya berdiri seorang laki-laki tampan yang mengenakan seragam militer. Rambutnya pendek berwarna perak dengan sepasang mata berwarna biru-hijau. Tidak seperti wanita di sampingnya yang tampak emosional, ia tetap terlihat tenang.     

Ia segera menghampiri keempat lelaki yang terikat sulur tanaman di lantai sambil mengerang, dan seorang lagi yang terkapar pingsan di lantai.     

"Tuan Putri Arreya, ini semua pelakunya... mereka berhasil dikalahkan," kata Kaoshin dengan nada suara keheranan. Ia menoleh ke arah Emma yang menyembunyikan wajahnya ke arah lain. Kaoshin berjalan perlahan menghampiri Emma dan berhenti tepat di depannya. "Nona... kita tadi bertemu kan?"     

Emma berdiri membeku di tempatnya, setengah mati berusaha menahan air matanya agar tidak membanjir.     

Ia sangat merindukan ayahnya dan ingin sekali menghambur ke pelukan Kaoshin dan menangis di dadanya, menumpahkan semua kerinduannya selama belasan tahun. Tetapi ia mencoba bertahan. Ia tidak boleh bicara dengan siapa pun. Ia harus secepatnya pergi dari sini.     

Kaoshin mengerti bahwa gadis ini tidak ingin bicara kepadanya, tetapi ia tidak tahu alasannya. Entah kenapa dadanya berdebar keras saat mengingat betapa wajah gadis asing ini sangat mirip dengan Arreya.     

Ia lalu menoleh ke arah Arreya yang sedang berlutut dan memeriksa keadaan Therius kecil. Gadis itu tampak sangat prihatin melihat betapa parahnya kondisi anak kecil ini.     

"Kasihan sekali kau, Nak... kita harus segera membawamu untuk diobati oleh Leon." Arreya mengangkat wajahnya dan menatap Kaoshin. "Keadaan Pangeran Licht sangat buruk, Jenderal Stardust. Leon sudah datang, kan? Hanya dia sanomancer yang ada di ibukota."     

Kaoshin mengangguk. "Ia ada di aula. Aku akan segera memanggilnya ke sini."     

Ia lalu mengambil sebuah chip kecil dari sakunya dan bicara dengan suara pelan. Setelah meminta sahabatnya datang untuk segera mengobati Therius kecil, Kaoshin menatap Arreya dengan pandangan rumit. Sudut matanya mengerling ke arah Emma yang berdiri di dekat mereka dengan tubuh gemetar.     

Arreya segera menoleh ke kanan dan menyadari bahwa gadis itu sama sekali tidak mau melihat ke arah mereka.     

"Nona... apakah Anda yang tadi menolong keponakanku, Pangeran Licht?" tanya Arreya dengan suara lembut. "Kami hendak berterima kasih kepadamu."     

Emma merasa tubuhnya hampir terhuyung jatuh saat mendengar suara ibu kandungnya bicara kepadanya. Semua kerinduan yang selama ini menumpuk di dadanya selama belasan tahun, akhirnya tumpah.     

Ia sungguh-sungguh tak dapat lagi menahan diri. Dengan air mata bercucuran, Emma berbalik dan menatap Arreya dengan wajah diliputi duka.     

"Ibu...." tangisnya lirih. "Ibuuuuuuu....."     

'Maafkan aku, Xion... aku tidak tahan lagi... Aku sangat merindukan ibuku. Maafkan aku....'     

Pertahanan Emma runtuh, saat ia bergerak menghambur memeluk ibunya, Putri Arreya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.