Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Di Mage Academy (3)



Di Mage Academy (3)

0"Terima kasih," kata Therius. Ia dan Emma memang sengaja merahasiakan status pernikahan Emma di Academy. Yang mengetahui hanyalah dekan Academy saja. Ia juga satu-satunya orang yang mengetahui rahasia identitas siapa Emma sebenarnya.     

Guru-guru yang lain dan semua orang di Academy hanya mengetahui bahwa Emma bernama Lee Wolfland dan ia belum menikah. Therius dan Emma sengaja merahasiakan hal ini karena tidak ingin Emma diperlakukan berbeda oleh teman-temannya.     

Mereka juga ingin menghindari stigma terhadap Emma. Kalau teman-teman sekolah Emma di Akademi mengetahui bahwa gadis itu telah menikah dalam usia yang masih sangat muda, mereka akan memandangnya rendah.     

"Kalau tidak salah bukankah kau bersahabat dengan Xion Draconi? Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah kalian masih sering bertemu? Apakah kalian masih bersahabat?" Bu Atena mencecar Therius dengan berbagai pertanyaan itu. "Astaga.. aku masih ingat, dulu kalian sering sekali bolos dan dihukum Pak Olten."     

Therius pura-pura tidak mendengar pertanyaan Bu Atena. Ia merangkul pinggang Emma dan mengajaknya masuk ke dalam gedung.     

"Sampai jumpa, Bu Atena," kata Therius dengan penuh hormat kepada sang guru sebelum kemudian menghilang di balik pintu kayu raksasa dan masuk ke dalam gedung.     

Emma mengerti bahwa Therius tidak mau membicarakan tentang Xion. Karena itulah, ia berpura-pura tidak mendengar pertanyaan Bu Atena.     

Kalau kedatangan Emma ke Akademi dipenuhi dengan perasaan bahagia karena ia akan dapat menapak tilas jejak kehidupan ayah dan ibunya sewaktu mereka masih muda, maka kedatangan Therius ke Akademi justru menimbulkan luka di hatinya karena ia akan diingatkan kembali akan persahabatannya bersama Xion yang kini telah berakhir.     

Ia sungguh sangat merindukan sahabatnya itu. Ahh... sekarang Xion adalah mantan sahabatnya. Therius juga tidak tahu bagaimana kabar Xion sekarang.     

Avato yang dikirimnya ke gunung untuk mencari tahu keberadaan Xion telah pulang dengan tangan hampa karena ternyata sejak meninggalkan gunung untuk pergi bersama Therius ke bumi setahun yang lalu, ia belum pernah kembali.     

hal ini sungguh membuat Therius merasa kuatir. Namun, sayangnya, ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia mengira mungkin Xion sengaja menghindarinya karena ia masih membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka di hatinya.     

Karena itu, Therius hanya dapat membiarkannya. Dalam hati, ia berharap suatu hari nanti suatu hari nanti, entah berapa tahun dari sekarang, atau malah puluhan tahun dari sekarang... hubungan mereka akan membaik.     

Xion akan memaafkannya dan mereka akan dapat melihat ke belakang serta menertawakan putusnya persahabatan mereka karena wanita. Saat itu terjadi, ia berharap Xion akan menemukan wanita lain yang akan dapat mengisi hatinya.     

Siapa pun itu, Therius akan mendukungnya, asalkan bukan Emma.     

***     

Therius membawa Emma bertemu dekan akademi. Selain sang dekan dan beberapa orang Therius yang ditempatkan di akademi, tidak ada yang mengetahui bahwa mantan murid akademi yang satu ini sebenarnya adalah raja Akkadia.     

"Selamat datang, Yang Mulia," kata Dekan Anrankin dengan penuh hormat, saat Therius masuk ke dalam ruangannya. Ia memastikan pintu ditutup dan tidak ada yang mendengar mereka.     

"Pak Anrankin. Senang bertemu kembali dengan Anda," sapa Therius. Ia lalu duduk di kursi tanpa dipersilakan sang dekan. "Kurasa kau sudah tahu istriku."     

Ia memberi tanda kepada Emma untuk duduk di sampingnya. Gadis itu menurut. Ia duduk dengan anggun dan menatap dekan yang terlihat sudah berumur itu.     

Dekan Anrankin mungkin berusia sekitar 70 tahun. Penampilannya sangat rapi dan sekilas mengingatkan Emma akan Pak Young, kepala sekolahnya saat di SMA St. Catherine dulu.     

"Yang Mulia, semoga Anda selalu sehat," sapa Pak Anrankin kepada Therius dan kemudian membungkuk hormat kepada Emma. "Saya merasa terhormat bisa menerima Yang Mulia Ratu untuk belajar di akademi kami."     

"Aku menitipkan Emma kepadamu," kata Therius. "Istriku berasal dari negeri yang jauh dan ia masih butuh bantuan beradaptasi. Kuharap tidak akan ada yang membuatnya susah."     

Kata-kata Therius walaupun diucapkan dengan nada datar, tetap mampu menyampaikan tekanan dan ancaman yang jelas. Sang raja tidak akan berkompromi jika sampai terjadi apa-apa kepada istrinya.     

"Tentu saja, Yang Mulia," jawab Dekan Anrankin dengan penuh hormat.     

"Satu hal lagi. Istriku sebenarnya adalah multiple element mage. Ia adalah seorang pyromancer, electromancer, aeromancer, hydromancer, dan herbomancer. Aku ingin ia dapat melatih semua kemampuannya secara maksimal tetapi tidak boleh ada yang tahu bahwa ia adalah seorang multiple-element mage," kata Therius lagi. "Ia akan menampakkan herbomancy-nya saja. Apakah ini bisa diurus?"     

"Tentu saja bisa, Yang Mulia," jawab Anrankin dengan tegas. "Kami memiliki program untuk siswa berbakat yang tidak mengetahui dengan pasti elemen yang mereka kuasai. Orang-orang seperti ini akan dapat memilih jurusan yang ia inginkan dan belajar semua kekuatan sesuai kebutuhan."     

"Tepat seperti itu yang aku inginkan," kata Therius. Demikianlah ia dan Xion dulu berhasil melatih kekuatan mereka masing-masing yang mereka rahasiakan dari orang lain. Keduanya boleh mendapatkan perlakuan khusus dari akademi.     

Therius memberikan beberapa perintah lagi kepada Dekan Anrankin dan memastikan bahwa kehidupan Emma di akademi akan terjamin. Setelah ia puas, barulah ia pamit dari kantor Dekan.     

Para siswa baru sudah diperintahkan untuk berbaris dan masuk ke aula untuk menerim pengarahan.     

"Kurasa, sudah saatnya aku meninggalkanmu di sini," kata Therius dengan sedih setelah mereka keluar dari kantor Dekan. "Aku akan segera pulang ke Winstad. Kalau ada apa-apa, jangan ragu memberitahuku. Atila juga ada di sini."     

"Tentu saja," kata Emma. "Kita akan berbicara setiap hari. Jaga kesehatanmu. Jangan bekerja terlalu kerasa. Aku tidak mau kau kelelahan."     

Therius tersenyum bahagia mendengar bahwa Emma menguatirkan dirinya. Gadis itu tidak tahu bahwa suaminya adalah seorang sanomancer. Therius tidak akan sakit. Namun demikian, ia sama sekali tidak mengatakan apa-apa.     

Therius hanya mengangguk patuh dan kemudian mencium bibirnya dengan mesra.     

"Kuharap kau akan betah di sini dan mendapat banyak teman," kata Therius. "Kau harus dapat melatih semua kekuatanmu agar kau dapat menjadi kuat."     

Emma tiba-tiba merasa dirinya dipenuhi keharuan saat mendengar Therius berpamitan.     

Ahh.. mengapa ia merasa sedih melihat laki-laki itu mengucapkan perpisahan? Apakah Emma sudah mulai merasakan cinta kepada Therius sehingga ia merasa begini sedih?     

Emma tidak tahu jawabnya. Mungkinkah ia merasa kehilangan karena ia mencintai Therius?     

"Hati-hati di jalan," kata Emma akhirnya, setelah melepaskan diri dari pelukan suaminya. Ia harus bergabung dengan para siswa baru lainnya, dan kerabat yang mengantar sudah harus pulang. Therius mengacak rambut Emma lembut, mencium keningnya, lalu pamit untuk pergi.     

Emma hanya memandang punggung Therius yang pergi menjauh dan kemudian menghilang dari pandangannya. Ia lalu berjalan memasuki aula membawa tasnya. Setahunya, para siswa baru akan mendengar sambutan dari Dekan dan kemudian acara pembagian kelas dan kamar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.