Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Hutan Larangan (2)



Hutan Larangan (2)

0Tidak lama kemudian Emma mendengar suara-suara binatang dari dalam hutan. Apakah Marlowe memanggil semua binatang dan menanyakan petunjuk kepada mereka?     

Astaga... dasar Beast Master, pikir Emma. Ia dapat berkomunikasi dengan binatang. Entah kenapa Emma menjadi teringat pada cerita tentang Tarzan. Atau Mowgli... Mungkin lebih ke Mowgli karena rambutnya yang hitam.     

Emma lalu memusatkan perhatiannya kepada Lyra. Ahh.. ia akan menyebut hewan ini sebagai anjing hutan saja. Bentuknya mirip anjing, tetapi telinganya panjang seperti kelinci. Ukurannya juga sangat besar.     

"Hei... kau kenapa? Siapa yang menyakitimu?" tanya Emma kepada Lyra sambil mengelus lehernya. Ia tidak dapat membaca pikiran binatang, sehingga ia juga tidak mengerti kenapa ia bicara dengan hewan ini. Tetapi, rasanya lebih baik bicara kepada Lyra daripada bicara sendiri, kan?     

Ia memeriksa luka di tengkuk hewan ini dan mencoba mencari tahu apakah ini diakibatkan cakaran, gigitan, atau tusukan benda tajam.     

Dengan hati-hati tangannya menyentuh luka itu dan meneliti kedalamannya. Untungnya luka itu sudah tidak mengeluarkan banyak darah. Sepertinya tadi Marlowe sempat merawatnya.     

"Ahh.. ini bekas gigitan, atau tusukan benda tajam," gumam Emma.     

Ia mencoba mengingat-ingat tanaman apa yang dapat menyembuhkan luka dengan cepat. Ia ingat dulu saat bosan, ia pernah membaca ensiklopedia tentang tanaman saat masih SMA di Singapura.     

Sesaat kemudian, ia membuka telapak tangannya dan mengambil calendula. Dengan sigap Emma menghancurkan daun-daunnya dan mengoleskannya ke tengkuk Lyra. Ah, semoga saja hewan ini tidak terlalu merasa kesakitan, pikir Emma.     

Ia lalu mengelus-elus punggung Lyra yang berbaring di tanah sambil memiringkan kepalanya ke arah hutan, berusaha melihat keberadaan Marlowe.     

Pria itu pergi lama juga. Ia baru kembali hampir sejam kemudian. Di punggungnya bertengger seekor burung kecil berwarna keemasan dengan ekor panjang seperti merak.     

"Aku tidak menemukan petunjuk," kata Marlowe dengan gusar. "Maaf, aku lama. Tadi aku mengerahkan semua hewan di hutan untuk membantuku mencari pelakunya."     

"Tidak apa-apa," kata Emma. Ia bangkit berdiri dan menghampiri Marlowe. Saat itulah ia baru melihat jelas burung yang bertengger di bahu pria itu. Tadinya ia mengira ini burung yang sama dengan yang diberi makan oleh Marlowe di ruang makan, tetapi ternyata ekornya berbeda.     

Ini adalah burung yang tadi sore hinggap di balkon kamar Emma dan menikmati roti bekalnya.     

"Heii.. Alex Chu. Kau di sini?" sapa Emma sambil menyentuh kepala burung itu. Dengan sikap menggemaskan Alex Chu mengelus-eluskan kepalanya ke tangan Emma.     

"Alex Chu? Siapa itu?" tanya Marlowe keheranan. Ia lalu menoleh para burungnya yang sedang bermanja-manja kepada Emma dan mendesah kaget. "Dia mau kau sentuh??"     

Emma mengangkat wajahnya dan menatap Marlowe dengan bingung. "Kenapa tidak mau? Alex Chu jinak sekali."     

"Kau memberinya nama?" tanya Marlowe, kali ini suaranya terdengar sangat senang. "Kenapa Alex Chu?"     

Emma baru ingat bahwa Therius mengatakan di Akkadia orang tidak terbiasa memberi nama kepada binatang. Ahh.. apakah Marlowe termasuk salah satu orang aneh di Akkadia yang memberi nama pada hewan-hewan peliharaannya? Buktinya tadi ia memanggil anjing hutan besar ini dengan nama Lyra.     

Emma segera menyadari bahwa sikap Marlowe berubah menjadi ramah kepadanya saat mengetahui bahwa Emma memberi nama panggilan kepada burung emas yang ada di bahunya.     

Gadis itu mengangguk malu-malu. "Aku memberinya nama sesuai nama sahabatku yang baik hati dan banyak bicara. Aku tidak tahu dia sudah punya nama. Aku tidak akan memanggilnya Alex Chu lagi..."     

Marlowe melambaikan tangannya dengan santai. Wajahnya kini terlihat menjadi ramah. "Tidak apa-apa. Dia lebih menyukai nama Alex Chu daripada namanya yang lama. Mulai hari ini ia memintaku memanggilnya dengan namanya yang baru."     

"Eh..?" Emma membulatkan matanya keheranan mendengar kata-kata Marlowe. Ia mendekatkan wajahnya ke arah Alex Chu dan menatap sepasang mata bulat burung itu dengan ekspresi keheranan. "Benarkah kau lebih menyukai nama pemberianku? Wahh..."     

Alex Chu mengusap-usapkan kepalanya ke pipir Emma, seperti seekor anak anjing yang ramah. Emma merasa kegelian akibat sentuhan bulu burung itu di wajahnya, dan spontan ia tertawa.     

"Ahh.. kau lucu sekali... Alex Chu yang menggemaskan."     

Marlowe menatap Emma yang sedang bermain dengan burung peliharaannya dan tampak terpukau. Walapun gadis ini tidak bisa bicara dengan binatang, sepertinya binatang-binatang peliharaannya dapat cepat akrab dengannya.     

"Ramuan yang kau berikan kepadanya itu?" tanya Marlowe tiba-tiba. Ia telah memperhatikan tengkuk Lyra yang terluka kini sudah dibaluri semacam ramuan dari daun-daun yang dihaluskan. "Kau mengerti cara mengobati luka?"     

Emma menggeleng. "Tidak tahu. Tapi aku pernah membaca ensiklopedia bahwa tanaman itu dapat mengobati luka. Jadi aku menciptakan daunnya untuk dijadikan ramuan pengobat luka darurat. Kulihat kau sudah sempat merawat lukanya. Darahnya tidak banyak keluar..."     

Marlowe membungkuk menghampiri Lyra dan meneliti luka binatang itu. Ia juga melihat ada beberapa daun calendula di tanah. Ia mengambil daun itu dan mengunjukkannya kepada Emma.     

"Jadi kau seorang herbomancer ya? tanyanya. Sesaat kemudian wajahnya tampak berkerut keheranan. "Aku belum pernah melihat tanaman ini sebelumnya. Ini apa?"     

Emma terkesiap. Ia tidak tahu apakah ia harus mengarang nama tanaman, atau cukup mengatakan bahwa ini berasal dari luar negeri.     

"Kau belum pernah melihatnya? Ahh.. mungkin karena ini tidak berasal dari Akkadia. Aku berasal dari Taeshi... sangat jauh dari sini," jawab Emma, berusaha membuat kata-katanya seambigu mungkin.     

"Aku juga berasal dari Taeshi," komentar Marlowe. "Dan aku juga seorang herbomancer. Aku belum pernah melihat tanaman ini."     

Emma tertegun mendengar kata-kata Marlowe. Pria ini... juga seorang herbomancer? Dia juga berasal dari Taeshi?     

Gadis itu menelan ludah. Rasanya sia-sia saja kalau ia berbohong kepada Marlowe. Emma takut kalau ia akan berbohong semakin jauh, Marlowe akan mengetahuinya menganggapnya sebagai pembohong yang tidak bisa dipercaya.     

Akhirnya ia menarik napas. "Aku tidak bilang tanaman ini dari Taeshi. Aku pernah dibawa masuk ke kapal peneliti yang baru pulang dari penjelajahan ke planet lain. Mereka membawa beberapa hewan dan tanaman dari spesies baru. Termasuk tanaman calendula ini."     

Ia memutuskan untuk berbohong tapi membuatnya lebih masuk akal. Bukankah tim peneliti dari Akkadia selalu pulang membawa spesies baru untuk dibudidayakan di Akkadia?     

Buktinya adalah bunga bangkai di Taman Botani Merridell, dan naga-naga di hutan kemarin yang dibawa dari Daneria.     

"Hmm... begitu ya?" tanya Marlowe. Sepertinya ia percaya kepada Emma, karena penjelasannya barusan memang terdengar masuk akal.     

Justru lebih sulit dipercaya jika Emma mengakui hal yang sesungguhnya, bahwa ia adalah gadis dari planet Akkadia yang lahir di bumi dan menghabiskan 18 tahun pertama hidupnya di planet yang begitu jauh, melintasi alam semesta.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.