THE RICHMAN

The Richman - Shoot



The Richman - Shoot

0Untuk pertama kalinya sejak mereka pindah ke tempat itu, Elea akhirnya membuka hati untuk berteman dengan gadis sebaya di lingkungan itu. Dan bagi Sheina, perkembangan itu sangat membahagiaakan baginya, apalagi Irina terlihat sangat ramah dan baik. Jadi tidak ada alasan baginya untuk tidak mendukung pertemanan puteirnya itu dengan anak gadis seusianya yang juga tinggal di dekat rumah mereka.     

Sembari menunggu Elea berganti pakaian, Irina duduk di ruang tamu sementara Shena sibuk di dekatnya.     

"Terimakasih Mrs. Anthony, karena sudah memberikan kami ijin." Mata Irina berbinar, dia berbasa-basi mencoba meyakinkan Shiena bahwa keputusannya memberikan ijin pada puterinya untuk pergi tidak salah.     

"Tentu saja." Angguk Sheina.     

"Tunggu ya, akan ku panggilan Elea." Ujar Sheina sembari meninggalkan ruang tamu dan naik ke lantai dua dimana kamar puterinya berada. Sheina mengetuk pintu dan menarik gagang pintu itu untuk mengintip ke dalam, rupanya sang puteri tengah sibuk membuat seisi lemarinya bertaburan di atas tempat tidur. Dan sekarang dia tampak berdiri di depan cermin dengan tidak percaya diri.     

"Hei . . ." Sheina mengusap lembut pundak puterinya itu dan membuat Elea terlonjak, "Mom . . .!" Protesnya, "Mengapa mengagetkanku?" Tanya Elea.     

"Irina menungumu." Ujar Sheina.     

Elea mengigit bibirnya, "Em . . . Entahlah aku merasa tidak ada pakaian yang cocok denganku." Dia tampak mempertimbangkan sesuatu.     

"Mengapa kau tampak ragu mengenakan yang ini, ini bagus." Alis Sheina berkerut, wanita itu duduk di tepi ranjang puterinya dan memegangi tangan Elea. "Ini kali pertama mommy merasa bahagia sejak kita tinggal di tempat ini. Kau mulai membuka hati untuk berteman dengan gadis seusiamu. Dan tidak ada yang salah dengan jeans dan kemeja putih model crop, kau selalu tampil sempurna dengan potongan itu. " Ujar Sheina. "Kita memang terperangkap dalam situasi yang tidka menyenangkan, tapi jika kau bisa menemukan jalan keluar dan menikmati hidupmu sebagai anak muda, lakukan, mommy akan mendukungmu."     

"Dad akan memborgolku jika dia tahu kemana aku akan pergi." Elea memutar matanya.     

"Memangnya kemana kau akan pergi?" Alis Sheina berkerut.     

"Ke cafe, salah satu teman Irina berulangtahun. Dan dia ingin mengajakku ke acara itu agar aku bisa punya lebih banyak teman." Tutur Elea.     

"Jika begitu, lakukanlah." Mata Sheina berbinar saat mengatakan itu pada puteirnya, "Soal ayahmu, biar mommy yang mengurusnya." Sheina membiarkan puteirnya itu untuk kali pertama bersenang-senang setelah sekian bulan terombang-ambing dalam keadaan yang tidak stabil. Apalagi rasa bersalah Sheina yang besar terhadap puterinya itu jika sampai dia tahu bahwa kedua orang tuanya tengah mengusahakan sebuah perceraian.     

"Pilih pakaian terbaikmu dan nikmati berkenalan dengan teman-teman barumu. Mommy ada urusan, mungkin pulang agak larut. Kau bisa mengunci pintunya, lagipula adikmu ada di rumah, dia sedang belajar." Ujar Sheina.     

"Ok mom." Elea memeluk sang ibu sekilas, dia tampak benar-benar excited dengan acaranya malam ini bersama dengan Irina. Dia membayangkan bahwa malam ini akan menjadi sangat menyenangkan karena untuk pertama kalinya dia membaur dengan orang-orang yang usianya tak jauh berbeda dengnanya, dimana dalam otak mereka hanya ada kata "bersenang-senang."     

***     

Irina dan Elea menaiki taksi, dan ternyata mereka tak berhenti di sebuah cafe melainkan di sebuah club malam.     

"Kau bercanda? Ini club malam." Protes Elea.     

"Tidak ada bedanya." Irina tersenyum lebar. "Come on, nikmati pestanya dan jangan pikirkan soal orang tua kita yang kolot." Irina menarik tangan Elea untuk masuk ke dalam club dan penjaga langsung memberikan akses karena Irina memegang sebuah kartu pengenal, semacam undangan khusus untuk bisa masuk ke privat party di club malam itu.     

"Ini adalah kartu akses yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang di undang." Ujar Irina.     

"Jadi temanmu itu orang yang sangat spesial sampai-sampai dia merayakan ulangntahunya dengan menutup club malam dan merayakannya dengan privat?" Alis Elea berkerut.     

"Kau tinggal di New York, seharusnya kau tidak asing dengan hal-hal seperti ini." Irina menatap Elea, begitu mereka masuk ke dalam club, seorang pria menghampirinya dan memberikannya ciuman.     

"Ini Marco, dia kekasihku." Ujar Irina bangga.     

"Hi." Elea mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Marco yang sudah lebih dulu terulur ke arahnya.     

"Selamat ulang tahun by the way." Elea tampak kikuk.     

"Thank you." Marco tersenyum sekilas, kemudian dia menoleh ke arah Irina dan berujar. "Nikmati pesanya sayang, aku harus menemui temanku." Ujar Marco, dia menoleh ke arah Elea sebelum eprgi, "Jangan sungkan." Katanya sebelum benar-benar meninggalkan mereka berdua.     

Irina membalik posisi dan duduk di meja bar, dia memesan dua gelas minuman, sembari duduk mengobrol mereka melihat ke lantai dansa, banyak yang sudah menari dengan asiknya di sana.     

"Kau ingin menari?" Tanya Irina.     

"Tidak." Geleng Elea.     

"Mengapa?" Tanya Irina.     

"Aku tidak biasa." Jawab Elea.     

"Oh come on, kau mungkin tidak akan punya kesempatan untuk menikmati pesta seperti ini lagi." Irina menatap ke arah lantai dansa, tampaknya Marco menceburkan diri di sana dan menari bersama banyak wanita dengan begitu asiknya.     

"Kau lihat itu?" Alis Elea berkerut.     

"Ya." Angguk Irina.     

"Dia menari dengan banyak wanita, dan kau santai saja duduk di sini memandangi ulahnya?" Alis Elea berkerut dalam.     

"Aku mencintainya El." Irina menoleh ke arah Elea. "Aku rela melihat semuanya asal dia tetap bersamaku."     

Elea menyesap minuman soda di gelasnya, "Itu membingungkan." Ujarnya. Dia benar-benar tidak pernah setuju jika dalam sebuah hubungan antara dua orang manusia, apalagi atas nama cinta, hanya satu yang berusaha keras untuk tetap membuat hubungan itu berjalan sedangkan pihak lainnya tidak.     

"Jangan berkorban terlalu banyak, atau kau akan sangat sakit hati nantinya." Ujar Elea.     

Irina tersenyum, "Aku tumbuh di keluarga yang berantakan, tidak ada satupun dalam hidupku yang terorganisir dengan baik." Ujar Irina santai. "Ayahku pecandu, ibuku menghabiskan hidupnya sebagai seorang wanita yang sering sekali menderita kekerasan fisik hingga akihirnya mereka bercerai. Ayahku pergi entah kemana, aku bahkan tak tahu apakah dia masih hidup atau tidak, sedangkan ibuku hidup dengan berganti-ganti pacar." Irina menatap Elea. "Buka matamu princess, kau terlalu lama hidup di dunia yang sempurna. Di luar duniamu, banyak sekali dunia lain yang hancur berantakan dan beberapa orang bertahan untuk hidup di dunia yang berantakan itu, salah satunya aku." Irina menatap Elea.     

"Aku akan menari." Ujar Irina, dia meninggalkan Elea di meja bar, sementara itu Elea duduk terpaku masih mengingat semua kalimat yang terlontar dari bibir Irina. Untuk beberapa saat Elea baru sadar bahwa banyak sekali hal yang tidak dia ketahui di dunia ini. Dia termangu menatap Irina yang dengan asiknya bergoyang di tengah kerumunan dengan pakaian yang sempat dia ganti di dalam taksi, dari celana jeans kini dia mengenakan mini dress yang mengekspose hampir sebagian tubuhnya.     

Tak berapa lama terdengar suara tembakan "Beng Beng Beng" Tiga kali tembakan dan semua orang menjerit berlarian tak tentu arah. Elea yang saat itu kebingungan tak tahu harus berbuat apa, dia mematung duduk di atas bangku, sampai seseorang mendorongnya dan jatuh bersamanya saat berondongan peluru itu kembali terdengar.     

Elea menatap pria yang memeluknya itu sesaat setelah mereka berdua terjatuh ke lantai, "Lucas?" Itu yang dikatakan Elea sebelum dia akhirnya jatuh pingsan.     

Entah kemana perginya beberapa pria yang datang dan membuat kegaduhan dengan senjata itu. Mereka pergi begitu saja, dan setelah tidak ada lagi ancaman, beberapa orang mulai saling menolong dan membawa beberapa orang yang terluka ke rumahsakit. Begitu juga dengan Elea yang jatuh pingsan meski tak ada peluru yang mengenainya. Sementara itu, lain halnya dengan Lucas yang hari itu berniat menemui Marco untuk meminta bantuan pria itu meloloskan diri dari Oliver, tapi justru membuatnya terperangkap dalam situasi dimana dia melihat Elea di club malam itu.     

Awalnya Lucas mengabaikan Elea setelah menemui Marco dan bicara pada pria itu soal apa yang terjadi padanya dan apa bantuan yang dia butuhkan dari Marco. Saat berniat unutk meninggalkan tempat itu, Lucas melihat tiga orang turun dari mobil dan masuk ke club dengan membawa senjata yang siap di tembakkan. Lucas teringat dengan Elea, si gadis malang itu tengah menatap kea rah kerumunan yang ada di lantai dansa sambil menyesap minuman soda di tangannya. Lucas segera berlari masuk untuk menyelamatkan gadis itu, dan naasnya, lengan Lucas justru tertembus peluru, untung saja tidak mengenai tulangnya hanya merobek bagian kulit saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.