THE RICHMAN

The Richman - Line a New Date



The Richman - Line a New Date

0Adrianna begitu penat dengan pekerjaanya dua hari terakhir hingga membuatnya sedikit lupa dengan masalahnya dan Aldric sang suami. Kembali tinggal di apartment masing-masing tak tampak asing bagi mereka karena pertemuan, pernikahan dan kini pertengkaran datang silih berganti dan begitu cepat hingga seolah tak ada bedanya dengan masa-masa ketika mereka masih berkencan, sebagai sepasang kekasih.     

Adrianna baru saja selesai mandi, dengan handuk terlilit sebatas dada dia berjalan keluar dari kamar mandi, dan betapa terkejutnya dia melihat Aldric berdiri di sana. Keduanya bersitatap dalam diam, masih ada kecanggungan yang cukup besar hingga mereka tak lantas saling memeluk dalam kerinduan masing-masing.     

"Hei." Aldric terlihat ragu-ragu menyapa isterinya itu.     

"Hai." Adrianna memegangi simpul handuk di atas dadanya.     

"Em,... aku datang untuk meminta maaf." Ujarnya kikuk, dan Adrianna mengangguk. "Ok." Jawabnya singkat. Aldric melangkah maju, dan semakin mendekat ke arah isterinya itu, sementara Adrianna membeku di tempatnya. "Ada yang sedang berusaha mengadu kita." Terang Aldric dan Adrianna hanya mengangguk saja sebagai jawabannya.     

"Kurasa Javier Walton dan wanita itu bersekongkol untuk membuat hubungan kita bermasalah." Aldric menatap Adrianna, berusaha mengukur ekspresi isterinya itu.     

"Ya." Angguk Adrianna. "Dan kau lebih percaya pada wanita itu." Adrianna berjalan menjauh dari Aldric, dia menuju walking closet dan mengambil piyama tidur lalu mengenakannya di hadapan sang suami yang tampak membuntutinya.     

"Aku belum mengatakan apapun dan kau sudah pergi." Jawab Aldric.     

Adrianna yang semula enggan melihat suaminya itu kini menatapnya, "Kau sengaja menolak undangan orang tuaku, itu yang lebih menyakitkan bagiku. Persetan dengan mantan kekasihmu."     

Aldric menghela nafas dalam, "Aku pikir kita juga sudah berjanji dan dengan sangat jelas sepakat bahwa tidak satupun dari kita yang akan menemui Javier Walton lagi setelah pertemuan hari itu."     

"Clear!" Adrianna meninggikan nada bicaranya, "Kau masih menuduhku."     

"Aku melihat fotomu duduk di cafe bersamanya."     

Adrianna melipat tangannya di dada, dia menggeleng tak habis pikir dengan suaminya itu. "Harusnya kau bertanya bagaimana kronologisnya, aku bisa tidak sengaja bertemu dengan pria itu di cafe. Dan mengapa dengan sagat kebetulan mantan kekasihmu melihatnya dan mengambil gambar kami lalu memberikannya padamu." Adrianna mengambil handuk yang semula tergeletak di lantai itu dan berjalan meninggalkan Aldric yang masih berdiri mematung. Namun sebelum benar-benar pergi Adrianna berbalik, "Aku pikir kau cukup cerdas Mr. Bloom." Ucap Adrianna dengan kesal.     

Dia melemparkan handuk basah itu dikeranjang cucian kotor dan berjalan pergi, dia berjalan ke arah dapur dan mengambil gelas lalu menuang wine dan duduk di meja dapur. Sementara Aldric yang semula berada di kamar tampak menuruni tangga dan berhenti untuk menatap Adrianna yang sedang duduk di meja besar yang berada di dapur.     

"Jika kau tahu bahwa itu konspirasi mereka mengapa kau menuduhku?" Tanya Aldric dari kejauhan.     

"I'm not." Jawab Adrianna singkat.     

"Tapi kau memilih pergi dari ruang kerjaku dan pergi ke rumah orang tuamu." Aldric berjalan mendekat ke arah Adrianna, dia mengambil gelas lalu menuang wine dari botol yang sama, kemudian duduk berhadapan dengan isterinya itu.     

"Ibuku sangat merindukan kita, aku datang untuk memenuhi undangan mereka." Adrianna menyesap wine dari gelasnya lalu meletakannya lagi. "Terakhir kali aku marah padamu dan pergi tanpa meminta penjelasan semua berakhir buruk." Ujar Adrianna. "Aku belajar dari hal itu. You're my husband, and I promise to trust you." Adrianna menatap dalam ke mata sang suami, sementara Aldric meletakkan gelasnya di atas meja dan berdiri dari tempatnya duduk, dia mencondongkan tubuhnya untuk bisa meraih bibir Adrianna dengan bibirnya.     

"I'm sorry." Bisik Aldric di sela ciumannya.     

Siapa bilang dalam rumahtangga tidak ada pertengkaran? Pertengkaran justru kadang terjadi gara-gara hal sepele yang tak masuk akal sama sekali. Hal itu dipicu dari rasa saling memiliki yang begitu besar hingga membuat pasangan menjadi over ekspektasi atau justru over protektif.     

***     

Adrianna berbaring di ranjang dalam pelukan Aldirc suaminya, tampaknya mereka sudah melakukan rekonsiliasi dan hubungan kini membaik. Adrianna meringkuk dan Aldric memeluknya dari belakang, deru nafas Aldric terengar jelas di telinga Adrianna, aroma maskulin suaminya yang dia rindukan benar-benar bis dia hirup dari dekat dan itu menenangkan.     

"Aku merasa menjadi suami yang buruk." Bisik Aldric.     

Adrianna memutar posisinya dan kini mereka berbaring saling berhadapan, "Mengapa kau berpikir seperti itu?" Tanya Adrianna.     

"Pertama, bulan madu yang kacau dan sekarang, pertengkaran bahkan sebelum genap sebulan kita menikah." Jawab pria itu sembari menatap dalam isterinya dengan penuh penyesalan.     

Adrianna menghela nafas dalam, "Mungkin kita butuh waktu untuk saling mengenal, lebih lama..." Kalimatnya tertahan, dia mengukur ekspresi Adric yang mendadak berubah, tapi pada akhirnya pria itu mengangguk.     

"Seharusnya memang kita tidak menikah terburu-buru." Aldric menyetujui pendapat isterinya itu.     

"Apa kau menyesal sekarang?" Tanya Adrianna, dan Aldric menggeleng. "Aku tidak akan membiarkan pria lain menikahimu, itu sebabnya aku terburu-buru." Jawab Aldric.     

"Jadi sekarang apa?" Adrianna membetulkan posisinya, sementara tatapannya terpatri pada mata sang suami.     

"Mungkin kita bisa memulai lagi." Jawab Aldric.     

"Darimana?" Tanya Adrianna.     

"Mulai berkencan dari awal." Imbuhnya, sebelum khirnya meraih wajah isterinya itu dan menciumnya dalam. Adrianna membalas ciuman suaminya itu. Keduanya saling merindukan satu dengan yang lainnya dan kini kerinduan itu bisa mereka lampiaskan.     

Setelah selesai dengan ciumannya, Aldric memeluk Adrianna dan mereka saling menatap. Adrianna mengusap wajah suaminya itu, "Kita tidak pernah membicarakan hal yang mendasar tentang hubungan kita." Ujarnya memecah keheningan.     

Alis Aldric berkerut, "Apa maksudmu?" Tanyanya.     

Adrianna tersenyum sekilas, "Dalam setiap hubungan suami isteri akan selalu terjadi ketegangan, entah itu besar atau kecil. Dan menurutku pertengkaran kita kemarin tidak seharusnya terjadi jika kita saling percaya dan terbuka." Ungkapnya. "Aku ingin tahu, apa hal yang paling tidak kau sukai, jadi sebisa mungkin aku tidak akan melakukannya untuk menghindari pertengkaran diantara kita." Adrianna menatap mata suaminya itu.     

"Aku tidak suka di bohongi." Jawab Aldric, "Itu saja."     

Adrianna mengangkat alisnya, "So, in my power I'll try not to lie on you."     

"Ok." Angguk Aldric setuju. "Dan kau, apa yang paling tidak kau sukai?" Aldric balik bertanya.     

"I don't know." Adrianna menggeleng. "Aku percaya bahwa kau mencintaiku." ujar Adrianna sederhana. "Dan itu sudah cukup, aku sudah melihat banyak bukti yang tidak mungkin ku pertanyakan lagi." Jawabnya.     

"Kau tidak menuntutku untuk apapun?" Alis Aldric bertaut, "Seperti aku memintamu untuk tidak membohongiku?" Imbuhnya dan Adrianna menggeleng. "Aku tahu, setiap tindakan yang kau ambil memiliki alasannya sendiri. Dan aku yakin betul bahwa kau sudah memikirkannya secara mendalam, meski belum lama mengenalmu, aku tahu seperti apa suamiku." Tuturnya panjang lebar.     

"Why?" Aldric mempertanyakan jawaban Adrianna. "Mengapa kau begitu percaya padaku?"     

"I don't know, aku hanya percaya. Itu saja." Jawab Adrianna. "Pertanyaan itu jawabannya akan sama dengan pertanyaan lain yang sejenis." Adrianna mengusap wajah suaminya itu sekali lagi. "Mengapa kau mencintaiku?" Tanya Adrianna balik.     

Aldric menelan ludah, "I don't need any reason to love you."     

"Seperti itu juga denganku, aku tidak butuh alasan untuk memepercayaimu. Aku percaya padamu, itu saja." Jawab Adrianna. Mereka saling memeluk dengan erat, kemudian saling mencium dan selanjutnya bercinta. Apalagi yang harus dan begitu ingin dilakukan dari pasangan suami isteri yang baru saja melakukan gencatan senjata setelah beberapa waktu melakukan perang dingin, tentu yang paling mereka rindukan adalah bercinta dan menemukan kepuasan masing-masing bersama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.