THE RICHMAN

The Richman - Escape Plan



The Richman - Escape Plan

0Adrianna terbangun dan, Aldric tampak masih meringkuk di sisinya. Dia tidur terlalu larut malam ini, bahkan hingga menjelang pagi. Untuk beberapa saat Adrianna menunggu Aldric terbangun. Menatap paras tampannya yang tidur dengan begitu damai membuat Adrianna semakin mencintai pria itu. Namun kebahagiaan yang benar-benar baru dimulai beberapa jam lalu dalam rumah tangga mereka, kini sudah harus berganti dengan masalah baru.     

Pria yang begitu mirip dengan Javier Walton tiba-tiba muncul dan hampir ada dalam beberapa moment penting mereka. Entah apa motifasinya tapi Adrianna merasakan hal yang buruk mungkin tengah direncanakan oleh pria itu.     

Aldric mulai menggeliat, dia tampak mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum akhirnya tersenyum menatap isterinya, "Morning wife." sapanya pada sang isteri.     

"Morning Husband." Jawab Adrianna dengan senyum, tapi kekhawatiran tetap tak bisa dia sembunyikan dari tatapannya.     

Aldric mengusap wajah Adrianna, "Apa yang kau pikirkan?" Tanya pria itu.     

"Bagaimana cara kita keluar dari tempat ini dan kembali ke New York?" Tanya Adrianna, Aldric tersenyum telunjuknya mengusap wajah Adrianna dari sudut kening hingga ke dagu. "Aku sudah mengaturnya." Jawab Aldric, dia beringsut untuk memeluk Adrianna semakin erat, "Semua akan baik-baik saja sayang, aku berjanji." Ujarnya menenangkan Adrianna.     

Aldric meraih jam tangannya yang tergeletak di meja kecil yang berada di sisi ranjang untuk melihat pukul berapa sekarang. "Sekarang kita akan mandi, pukul sembilan kita sarapan dan pergi dari tempat ini. Pesawat kita dari Gibraltar International Airport pukul sebelas."     

"Ok." Angguk Adrianna, dia segera beringsut turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi. Aldric tak melepaskan isterinya begitu saja, moment mandi bersama di pagi hari itu cukup membahagiakan meski mereka tak bercinta pagi ini karena waktu yang terbatas.     

***     

Setelah mereka selesai mandi, Adrianna bergegas untuk keluar dari kamar mandi dan berganti pakaian, begitu juga dengan Aldric.     

"Kau yakin dengan semua ini?" Adrianna menatap Aldric dengan khawatir, wanita itu benar-benar tidak bisa menyembunyikan kecemasannya. Sementara yang dilakukan sang suami adalah selalu berusaha menenangkannya.     

"Aku sangat yakin." Jawab Aldric."Percayalah padaku sayang." Aldric mengecup bibir isteirnya itu sekilas dan Adrianna tersenyum meski tak mengurangi rasa cemasnya.     

"Bagaimana dengan barang-barang kita?" Tanya Adrianna.     

"Aku sudah meminta petugas kapal untuk mengemas dan mengirimkan barang kita langsung ke rumah." ujar Aldric.     

"Ok." Angguk Adrianna paham. Sebelum benar-benar keluar dari kamarnya, Adrianna memeluk Aldric yang berdiri di hadapannya dan menatapnya dalam-dalam. "Maaf." Bisik Adrianna.     

"Soal apa?" Tanya Aldric.     

"Masalaluku menyulitkanmu." Jawab Adrianna. Aldric tesenyum, "Kau isteriku, keselamatanmu dan kebahagiaanmu adalah prioritas utama bagiku." Ujar Aldric, dia menggulung isterinya itu dalam pelukannya.     

"Apa tidak ada cara lain agar kita bisa segera pergi dari tempat ini?" Tanya Adrianna sembari mendongak menatap Aldric, pria itu mengerucutkan bibirnya sekilas.     

"Entahlah, sepertinya untuk saat ini cara yang paling tepat adalah bersikap wajar. Jika dia ingin melukai kita, dia punya banyak kesempatan, termasuk mengacaukan pernikahan kita malam itu, tapi itu tidak dia lakukan. Itu berarti dia memiliki rencana lainnya." Terang Aldric, itu analisisnya setelah semalaman mempertimbangkan berbagai kemungkinan. Tapi jika Javier benar-benar ingin mengharncurkan hubungan mereka, dia bisa saja melakukannya di hari pernikahan, jika tidak dia lakukan saat itu, mungkin dia memiliki tujuan lainnya.     

"Kita akan mengecohnya dan pergi diam-diam." Ujar Aldric.     

"Tidakkah kita menunggu malam lalu pergi diam-diam?"     

Aldric mengggeleng, "Aku sudah mengatur penerbangan kita siang ini pukul sebelas sayang." jawab pria itu.     

Adrianna sebenarnya kurang setuju, tapi jika semua sudah diatur, yang harus dia lakukan tinggalah mengikuti semua petunjuk yang diberikan Aldric, suaminya. Bagaimanapun juga, Aldric sudah mempertimbangkan semua aspek termasuk keamanan bagi mereka.     

***     

Setelah selesai berkemas, dan merapikan diri, Adric dan Adrianna berjalan bersama menuju restoran untuk menikmati sarapan pagi mereka. "Makan yang cukup." Aldric menatap isterinya yang tampak tak bersemangat untuk menyantap makan paginya, dia hanya mengangguk sekilas. Sesekali Adrianna menebar pandangan ke sekeliling dalam kecemasannya dan pemandangan itu tertangkap oleh Aldric, "Jangan cemas, makanlah sarapan pagimu." Aldric mengambil cangkir kopi dan menyesap espresso dari dalam cangkirnya.     

"Aku khawatir dia datang tiba-tiba." Jawab Adrianna, baru saja mengatakan hal itu pandangan Adrianna tiba-tiba membeku ke satu arah, wajahnya semakin pucat. Melihat ekspresi wajah isterinya itu, Aldric bertanya. "Dia datang?" Tanyanya sembari meraih tangan isterinya. Adrianna tidak berkata apapun, dia mengangguk lemah dan membuang pandangan.     

Aldric meremas tangan Adrianna dengan lembut, "Jangan panik." Aldric meyakinkan Adrianna.     

Adrianna kembali menatap ke arah semula, tempat dia melihat Javier dan matanya membulat sementara dia tak sanggup berkata-kata. Aldric menangkap ekspresi wajah Adrianna yang semakin ketakutan hingga Aldric memutuskan untuk berbalik dan berdiri menghadap ke arah datangnya pria itu.     

Pria itu berjalan cepat ke arah Aldric dan Adrianna, dia menyambar pisau makan dari salah satu meja dan dengan cepat berlari ke arah Aldric. Melihat hal itu Adrianna menjerit dan Aldric yang sudah menjadi siaga, reflek menangkis serangan Javier hingga pisau itu terlempar jauh. Tapi rupanya, Jav sudah menyimpan senjata cadangan. Dia segera mengambil pistol dari dalam saku celananya dan menembak dari jarak dekat.     

Semua orang yang awalnya berusaha untuk menolong mendadak membeku saat melihat Adric terhuyung jatuh dan darah segar mulai mengalir dari bagian tubuhnya yang tertembus peluru. Adrianna segera menghambur, meraih Aldric dalam pelukannya, air matanya sontak berjatuhan, sementara Aldric terlihat kesulitan bernafas dan tersengal-segal.     

Tampaknya ada salah satu penumpang yang berprofesi sebagai polisi, dia segera membantu untuk melumuhkan Javier dengan kemampuannya. Meskipun dia sedang dalam masa cuti, tapi dia tampak menunjukkan lencananya begitu dia bisa melukai Javier di kakinya dan merebut senjata dari tangan Javier.     

Di lantai tempat Adrianna memeluk Javier yang tergeletak dengan darah terus mengalir, beberapa saat kemudian beberapa orang termasuk tim medis di kapal langsung membantu untuk mengevakuasi Aldric dan membawanya ke rumahsakit terdekat untuk mendapatkan perawatan.     

Untunglah kejadian itu terjadi saat kapal sedang bersandar di Gibraltar sepanjang hari agar para turis dan wisatawan bisa menikmati keindahan kota ini, namun tidak demikian dengan Aldric dan Adrianna, Gibraltar menjadi tragedi pertama setelah pernikahan mereka yang belum genap berumur satu minggu.     

***     

Adrianna yang berada di dalam mobil ambulance itu bersama dengan Aldric terus memegangi tangan suaminya itu. "Bertahanlah." Itu yang selalu dibisikkan Adrianna di telinga Aldric, sementara wajah pria itu sudah sangat pucat, dia kehilangan banyak darah dan mulai tak sadarakan diri.     

Rumahsakit terdekat dengan pelabuhan memakan waktu kurang lebih dua puluh menit, begitu tiba di rumahsakit, Aldric langsung mendapatkan perawatan dari para medis. Sementara Adrianna menunggu dengan cemas diluar. Dokter mengatakan untuk mengeluarkan proyektil dari dalam tubuh Aldric mereka harus melakukan prosedur bedah setelah melakukan pemeriksaan melalui rontgn untuk mengetahui posisi proyektil itu dan sedalam apa. Selain itu tim medis juga harus tahu apakah ada organ penting dalam tubuh Aldric yang mengalami kerusakan karena proyektil itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.