THE RICHMAN

The Richman - Wedding Party



The Richman - Wedding Party

0Pemandangan senja di tepi danau komo dilengkapi dengan indahnya dekorasi venue pernikahan Aldric dan Adrianna membuat semua tamu undangan yang hadir terhanyut dalam suasana romantisme yang membius. Termasuk Alfons, pria yang hadir tanpa membawa pasangan itu tampak celingukan saat melihat Aldric dan Adrianna berdansa, beberapa orang memilih makan dan berbincang dan lainnya juga tampak asik berdansa. Sementara Alf berdiri di kejauhan, justru menatap ke arah Danau.     

"Hei…" Stefany sepupu Aldric mendekatinya dan Alf yang sempat terkejut akhirnya memilih tersenyum lebar setelah melihat ada gadis cantik dengan rambut blonde mendekatinya.     

"Hei." Sapa Alf.     

"Aku Stefany, sepupu Aldric." Stefany memang gadis yang penuh percaya diri.     

Alfons mengangguk, dia membalas uluran tangan Stefany, "Alfons Morgan, aku teman dekat Aldric tapi baru tahu jika Aldric memiliki sepupu." Jawabnya.     

"Ya, kami pindah ke Italia sejak aku berusia enam bulan." Ujarnya.     

"Oh pantas saja." Pembicaraan mereka berlangsung dan menjadi sangat akrab, sementara di sisi lain area terbuka itu Richard tengah berdansa dengan isterinya.     

"Anggap saja ini dansa prom." Ujar Richard saat dirinya dan sang isteri yang tak lagi muda itu mulai berayun lembut mengikuti musik yang romantic.     

"Apa, bagaimana bisa kakek dan nenek seperti kita berdansa prom?"     

"Aku belum setua itu." Ujar Richard. "Lihat di sebelah sana, puteramu tampaknya sedang mendekati seorang gadis." Richard memutar posisi hingga Christabell bisa melihat Ben mendekati seorang gadis, mungkin dia kerabat keluarga Aldric.     

"Biarkan saja, dia juga sudah dewasa." Bella Christabell, siapa lagi yang akan membela anak-anak jika bukan ibu mereka.     

"Kau selalu membelanya." Protes Rich.     

"Mereka anak-anakku Richard." Christabell tersenyum. "Aku tidak percaya Adrianna akhirnya menikah." Ujar Rich, dan Christabell mengangguk setuju. "Awalnya aku juga merasa begitu, tapi lihatlah puterik kita, dia tampak sangat menyayangi suaminya." Puji Bell, "Mereka terlihat sangat serasi bahkan." Imbuhnya.     

"Ya." Angguk Richard.     

Sementara di meja sisi sebelah kiri orang tua Aldric tampak menikmati berbincang dengan kerabat mereka. Terutama ibunda Aldric yang sibuk membicarakan bagaimana rumitnya mengurus semua persiapan pernikahan itu hingga akhirnya bisa terlaksana. Meski sang anak sulung tak menghadiri pernikahan Adiknya dikarenakan pekerjaannya yang tidak bisa ditinggalkan, itu tidak mengurangi kebahagiaan diantara mereka sama sekali.     

Di tengah beberapa pasangan lain yang juga berdansa Aldric dan Adrianna tampak sedang asik menikmati keintiman diantara mereka.     

"Kau pandai berdansa." Puji Adrianna.     

"Ya." Angguk Aldric,     

Adrianna mencibir, "Aku baru memuji sedikit kau langsung besar kepala." Protesnya.     

"Aku memang bisa melakukan banyak hal sayang, memasak, mengurusmu, berdansa, memainkan piano, berbisnis, dan masih banyak lagi." Ujar Aldric sombong, tapi dia tertawa di sela kesibukannya menyombongkan diri itu.     

Adrianna memutar matanya, "Baiklah, karena kau memiliki banyak kepiawaian, akan kusimpan pujianku untuk yang terbaik saja nanti."     

Aldric tersenyum lebar, dia merundukkan kepalanya hingga dekat dengan telinga Adrianna, "Aku bisa menunjukkan kemampuan terbaikku nanti malam, kau bahkan akan sulit berkata-kata setelah melihat kemampuanku." Bisiknya dan itu membuat wajah Adrianna merona merah. "Kau akan memujiku lagi mala mini."     

Mata Adrianna membulat menatap suaminya itu, "Aldric,… bagaimana jika ada yang mendengarnya?" Desis Adrianna.     

"Mereka semua sudah pernah merasakannya kecuali kau." Aldric berseloroh lagi dan itu membuat Adrianna memukul lengannya manja.     

"Kau masih ingin berdansa atau langsung ke menu utama?" Goda Aldric, dan itu membuat Adrianna menggeleng tak percaya. "Kau benar-benar tak sabaran." Ujar Adrianna, tapi sejurus kemudian dia menjadi pucat.     

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Aldric setelah menyadari Adrianna mendadak menjadi pucat.     

Adrianna menggeleng, dia berusaha menutupi rasa gugupnya itu. Selama ini dia hidup sebagai puteri yang tinggal didalam kastil hingga tak satupun laki-laki pernah menyentuhnya. Dan Aldric akan menjadi orang pertama yang melakukan itu padanya, jujur saja itu membuat Adrianna sungguh tak bisa membayangkan akan seperti apa jadinya.     

Tampaknya sejauh ini rencana Adrianna adalah membuat Aldric kelelahan, mengulur waktu sebanyak yang dia bisa agar Aldric tidak melakukannya malam ini, setidaknya Adrianna berpikir bahwa dirinya butuh waktu untuk bisa mempersiapkan diri sebelum melakukan hal itu untuk petamakali dengan kekasih yang sekarnag menjadi suaminya itu.     

Adrianna menundanya dengan alasan ingin menikmati makan malam, dan berkeliling meja para tamu undangan untuk berbincang dan mengucapkan teirmakasih pada mereka. Hingga di meja ke lima, setelah lima meja disambangi oleh mereka, Aldric mulai protes.     

"Kau tidak sedang mengulur waktu bukan?" Tanya Aldric dan Adrianna membeku mendengar pertanyaan itu.     

"Em…" Adrianna mengigit bibirnya, dan Aldric langsung mengglengkan kepalanya. "Bisakah kita bicara sebentar?" Aldric bertanya dan Adrianna mengangguk, mereka bersepakat untuk berbicara di tempat yang agak jauh dari tempat tamu undangan duduk, atau berdansa. Mereka memilih untuk naik ke sebuah balkon dimana hanya ada mereka berdua.     

"Apa yang kau pikirkan?" Aldric memegangi pinggang Adrianna dan menariknya hingga menempel padanya.     

"Aku hanya merasa sedikit gugup." Adrianna berbohong untuk menutupi rasa takutnya.     

"Adrianna, ini tidak akan seburuk yang kau pikirkan."     

Adrianna menunduk, "Atau mungkin lebih buruk."     

"Mengapa kau berpikir seperti itu?"     

"Aku belum pernah melakukan ini dengan siapaun, dan tidak bisa membayangkan milikmu yang mungkin…." Adrianna mengigit bibirnya.     

"Panjang." Aldric mempertegas, sejujurnya dia hanya menggoda Adrianna.     

"E'hem." Adrianna mengangguk, dia tidak berani menatap suaminya itu secara langsung.     

"Dan besar." Aldric semakin menjadi dan Adrianna mengangguk sekai lagi.     

"Kau berpikir itu seperti benda keras yang akan menusukmu?" Alis Aldric bertaut, dia mengangkat dagu isterinya itu dengan telunjuknya.     

"Ya." Adrianna kembali mengigit bibirnya dan Aldric dibuat terbahak. "Kemana saja kau saat pelajaran biologi di kelasmu dulu?" Tanya Aldric tak percaya.     

"Itu tidak diajarkan di pelajaran biologi." Protes Adrianna.     

"Baiklah, jika begitu, biarkan aku mengajarimu." Aldric tersenyum lebar lengkap dengan binar yang berkilat-kilat di matanya. "Lagi pula aku guru yang sabar." Ujarnya sombong.     

"Setidaknya tunggu hingga tamu undangan selesai dengan pestanya."     

Aldric mendengus, "Aku bisa membubarkan mereka sekarang jika kau ingin."     

"Sayangnya aku masih ingin berkeliling ke beberapa meja lagi." Adrianna justru balik menggoda Aldric dan itu membuat Aldric semakin gemas padanya.     

"Aku memang sabar, tapi aku tak bisa menunggu lama." Ujar Aldric saat berusaha mengimbangi langkah Adrianna yang kembali ke venue untuk menemui tamu undangan. Adrianna tampak tak membalas, dia hanya tersenyum lebar kemudian kembali membaur dan berbincang dari satu meja ke meja lainnya. Hingga pukul sembilan malam waktu setempat caranya selesai dan semua tamu undangan meninggalkan venue untuk beristirahat di kamar mereka masing-masing. Namun beberapa juga tampak ingin melanjutkan acara mereka sendiri seperti Ben dengan gadis bernama Isabella yang ternyata kerabat keluarga Aldric dan Alfons dengan Stefanie, sementara Aldric tampak sudah tidak sabar untuk segera menerkam Adrianna.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.