THE RICHMAN

The Richman - Unvocer The Fact Part II



The Richman - Unvocer The Fact Part II

0Saat Adrianna terbangun dia sudah duduk di kursi dengan keadaan terikat dan mulut yang diikat juga, hingga sulit baginya untuk berteriak meminta pertolongan. Sementara Javier duduk di depannya dengan tatapan yang sulit di deskripsikan. Mata Adrianna nanar menatap Javier, dan pria itu berdiri di hadapannya kemudian membuka tali pengikat mulut Adrianna. Tidak ada yang bisa dilakukan Adrianna karena Jav menodongkan revolver tepat di atas kepalanya. Adrianna gemetar dalam ketakutan dengan air mata yang berlinangan.     

"Mengapa kau melakukan semua ini padaku?" Javier membuka suara.     

Adrianna menelan ludah, tenggorokannya terlalu kering hingga sulit baginya untuk bicara. "Javier…" Bisik Adrianna dalam tangisnya.     

"Kau tahu aku sangat mencintaimu bukan?" Jav merunduk dan dia menatap ke arah Adrianna, ibu jarinya mengusap jejak air mata di wajah gadis itu dan Adrianna membuang muka saat Jav melakukannya. Penolakan kecil itu membuat Javier marah.     

"Kau ingin aku menembakmu sekarang?!" Javier mendekatkan wajahnya ke wajah Adrianna membuat gadis itu semakin ketakutan.     

"Aku menghabiskan empat tahun yang berat agar bisa kembali padamu Adrianna, dan sekarang saat aku kembali kau berniat menikahi pria lain?" Javier menegakkan tubuhnya dan berjalan ke kursi yang menghadap ke arah Adrianna.     

"Aku mengalami kecelakaan hebat malam itu, saat aku berniat untuk mendatangimu, memberimu kejutan di hari ulangtahunmu." Ujar Javier dengan mata berkaca, namun rahangnya mengeras pertanda dia ingin menyembunyikan semua keharuan yang sebenarnya sedang bergolak dalam dirinya.     

"Dua tulang iga, tulang kaki dan tangan kananku patah." Ujar Javier lagi, dan mendengar semua itu air mata Adrianna terus berjatuhan. "Aku koma selama hampir tiga bulan dan baru siuman dengan semua keadaan itu."Imbuhnya.     

Javier menghela nafas dalam. "Aku mengatakan ini semua bukan ingin mengemis empati darimu, karena bagiku semuanya sudah tidak penting lagi sekarang." Ujar Jav dengan tatapan tajam pada Adrianna.     

"Javier, maafkan aku.,," Bisik Adrianna di tengah deraian air matanya.     

Javier terlihat menelan ludah, di dalam hatinya masih ada cinta pada Adrianna yang begitu membara. Dia berharap banyak waktu baginya untuk memulai dari awal dengan gadis itu, tapi ternyata Adriana sudah menyalakan api cinta yang lain dengan pria lainnya. Kecemburuan yang begitu besar berkobar bagaikan api yang tersiram bensin hingga membuat Javier gelap mata. Rasa di hati yang semula cinta kini menjadi kobaran kebencian berbalut kecemburuan.     

"Aku berusaha untuk menerima kondisiku setelah berkali-kali berpikir untuk bunuh diri. Dokter mengatakan aku mungkin akan mengalami kelumpuhan permanen karena setelah aku siuman, aku tidak bisa merasakan kakiku." Javier bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan kea rah jendela luar.     

"Tapi aku tidak menyerah begitu saja karena beberapa kali aku masih menerima pesan singkat darimu." Javier menatap jauh keluar, sementara Adrianna terus mendengar cerita yang selama ini disimpan oleh Javier sendiri. Dia menoleh dan menatap ke arah Adrianna, "Kau tahu, aku merasa begitu buruk bahkan untuk membalas pesanmu aku tidak berani." Ujar Javier.     

Tiga tahun yang berat ku habiskan untuk bisa kembali menjadi diriku yang kau kenal. Javier Walton yang pernah berdansa denganmu di prom, Javier Walton yang kau peluk dengan deraian air mata yang sama seperti yang kau tunjukkan padaku saat ini." Javier menunjuk wajah Adrianna dengan revolver yang dia pegang.     

"Selama itu aku berjuang agar pantas untuk mendekatimu lagi." Ujar Javier, "Dan saat aku kembali menjadi diriku dan menemukan keberanian untuk mendekatimu, bahkan bukan dengan tangan kosong, aku mempersiapkan masa depan kita dengan membangun bisnisku sendiri karena aku tahu siapa ayahmu dan seperti apa seleranya soal pasanganmu." Javier mengungkapkan fakta yang semakin dalam. Dia mendekati Adrianna dan dengan sapu tangan yang dia ambil dari sakunya, Jav menghapus air mata gadis itu dengan lembut. "Kau membuatku kehilangan akal sehatku Adrianna Anthony." Ujarnya.     

"Javier… mengapa kau tidak mengatakan semuanya sebelumnya?" Tanya Adrianna lirih, Javier tersenyum skeptis. "Dan berharap kau mengasihaniku?" Tanyanya.     

"Bisakah kita bicara baik-baik Jav?"     

"Bicara apa?" Tanya Javier. "Jika kau mencari fakta tentang siapa yang mencuri dokumen rahasia itu dan mengirim fotonya pada orantuamu, itu aku. Aku sampai segila itu karenamu, dan kau tetap tidak menoleh padaku, jadi menurutmu apa yang masih bisa kita bicarakan?!" Bentakknya, Adrianna mengkerut ketakutan.     

"Jika aku tidak bisa memilikumu, maka tidak ada pria lain yang bisa memilikimu." Ujar Javier, dia kembali menodongkan senjatannya di kepala Adrianna.     

"Jav…Jika kau menembakku, kau akan masuk penjara. Aku mungkin akan tenang dalam kematianku setelah itu, tapi kau,… kau masih muda, masadepanmumasih sangat panjang." Adrianna berusaha membujuk namun Javier justru berteriak lebih keras "SHUT UP!!"     

Adrianna menelan ludah, jantungnya berdegup tidak menentu karena ketakutan yang begitu besar. Jika saja Javier kehilangan kendali dirinya maka sangat mungkin pria itu akan menarik pelatuk revolvernya dan pelurunya langsung menembus kepala Adrianna. Perasaannya tentang Javier di masalalu memang sudah terbungkus rapi dalam ingatan, bagaimana dia pernah begitu patah hati setelah Javier tak lagi menghubunginya, bagaimana dia pernah begitu jatuh hati saat Jav mengajaknya berdansa di prom, tapi itu semua sudah berlalu.     

***     

Aldric yang merasa cemas segera memutar arah dan mengikuti petunjuk arah tempat Adrianna berada sekarang. Sheryl sekretarisnya mengirimkan share lokasi dari Adrianna pada Aldric sesuai permintaan pria itu.     

Aldric sengaja menghentikan kendaraannya cukup jauh lalu mengendap-endap, tujuannya adalah untuk menangkap basah Adriana. Aldric berlari dengan mengendap-endap hingga dia mendapatkan sudut pandang untuk mengintai ruang tamu rumah itu dan dari dinding kaca yang memperlihatkan bagian dalam rumah, Aldric tidak melihat apapun.     

"Javier kau berhak mendapatkan gadis yang lebih baik dariku." Ujar Adrianna, suaranya terdengar sayup di telinga Aldric.     

"SHUT UP!" Sementara teriakan Javier terdengar begitu keras hingga alarm di dalam diri Aldric berbunyi, ada yang tidak beres. Aldric mengendap mencari ke arah datangnya suara, dan dari sudut lain, tampak di bagian belakang rumah, ada sebuah gudang tua, disanalah terlihat Adrianna sedang duduk dengan tangan terikat dan Javier menodongkan revolver dari jarak sektiar dua meter kea rah Adrianna.     

Rahang Aldric mengeras, dia segera mematikan nada ponselnya dan mencari tempat yang agak jauh untuk bisa menghubungi polisi, meminta bantuan. Sepuluh menit kemudian pihak kepolisian datang dan Aldric berbicara dengan mereka.     

"Aku tidak tahu bagaimana kondisi kejiwaan pria di dalam, tapi calon isteriku sedang di sekap dan dia memegang pistol dan mengarahkannya pada calon isteriku."     

"Kami akan menanganginya." Ujar sang kepala polisi. Dia berkomunikasi dengan sniper yang sudah mengambil posisi dan menunggu aba-aba untuk menembak. Sementara beberapa polisi lainnya segera mendekat ke arah gudang belakang rumah untuk mengepung.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.