THE RICHMAN

The Richman - Persuaded Richard



The Richman - Persuaded Richard

0Richard masih tampak marah di dalam mobilnya sementara Christabell yang mengendarai mobil, sang suami duduk dengan wajah merengut sedari tadi.     

Christabell bertanya memecah keheningan, "Kau tidak ingin mengatakan apapun setelah apa yang barusaja terjadi?" Tanya Bell sembari menatap ke arah suaminya sekilas. Rahang Rich mengeras, pride-nya terluka saat Christabell bertanya dengan nada menyalahkan seperti itu. "Aku setuju untuk datang menemui Adrianna malam ini dengan catatan kau tidak menggunakan emosi dan kau melanggarnya Richard." Protes Christabell.     

"Puteriku bersekongkol dengan seorang pria untuk menghianatiku, dan kau masi menyalahkanku?!" Richard tampak marah mengutarakan isi hatinya itu.     

"She is not, she justr try to protect her daddy." Christabell jelas membela puterinya.     

Alis Rich bertaut dalam, dia mempertanyakaan kalimat pembelaan yang diutarakan Christabell untuk membela puterinya itu. "In a wrong way?"     

"She has no choice, Rich." Christabell melunak. "Kita melihat Adrianna sudah dewasa, tapi dia terlalu muda untuk pilihan-pilihan besar dalam hidupnya." Ujar Bell. "Tapi apa yang dia lakukan tadi adalah tindakan yang paling bijaksana, dia ingin melindungi ayahnya tapi dia juga tidak ingin orang yang disayanginya terluka."Bell menatap ke arah Richard sekilas, pria itu tampak terdiam.     

"Kau ingat, saat Adrianna masih sangat kecil kita pernah berandai-andai, apa yang akan terjadi saat dia tumbuh dewasa. Bagaimana jika ada laki-laki yang mendekatinya?" Kenang Christabell. "Kau sempat mengatakan padaku, pria itu harus sangat kaya, setidaknya dia rela memberikan lebih dari satu juta dollar seperti yang ayahnya lakukan untuk ibunya." Bell menoleh ke arah Richard sekilas dan rahang Richard kembali mengeras sekilas. "Dan kau tahu, apa yang kau katakan itu terjadi hari ini. Aldric Bloom rela memberikan tiga puluh persen dari saham perusahaanmu untuk puterimu, kau sendiri tahu berapa nominalnya. Tapi ini bukan soal uang, lihatlah ketulusan Aldric dan Adrianna." Christabell mencoba melunakkan suaminya itu.     

Richard menghela nafas dalam, "Apa luka di wajah Adrianna cukup parah?" Pria tidak pernah mengaku salah, mereka akan sangat sulit mengatakan maaf meskipun mereka bersalah. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan melunak tanpa terlihat melunak, mengalihkan pembicaraan pada hal lainnya, dan itu yang sedang dilakukan oleh seorang Richard Anthony.     

"Aku tidak tahu, aku pergi untuk menyusulmu bahkan tanpa peduli pada puteriku." Christabell mengangkat bahunya. "Telepon dia dan katakan kau menyesal." Pinta Christabell. "Dia puterimu Richard, kau tahu betapa hancurnya hati seorang anak saat dipukul oleh orangtuanya, apalagi ayahnya."     

Richard tertunduk untuk beberapa saat, kemudian dia mengambil ponsel dan menghubungi Adrianna.     

"Halo." Adrianna membuka suara.     

"Hi." Richard menjawab ragu, rasa besalah jelas tengah membanjir di dalam diri Rich. "Bagaimana lukamu?" Tanya Rich singkat.     

"Aku baik-baik saja dad." Jawab Adrianna, suaranya bergetar, tampaknya gejolak di dalam diri Adrianna muncul begitu ayahnya menghubunginya. Semula dia merasa baik-baik saja, tapi kini dia benar-benar ingin berada di hadapan pria tua itu dan memeluknya, meminta maaf untuk keputusan besar yang sudah dia buat dan dirahasiakan dari ayahnya itu. "I'm sorry dad." Adrianna terdengar mulai terisak.     

"Don't be dear, Daddy yang seharusnya meminta maaf." Richard juga terdengar begitu emosional saat mengatakannya. "Aku akan menjemputmu dan kita akan ke rumahsakit."     

"I'm ok, lukaku sudah di obati." Jawab Adrianna.     

"Ok." Richard mengalah.     

Beberapa saat suasana menjadi hening, "Dad..." Adrianna mulai berbicara lagi.     

"Ya." Jawab Rich.     

"Apakah daddy melarangku menikah dengan Aldric setelah kejadian tadi?" Tanya Adrianna penuh harap, namun pertanyaan itu sempat membuat Richard menoleh ke arah Christabell, dan karena panggilan mereka diload speaker, Christabell juga mendengar pertanyaan itu segera memberikan kode pada suaminya, Bell menggeleng sembari memastikan suaminya paham dengan kodenya.     

"No." Jawab Richard singkat.     

"Itu berarti daddy tetap mengijinkan kami menikah?"     

Rich sekali lagi menoleh ke arah Christabell dan isterinya itu mengangguk berkali-kali, memaksa Richard mengikuti aba-abanya.     

"Yes." Jawab Rich. Tidak ada alasan untuk menolak lagi setelah semua penjelasan masuk akal yang diutarakan oleh isterinya tadi.     

"I love you dad." Adrianna mengakhiri panggilannya dengan mengatakan kalimat pamungkas itu dan Richard menghela nafas dalam setelah panggilannya berakhir.     

"Semua akan baik-baik saja Rich." Christabell mengusap lengan suaminya itu berkali-kali sementara satu tangannya tetap terkunci pada kemudi mobilnya.     

***     

Adrianna meletakkan ponselnya dan segera menghambur ke pelukan Aldric dengan girang karena ayahnya tidak akan membatalkan ataupun menghalangi pernikahan mereka berdua.     

Adrianna duduk di pangkuan Aldric dan mereka saling menatap, tapi tatapan Aldric berubah menjadi tatapan keprihatinan setelah melihat lebam yang membiru di wajah Adrianna.     

"Ini akan hilang." Ujar Adrianna saat jemari Adric menyentuhnya dengan sangat lembut.     

"Aku harus mencari tahu siapa yang berusaha untuk merusak semua rencana kita." Ini bukan sebuah kebetulan jika surat perjanjian kontrak itu bocor sampai pada keluarga Adrianna. Dan Aldric merasa sangat perlu untuk menyelidikinya, karena seseorang telah dengan sengaja melakukannya untuk menimbulkan kekacauan.     

"Apa maksudmu?" Alis Adrianna bertaut.     

Aldric mendengus, "Dokumen itu tersimpan di dalam laci meja kerja di dalam unit apartmentku. Seseorang pasti sudah mencuri dokumen itu atau mengambil fotonya dan dengan seganja mengirimnya pada orangtuamu."     

Mata Adrianna membulat, solah semua menjadi beralasan sekarang. "Jadi seseorang berencana untuk menjatuhkanmu?"     

"Ya." Angguk Aldric, tapi dia tidak memiliki pihak tersangka atau bahkan tertuduh atas apa yang terjadi ini. Lagipula jika ini adalah lawan bisnisnya, tentu mereka tidak akan menggunakan cara rendahan dengan mengungkap hal-hal yang bersifat pribadi seperti itu.     

Adrianna membeku saat dalam benaknya terbersit satu nama, "Javier Walton." Adrianna menyimpan nama itu untuknya sendiri, dia merasa harus menyelidiki semua ini sendiri, tanpa melibatkan Aldric. Seperti Aldric yang tak ingin mengorek masalalunya dihadapan Adrianna, sosok yang akan menjadi masadepannya, begitu juga Adrianna yang tidak bisa mengungkap kemungkinan soal keterlibatan Javier dalam hal ini.     

"Jangan terlalu dipikirkan, kau sudah terlalu lelah malam ini. Kita pikirkan ini besok." Ujar Adrianna dan Aldric mengangguk setuju.     

"Apa aku harus mulai menginap lagi sekarang?" Tanya Aldric bercanda dan Adrianna menggeleng. "No." Gelengnya.     

"Aku akan menikahimu dalam beberapa hari dan kau masih menolakku?" Protesnya, dan itu membuat Adrianna tersenyum disusul seringai nyeri.     

Aldric menarik bibirnya dalam satu garis, "Malam ini aku akan tidur di sofa, kau terluka dan butuh perhatian." Ujarnya.     

"Aku hanya akan tidur, jadi jangan khawatir tentangku. Kau bisa pulang dan istirahat."     

"Aku justru berpikir mungkin kau perlu melakukan scan kepala."     

"Jangan membuatku takut, aku merasa baik-baik saja kecuali luka robek di sudut bibirku. Ini akan membaik jika kau bernenti membuatku tertawa atau mengajakku bicara." Protes Adrianna dan itu membuat Aldric tersenyum lebar. "Berbaringlah, kurasa kita bisa berbagi sofa sempit ini agar tetap hangat." Ujarnya, dan setelah mempertimbangkan beberapa saat, akhirnya Adrianna rebah di pelukan Aldric dan mulai terpejam, hingga akhirnya benar-benar tertidur hingga pagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.