THE RICHMAN

The Richman - Acting



The Richman - Acting

0Aldric baru saja pulang dari kantornya dan sesuai dengan perjanjian dengan Adrianna bahwa mereka harus mengelabuhi ibunya yang mulai tidak percaya soal rencana pernikahan dirinya dan puterinya.     

Akhirnya Adrianna memberikan sandi apartmentnya agar terkesan Aldric bebas hilir mudik ke apartmentnya. "Sayang..." Panggil Aldric setelah masuk kedalam rumah, dia langsung melihat sekilas ke arah vas bunga dan benar, kamera itu terlihat jelas dibalik ranting-ranting mawar.     

"Hai..." Adrianna berjalan ke arah Aldric dan mereka benar-benar mengambil posisi tepat di depan kamera untuk saling bermesraan, meski itu hanyalah kebohongan belaka. Christabell yang sebenarnya mulai jengah memperhatikan layar monitor mendadak terbuka matanya saat melihat Adrianna dan Aldric duduk di sofa itu. Mereka bahkan tampak mesra karena duduk begitu dekat.     

"Apa kau pergi dengan ibu hari ini?" Tanya Aldric, meski semua kalimat itu tidak ada dalam skenario karena mereka bahkan tak menulis skenario apapun, tapi Adrianna terlihat begitu luwes mengimbangi acting Aldric.     

"Ya, aku melihat venuenya dan aku langsung setuju." Jawab Adrianna, gadis itu malah mendadak bergelayut di pelukan Aldric dan membuat Chrisatabell yang menyaksikan semua itu dari jarak jauh menjadi geregetan. Dia justru tersipu malu menyaksikan kemesraan puterinya dengan pria muda bernama Aldric Bloom itu.     

Adrianna mendongak menatap Aldric dan Al merunduk untuk mecium bibirnya sekilas, Adrianna menautkan alisnya pertanda protes karena ciuman tidak ada dalam rencana awal mereka tapi Aldric justru mendaratkan ciumannya berkali-kali hingga sang calon ibu mertua yang menyaksikannya melalui layar monitor akhirnya memilih menutup matanya. Christabell menjadi yakin bahwa kedua anak muda itu benar-benar jatuh cinta dan kegelisahaannya sama sekali tidak beralasan.     

Christabell bangkit berdiri dari tempatnya duduk dan mulai mematikan layar monitor yang digunakannya untuk melihat hasil pengintaiannya. Beberapa saat dia sempat duduk sebentar lalu berniat pergi, saat dia meraih tasnya dia mendengar suara desahan Adrianna.     

"Ah...." Gadis itu duduk di atas ranjang kamarnya, Aldric bahkan tak menyentuhnya sama sekali. Mereka duduk bersila, bersebelahan di atas ranjang dan bersepakat untuk membuat bunyi-bunyian menjijikkan yang akan segera mengusir Christabell karena rasa jijik.     

"Buka..." Aldric bahkan tak mengatakannya sambil menatap Adrianna.     

"Ok." Jawab Adrianna. Dan semua pembicaraan itu membuat Christabell bergidik. Dia segera mematikan voulme pengeras suara yang terkoneksi dengan internet untuk memberikan rekaman suara yang terdengar di kamar Chrsitabell.     

Aldric mengambil ponselnya lalu mengirim pesan singkat pada Adrianna. "Apa perlu kita buat suara yang lebih aneh?" Tanyanya melalui pesan singkat, begitu Adrianna membacanya gadis itu menatap Aldric dengan bingung.     

"Suara apa?" Balasnya.     

Aldric mengkerutkan alisnya, "Suara orang sedang bercinta."Balas Aldric.     

Adrianna menatap Aldric dan mengangkat bahunya, "AKU TIDAK TAHU BAGAIMANA SUARA ORANG BERCINTA YANG KAU MAKSUD!!" Tulis Adrianna dalam huruf besar. Mereka benar-benar tidak bisa saling bicara sekarang ini karena mereka juga tidak tahu apakah Chrisatbell masih menyadap suara di kamar atau tidak.     

Aldric menatap ke arah Adrianna, dia lupa satu hal, gadis ini benar-benar belum pernah tersentuh sebelumnya. "Ok aku paham." Balasnya mengerti.     

Mereka duduk diam di atas ranjang dan setelah beberapa menit, mereka memutuskan apakah alat itu masih menyala atau sudah dimatikan oleh server penghubungnnya. Tampaknya lampu indikator dari alat itu sudah mati, pertanya Christabell sudah menemukan jawaban dari apa yang dia pertanyakan tentang hubungan puterinya dan calon menantunya.     

Aldric dan Christabell tampak kikuk setelah melakukan sandiwara itu bersama. "Thanks." Ujar Adrianna sekilas.     

"Aku yang seharusnya berterimakasih, kau memberitahuku soal ini." Jawab Aldric.     

Adrianna menghela nafas dalam, "Mungkin kita harus lebih terbiasa dengan sandiwara semacam ini." Ucapnya dan Aldric mengangguk sekilas. "Aku akan pulang." Pamit Aldric.     

"Ok." Adrianna menjadi sangat kikuk, apakah harus memeberinya pelukan, melambaikan tangan atau justru memberikan pria itu ciuman di pipi. Tapi di akhir, tidak ada yang dia lakukan selain tersenyum malu. Senyum Adrianna mengiringi kepergian Aldric malam itu.     

Sementara saat Adrianna masih berada di dalam kamarnya dia segera mengambil benda-benda aneh itu lalu menghancurkannya dan membuangnya. Baru selesai dengan dua benda aneh yang dipasang ibunya tiba-tiba ponsel Adriana berbunyi. Adrianna berlari ke kamar untuk melihat siapa yang memanggilnya.     

"Javier?" Alis Adrianna bertaut, sesaat lalu dia lupa tapi sekarang dia ingat bahwa dia sudah membuka blokir nomor ponsel Javier dan dia sendiri bahkan sudah menawarkan pertemanan dengan Javier.     

"Hai Jav." Adrianna membuka suara.     

"Hai." Javier menjawab santai. "Aku hanya penasaran, apa kau sudah menemukan orang gila yang membeli saham ayahmu?" Tanyanya.     

Adrianna tersenyum lebar, "Ya." Jawabnya.     

"Wow kau begitu hebar Adrianna, sudah seharusnya kau direkrut jadi anggota CIA." Seloroh Javier dan Adrianna terkekeh mendengarnya.     

"Jadi kau menelepon hanya untuk itu?" Tanya Adrianna.     

"Ya, dan memastikan jika kau butuh bantuanku, aku siap membantu."     

"Oh, tidak perlu Jav. Masalah ini hanya bisa kuselesaikan sendiri." Jawab Adrianna.     

Javier terdiam beberapa saat, "Apa maksudmu? Kau bisa menyelesaikan masalah ini?"     

Adrianna menghela nafas dalam, dia berpikir hubungannya dengan Javier sudah sangat netral, dan kini mereka bisa menjadi sahabat, jika Adrianna tidak bisa membagi rahasia dengan keluarganya mungkin dia bisa bercerita pada temannya. "Aku akan menikah." Ujar Adrianna membuka penjelasannya.     

"Oh... cukup mengejutkan." jawab Javier. "Apa ini bagian dari sebuah konspirasi?" Telisiknya.     

Adrianna meremas tangannya, dalam hatinya tak ingin bicara, tapi entah mengapa terbersit begitu saja di kepalanya untuk bercerita, "Bisa dibilang seperti itu. Aku bertemu dengan si pembeli saham dan kami sepakat untuk menikah dengan syarat dia akan memberikan separuh sahamnya padaku setelah aku menjadi isterinya."     

Di seberang sana, di kantornya, ekspresi wajah Javier langsung berubah, rahangnya mengeras sekilas. "Kau sudah gila Adrianna, kau menjual dirimu demi saham?"     

"Aku tidak berharap kau menghakimiku seperti itu Jav, kupikir kau temanku." Adrianna tersinggung dengan kata menjual diri.     

"Apa kau tidak bisa menemukan kesepakatan lainnya?"     

"Tidak." Adrianna menjawab lirih.     

"Sial, kau mempertaruhkan masa depanmu demi uang Adrianna." Javier terdengar frustasi.     

"Tidak Jav, kau tidak akan mengerti. Ini demi ayahku, demi keluargaku dan demi orang-orang yang bekerja di perusahaan ayahku."     

"How can I help you?" Tanya Javier lirih. Solah pria itu menemukan jalan buntu untuk usahanya kembali mendapatkan Adrianna.     

"Nothing, just be happy for me." Adrianna juga menjawab lirih. "Jangan menghawatirkanku Jav, ini sudah menjadi pilihanku dan aku akan menjalaninya dengan baik." Adrianna meyakinkan Javier. "Bye Jav." Sebelum akhrinya dia menyudahi pembicaraan nirkabel itu.     

Javier melemparkan ponselnya ke arah dinding dengan kemarahan yang begitu besar hingga hancur berkeping-keping. Dia berteriak keras dan mengobrak-abrik meja kerjanya. Semua barang yang ada di hadapannya dia lempar dan pecah hingga seluruh ruangannya yang semula rapih kini menjadi begitu berantakan.     

Javier yang marah dan patah hatinya berjalan keluar dari ruangan kantornya dan segera menuju bar tak jauh dari kantornya dengan mobil kesayangannya. Berbotol-botol bir ditenggaknya untuk melupakan kekecewaan yang sudah ditorehkan Adrianna di dadanya. Dalam hati Javier, dia masih belum ingin menyerah, selama cincin pernikahan itu belum melingkar di jari manis Adrianna Anthony masih ada kesempatan untuk membatalkan pernikahan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.