THE RICHMAN

The Richman - Robert Desicion



The Richman - Robert Desicion

0Eleonnore masuk ke ruangan King Robert tepat saat ada beberapa orang di ruangan King yang tengah sibuk membahas mengenai rencana pembukaan istana untuk tour umum mulai bulan depan.     

"My apologize gentleman, kita akan melanjutkan pembicaraan kita lain waktu." Robert meminta ijin agar orang-orang itu meinggalkannya dan adiknya berdua saja. Setelah semuanya keluar Robert berdiri dan mengancingkan setelannya, dengan wajah yang meski marah seolah tak akan ada gunanya, Robert berjalan mendekati adiknya itu.     

"You're princess of Royal Family, act like one." Perintah Robert.     

Ellyn mengabaikannya, dia meletakkan dengan keras paper bag di tangannya ke atas meja. "Dia akan pergi sore ini." Ujar Ellyn kesal.     

"I know." Robert memilih untuk duduk di sofa, dan adiknyapun demikian. "Itu yang terbaik untuknya." Imbuh Robert.     

"Kau menyerah King Robert Owen Fredric Jr?" Ellyn membulatkan matanya ke arah sang kakak.     

"Ya." Angguk Robert.     

"You're King of England, act like one." Ellyn membalik kalimat kakaknya. "Leluhur kita, King Edward VIII turun dari tahta untuk mengejar cintanya, King Henry VIII yang akhirnya mengakhiri hubungan dengan Roma demi Anne Boleyn." Ujar Ellyn menggebu.     

Robert tersenyum, "Aku senang kau tau banyak sejarah nenek moyang monarki." Puji Robert.     

"Robby!" Ellyn terdengarn frustasi, "Bisakah kau lebih serius sedikit?" Protes Ellyn.     

Robert meraih tangan adiknya itu, "Dengarkan aku." Ujar Robert dan Ellyn mulai tenang, "Jika kau bertanya apa aku mencintainya? I do, I do really love her." Ujar Robert.     

"Tapi mebuatnya berkarat di istana ini dan mendampingiku dengan berbagai kerumitan yang mungkin akan dia alami, berhubungan dengan Queen, media, pemberitaan, pengawalan, dan semua protokoler, itu mungkin akan menyiksanya." Ujar Robert.     

"Kau tidak mencobanya." Ellyn membuang muka. "Jika kau bahkan tak pernah mencobanya, bagaimana bisa kau membuat kesimpulan seperti itu Robert?"     

"Dia tidak terlahir di kalangan kita, dan itu akan menyulitkannya. Ella terbiasa dengan kehidupan yang bebas."     

"Apakah ini karena dia American?" Tanya Ellyn dengan mata menyipit pada sang kakak.     

"She is British, Ayahnya berdarah Inggris dan ibunya Amerika keturunan Inggris."     

"So what the problem?"     

Robert bangkit berdiri, "Kau tahu betapa tidak mudahnya menjadi kita. Kau sendiri merasakannya, kau kehilangan dirimu demi menjadi seorang princess dari Royal Family. Dan aku tidak ingin Ella merasakan hal yang sama dengan yang kau alami. Karena jika hal ini kita alami, ini sudah menjadi resiko kita sebagai anak-anak yang lahir dari Royal Family."     

Ellyn mengeluarkan ponselnya dan meletakkannya di atas meja. Hampir seluruh percakapannya dengan Ella di coffee shop tadi direkam dengan sangat jelas oleh ponsel Ellyn.     

"Dengarkan itu dan putuskan sendiri." Ellyn meninggalkan ponselnya dalam keadaan rekaman suara terputar, percakapan antara Ellyn dan Ella yang terdengar begitu jelas dari awal hingga tepat sebelum Ellyn menghubungi Robert.     

Pria itu berjalan ke arah ponsel adiknya itu lalu memutar rekaman suara dan duduk mendengarkannya.     

"Your Highness." Terdengar suara Ella menyambut kedatangan Ellyn.     

"Ella." Suara Ellyn membalas sapaan Ella barusan.     

"Thanks for comming." Disusul dengan suara Ella kembali "Aku sungguh tidak tahu harus menghubungi siapa."Imbuhnya.     

"Kau harusnya menghubungi kakakku." Robert tersenyum sekilas ketika menyadari itu suara adiknya, Ellyn is Ellyn, dia selalu menjadi seperti apa yang dia inginkan.     

"The King? No . . . tidak mungkin seorang biasa saja bisa menemui King of England seenaknya." Robert mengenali suara itu sebagai suara Ella dan dia tersenyum sembari menggelengkan kepalanya sekilas.     

"Jadi apa yang membuatmu menghubungiku setelah selama dua tahun kau menghindariku?"Ellyn bertanya.     

"Aku terlalu pengecut, maafkan aku." Ella menjawab.     

"Kau takut dirimu terluka?" Tanya Ellyn to the point.     

"Ya." Suara Ella terdengar cukup lirih hingga Robert harus mendekatkan ponsel itu ke telinganya. "Bagaimana dengan King Robert?" Robert menutupi mulutnya dengan satu tangannya, dia tampak menarik nafas dalam.     

"My poor brother, he holds the throne and presides over all of Great Britain. But he lost his life, completely." Mendengar pembelaan adiknya itu, entah mengapa Robert tersenyum sekilas, sebelum akhirnya rahangnya mengeras di ujung kalimat yang di utarakan Ellyn untuk memberitahu Ella bagaimana keadaanya sekarang.     

"You're the queen of Drama Eleonnore." Gumam Robert.     

"He will find the best woman to be with him, to be the Queen of England." Suara Ella terdengar setelah sempat hening beberapa saat. Robert menjeda rekaman itu dan merebahkan dirinya di sandaran belakang kursi.     

"Emanuella Dimitry, what do you want actually?" Gumam Robert. Dia memutar ulang kalimat Ella barusan kemudian membiarkan rekamannya berlanjut.     

Kali ini tampaknya Ellyn kembali mendramatisir keadaan dan membuat dirinya digambarkan dengan cara yang begitu tragis. "He will probably find a woman to marry, but not to love. Like my father, he will live with foreign women and have children as successors to the throne. It will always be like that."     

Robert tersenyum, "I'am not at that bad Ellyn." Gerutunya.     

"What about you princess?" Ella mengalihkan topik pembicaraan dan Robert masih mendengarkan dengan seksama.     

"Try to move on from Bloom." Senyu mengembang di wajah Robert, setidaknya setelah selama beberapa bulan terakhir adiknya tergila-gila pada pria Amerika, kini dia kembali pada pesona seorang dokter bedah berdarah Inggris yang bertugas di sebuah rumasakit besar di pusat kota. Setidaknya untuk menikah dia tidak akan dipersulit dengan restu Queen Elena, sang ibu.     

Ella menjawab. "Good luck then."     

"What about you Mss. Dimitry, pernahkah kau bertanya pada dirimu sendiri bagaimana denganmu?" Tanya Ellyn dan Ella, dan pertanyaan Ellyn itu menjadi begitu menarik di dengar oleh Robert hingga dia mendekatkan ponselnya ke telinga untuk mendengar dengan jelas jawaban Ella untuk pertanyaan tajam Ellyn tadi.     

"Never." Jawab Ela singkat.     

"Kau sudah bersembunyi terlalu lama dan sekarang kau bersiap untuk lari dari kenyataan." Ellyn lagi-lagi berkata dengan kelewat to the point dan itu membuat Robert tersenyum mendengarnya.     

Beberapa waktu sempat hening, sebelum Ella kembali bicara "I have no choice." Jawabnya.     

"No you have, you always have. But you choose to hide and then now you choose to run." Bantah Ellyn.     

Sejenak suasana menjadi hening, dan Robert menggosok-gosok ringan bibirnya dengna telunjuk.     

"You're right, you always right about me." Ella tak lagi menyangkal kali ini.     

"I know you love my brother." Tukas Ellyn.     

"I do, I always do." Ella menjawab, dan Robert langsung menjeda rekamannya.     

Dia memutar bagian itu berkali-kali sebelum melanjutkan ke jawaban Ella berikutnya.     

"I will keep it for my self." Suasa sempat hening lalu terdengar suara Ella kembali, "Seandainya dia bukan seorang King of England, mungkin aku akan berjuang mati-matian untuk mendapatkannya." Ujarnya, dan mendengar kalimat itu, rahang Robert mengeras sekilas.     

"Lalu mengapa tidak kau lakukan sekarang?" Ellyn menantang, tapi Ella menjawab. "I know who am I, and where should I be."     

Rekaman berakhir dan Robert segera keluar dari ruangannya. Marcus mengikuti begitu dia tahu bahwa King keluar dari ruangan, beberapa pengawal mengikutinya tapi Robert menolak.     

"Marcus, tolong, biarkan ini menjadi rahasia. Aku tidak ingin banyak pengawalan." Ujar King Robert.     

"Your Majesty, you're King of England."     

"I know." Angguk Robert. "Kali ini kumohon, aku akan menyamar sebaik mungkin, tapi tidak dengan pengawal sebanyak ini."     

"Yes Your Majesty." Marcus menoleh dan meminta pengawal lain untuk tidak mengikuti. Mereka berdua menaiki mobil yang biasa digunakan oleh Robet kemanapun dia pergi.     

"Kau masih menyimpan jaket dan topiku di mobil?" Tanya Robert.     

"Yes your Majesty" Marcus keluar dari mobil, memutar untuk membuka bagasi dan mengambil kantong kertas berisi jaket kulit berwarna coklat, sneaker, dan juga topi baseball milik Robert, sebenarnya itu hadiah dari beberapa pengemarnya dan belum sempat di keluarkan dari mobil.     

Marcus bersiap dengan mesin mobil yang menyala sementara Robert sibuk menyamarkan dirinya. Jaket kulit, sneaker, topi dan kacamata hitam. Dia benar-benar lebih mirip aktor film hollywood dibandingkan King of England saat mengenakan semua itu.     

"Kemana kita akan pergi?" Tanya Marcus.     

"Bandara, please." Robert terdengar begitu terburu-buru, dan dengan keahlian juga kecepatan maksimum namun masih dalam batas aman berkendara Marcus membawa Robert menuju bandara. Sementara itu Robert duduk di bangku penumpang dengan perasaan cemas. Keputusannya untuk mengejar Ella sudah barang tentu akan diketahui publik dan mungkin akan menimbulkan polemik, tapi dia tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanya saat dia tahu bahwa Ella masih menyimpan perasan untuknya.     

Dua tahun gadis itu menyembunyikan diri darinya, memblokir semua akses pertemuan dengannya, tapi selama dua tahun itu juga dia berjuang untuk tetap mencintainya, dan Robert tidak ingin kehilangan gadis yang menghangatkan hatinya kembali. Setidaknya dengan mengejar Ella, Robert tidak akan menyesal seumur hidup karena sebagai seorang laki-laki dia tak bisa memenuhi janjinya bahkan sebelum mencoba.     

Setibanya di bandara, Robert langsung melihat jadwal keberangkatan. Tapi dai bahkan tak tahu kemana tujuan Ella, New York, California, Texas, Las Vegas, atau state lain di Amerika.     

Robert menebar pandangan dan berlarian mencari ke sana kemari tanpa meneriakan nama Ella demi menyembunyikan identitasnya. Robert bahkan mengenakan topi dan jaket kulit untuk menyembunyikan idenitasnya sebagai King of England. Karena berlarian di bandara dengan stelan resmi tentu akan mengundang perhatian.     

Sementara di sudut lain, seorang gadis tengah duduk dengan memasang earphone dan mendengarkan musik sembari membaca buku tentang pentingnya menjaga pikiran agar bisa menjalani hidup bahagia. Buku-buku meditasi belakangan ini menjadi buku favorit Ella setelah dia mengikuti kelas yoga.     

Ella melirik ke arah arlojinya dan melihat bahwa ini adalah waktu baginya untuk melakukan boarding. Ella melepas earphonenya dan memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil, begitu juga dengan buku itu. Setelah itu Ella bangkit berdiri dan menyeret kopernya sembari memegangi pasport dan tiketnya menuju ke arah meja boarding dimana beberapa petugas berada di posnya.     

"Mss. Dimitry." Mendadak terdengar suara dari belakang yang memanggil namanya dan Ella berbalik.     

Seorang pria dengan jaket kulit berwarna coklat, dengan kacamata hitam dan topi baseball lengkap dengan spatu sneakers yang membuatnya begitu trendi hingga Ella bahkan begitu sulit mengenalnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.