THE RICHMAN

The Richman - Try to Run



The Richman - Try to Run

0Sheina duduk termangu di ruangan itu, dia memikirkan bagaimana cara untuk kabur dari pria ini setelah percobaan pertamanya melarikan diri berakhir dengan menyedihkan, memalukan dan benar-benar tidak berhasil. Jika dia tetap berada di dalam kamar dan rumah itu, tidak aka nada kesempatan untuk kabur mengingat keamanan berlapis yang diberlakukan di dalam rumah itu. Sheina mulai memikirkan tawaran Marcus untuk mengajaknya keluar rumah. Dengan pergi ke luar rumah dengan pria bernama Marcus itu, tentu saja akan banyak kesempatan untuk melarikan diri.     

Sheina berjalan dengan ragu kedalam kamar mandi, dia mengelilingi seluruh ruangan dan memeriksa setiap barang yang ada untuk memastikan tidak ada kamera pengawas yang mungkin akan merekam gambar dirinya pada saat mandi atau berganti pakaian meski Marcus mengatakan tidak ada kamera pengintai, tapi siapa yang bisa mempercayai pria.     

"Dasar pria gila, apa yang dia inginkan dariku?" Gumam Sheina sembari melucuti pakaiannya setelah memeriksa kurang lebih duapuluh menit, dan dia yakin bahwa pria bernama Marcus itu tidak memasang kamera pengintai di dalam kamar mand. Sheina memiliki keberanian untuk merendam dirinya di dalam bathtub untuk melonggarkan otot-ototnya yang tegang juga memberinya pikiran yang jernih untuk mencari cara keluar dari rumah ini dan menyusun rencana untuk melarikan diri.     

Setelah mandi, Sheina membuka lemari pakaian dan menemukan berbagai macam gaun didalamnya. Dia memilih gaun dengan potongan yang sederhana, yang cukup nyaman dan tidak merepotkan jika dia kenakan untuk lari.     

"Sial dia tidak memberiku pilihan." Sheina melihat semua sepatu yang ada di dalam rak adalah stiletto. Dia berharap menemukan sneakers yang akan mendukung langkahnya saat melarikan diri. "Tak perlu memakasi sepatu, aku bisa melepasnya saat aku lari." Gumam Seina dalam hati.     

Sheina melihat dirinya di cermin, "Mungkin akan lebih menantang si tuan Marcus sialan itu jika aku melepaskannya." Sheina melucuti bra dari balik gaun yang dia kenakan dan melemparnya ke atas ranjang.     

"Jika kau hanya menginginkan seks, maka kau akan mendapatkannya dan aku akan pulang." Sheina menatap dirinya di cermin, kemudian dia memeluk dirinya. Pria pertama yang berhubungan seks dengannya adalah Olvier, dan sampai detik ini dia belum yakin seberapa besar cintanya pada Oliver. Dan sekarang pria lain datang dalam kehidupannya dan menginginkannya. Entah hanya untuk kepuasan semata atau dia benar-benar ingin membunuh Sheina.     

"Mom, what should I do?" Gumam Sheina dalam hati, dia meremas wajahnya untuk beberapa saat sampai dia menemukan bisikan dalam hatinya. "Ikuti permainannya dan cari celah untuk menyelamatkan diri. Jika menghadapi orang gila, maka kau harus berpikir dengan cara si gila itu berpikir. " Itu yang terngiang di kepalanya.     

Sheina mengangkat wajahnya lalu mengeringkan rambutnya, menata riasan wajahnya dan setelah memastikan penampilannya sempurna, dengan percaya diri dia keluar dari kamar itu dan melenggang melewati Marcus yang sedang berada di ruangan dengan pintu terbuka, dan Sheina yakin bahwa sudah hampir pasti Marcus melihatnya melintas.     

Sheina berhenti di taman belakang dan duduk di kursi taman dengan santai dibawah matahari pagi yang cerah, dan tentu saja dibawah pengawasan tiga orang pengawal Marcus.     

"Sedang apa para pria bodoh itu?" Gumam Sheina dalam hati. Mendadak seolah awan menjadi gelap dan dari balik matanya yang tertutup Sheina menyadarinya, dia segera membuka matanya dan melihat Marcus berdiri menjulang di samping tempatnya duduk dan menghalangi cahaya matahari yang menerpa kulitnya.     

"Apa yang kau lakukan di situ?!" Protes Sheina.     

"Bangun dan ikut aku." Ujar Marcus.     

"No!" Tolak Sheina, tapi Marcus menarik lengannya hingga akhirnya gadis itu terpaksa bangun dan berdiri tepat di hadapannya dengan jarak yang sangat dekat.     

"Apa yang sebenarnya kau inginkan Mr. entah siapa kau?" Sheina berbicara dari celah bibirnya yang terkatup.     

"Jangan banyak bertanya atau bicara, aku tidak suka." Ujar Marcus. "Masuk kedalam mobil atau mereka akan menikmati melihatmu di sini." Marcus menebar pandangan ke sekeliling dan ternyata ada lebih dari enam orang pengawal yang menatap Sheina. Gadis itu tidak punya pilihan selain masuk kedalam mobil yang sudah bersiap bersama dengan Marcus.     

Di dalam kendaraan itu, Marcus terus memandang keluar jendela seolah menghindari menatap Sheina, tapi gadis itu berusaha terlihat santai meskipun bayangan payudaranya menyembul dari balik gaun berbahan sutera tipis yang dia kenakan.     

"Kau sengaja tidak mengenakan pakaian dalammu?" Tanya Marcus dengan suara rendah setelah dia sangat terganggu karena supirnya melihat ke spion berulang kali dan Marcus berasumsi bahwa supirnya juga tengah menikmati pemandangan, tapi Sheina tampak mengacuhkannya.     

"Jawab aku ketika aku sedang bertanya." Geramnya sambil mencengkeram tangan Sheina sekali lagi.     

"Bukankah kau memintaku untuk tidak banyak bicara?" Tanya Sheina kesal.     

Marcus mencengeram tangan Sheina lebih keras lagi. "Kau menyakitiku Marcus." Ujar Sheina masih tak ingin menatapnya.     

"Aku bisa melakukan yang lebih menyakitkan dari ini, asal kau tahu."     

Sheina menghela nafas dalam. "Kau tidak bisa mendapatkan apa yang kau ingikan dengan menyakitiku, perlakukan aku dengan baik." Sheina menatap ke arah Marcus, dan entah mengapa pria itu melepaskan cengeramannya dari pergelangan tangan Sheina.     

"Kau sengaja memancing emosiku hah?" Marcus kali ini meraih wajah Sheina dengan satu tangannya, tepat di rahang Sheina, sayangnya sang supir tampak bergeming mendengar semua pembicaraan yang terjadi di belakang bangkunya.     

"Jika kau menginginkan nyawaku, kau bisa mengambilnya sekarang juga." Sheina berbicara dengan artikulasi tak jelas, karena rahangnya tertekan oleh tangan besar milik Marcus.     

"Berhenti bicara!" Tukas Marcus kesal.     

Sheina menatap Marcus dalam, "Kau punya pilihan untuk membunuhku tapi tidak kau lakukan, kau juga punya pilihan untuk membebaskanku tapi tidak kau lakukan, apa maumu?" Sheina menatap Marcus dengan mata berkaca dan pria itu segera melepaskan tangannya dari wajah Sheina lalu melipat tangan di dada dan menatap keluar, begitu juga dengan Sheina, dia memeluk dirinya dan membuang pandangan keluar jendela.     

Permasalahan tebesar Marcus adalah dia tidak bisa berinteraksi dengan baik pada wanita yang membuat hasratnya bergejolak. Dia tampak seperti seorang anak berusia lima tahun yang merebut paksa sebuah maninan yang bahkan dia sendiri tak tahu bagaimana memainkannya dengan baik selain memaksanya untuk bersuara atau menari.     

Dan kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Sheina untuk terus membuatnya marah. Bagi Sheina, melarikan diri dari Marcus adalah hal yang mustahil, tapi membuatnya marah hingga hidupnya tak tenang selama penculikan konyol ini akan menjadi pembalasan sempurna.     

Setelah mobil melaju melewati lorong yang gelap beberapa saat, mereka keluar dan mulai menyusuri sepanjang tepi pantai.     

"Kita akan pergi ke Riviera." Itu kalimat yang keluar dari bibir Marcus, dengan susah payah dia berusaha bersikap manis tapi yang tampak adalah sesuatu yang kaku.     

"Aku tidak ingin pergi." Sheina menjawab, yang dia lakukan adalah selalu menjadi kontras bagi apapaun yang dilakukan Marcus.     

"Aku tidak meminta pertimbanganmu, aku memberitahumu." Ujar Marcus, mereka melempar pandangan keluar dari kaca jendela di sisi mereka masing-masing.     

Sheina bergumam untuk dirinya sendiri, tapi jelas sekali kalimat yang dia lontarkan adalah ironi untuk Marcus. "Kau pria paling aneh yang pernah kutemui seumur hidupku. Aku tak peduli apa profesimu atau apa latar belakangmu, atau siapa kau sebenarnya, tapi yang jelas, kau pria paling menyedihkan yang pernah kutemui. Kau menyiksa wanita untuk tujuan yang kau sendiri tidak tahu." Gumamnya, Marcus mendengarkan apa yang dikatakan Sheina dan memikirkannya tapi tak menjawab.     

"Kau tampan dan kau bisa mendapatkan gadis manapun yang kau mau, kecuali aku karena aku sudah bertunangan." Bohong Sheina, Oliver bahkan tak masuk dalam daftar pria yang dicintainya meski mereka peduli satu dengan yang lainnya.     

"Kau tak tahu bagaimana cara mencintai wanita?" Sheina bertanya retoris. "Kau seharusnya dilahirkan oleh seorang wanita, dan kau harusnya tahu bagaimana bersikap lembut, setidaknya kau pernah melakukannya pada ibumu, wanita yang melahirkanmu." Gumamnya lagi. Sheina sekuat tenaga berusaha meracuni pikiran Marcus untuk bisa membebaskannya.     

"Jika kau berniat menyakiti wanita, ingatlah bahwa kau juga dilahirkan oleh salah satu dari mereka, wanita, ibumu." Itu gumaman terkahirnya dan kesemuanya tidak mendapatkan respon dari Marcus meski pria itu jelas mendengarnya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.