THE RICHMAN

The Richman - Being Traped



The Richman - Being Traped

0"Katakana pa yang kau lihat?" Tanya Marcus begitu dia kembali ke ruangan dengan cahaya temaram itu.     

"Nothing!" Jawab Sheina keras.     

"Jangan berbohong padaku!" Marcus berbicara di balik gigi-giginya yang terkatup. Kenangan Sheina terseret pada kejadian dimana Mala dan Nic menculiknya. "Aku tidak tahu siapa kau dan aku bahkan tidak peduli apa yang sedang kau lakukan saat itu." Jawab Sheina. "So let me go." Gadis itu berjalan ke arah pintu dan berbalik saat dia menarik handle pintu berkali-kali dan tak bisa terbuka. "Ini terkunci." Sheina menoleh dan menatap kea rah Marcus yang duduk di kursi dengan satu kakinya bertumpuk di atas kaki yang lainnya.     

"It is." Jawab Marcus, dan dengan kesal Sheina menendang pintu itu, tapi bukannya marah, Marcus justru tersenyum.     

"Kau tak terlihat seperti gadis dari kalangan terpelajar, tingkahmu arogan." Ujar Marcus.     

"Kau menculikku, bagaimana aku bisa bersikap sopan padamu?!" Bentak Sheina. Dia berbalik dan berdiri menjulang di atas Marcus. "Bagaimana jika kita buat kesepakatan?" Sebagai Advokad tentu saja jalur kesepakatan tidak akan merugikan keduabelah pihak.     

"Aku tidak suka kesepakatan." Tolak Marcus.     

"Dengarkan aku" Seheina membungkuk di hadapan Marcus, "Kau akan membebaskanku dan aku akan kembali ke negaraku, urusanmu tidak akan pernah ada yang tahu dan aku bersumpah tidak akan mengatakan apapun pada siapapun, aku bahkan akan menganggap bahwa kita tak pernah saling kenal." Sheina meyakinkan Marcus tapi pria itu menggeleng, "Not interesting."     

"Apa masalahmu denganku hah?!" Sheina yang frustasi berusaha menyerang Marcus dengan tangan kosong, tapi kedua tangan Marcus yang lebih kuat berhasil mencegah Sheina menyerangnya. Kedua pergelangan Sheina dicengkeram dengan satu tangannya sementara satu tangan lainnya mengambil saputangan dari saku blazer yang dia kenakan dan membekapkannya pada Sheina hingga gadis itu jatuh tak sadarkan diri.     

***     

"Morning" Sapa pria tampan itu begitu Sheina menunjukkan tanda-tanda kehidupan.     

"Oh God." Sheina membuang muka. "Ini benar-benar bukan sekedar mimpi buruk." Gumamnya. Dia menilik ke balik selimut dan mendapati dirinya mengenakan baju tidur yang entah dari mana datangnya.     

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?" Tanya Sheina pada sang pria.     

Pria itu mendekat ke ranjang dan merangkak naik ke ranjang. "I'm Marcus." Bisiknya.     

"I don't care." Sheina membuang muka saat pria itu tepat berada di sisi kiri wajahnya. Kekagumannya pada sang pria yang sempat merasukinya hari itu di kastil Gjirokaster mendadak sirna setelah tahu siapa pria itu.     

"You will." Marcus meraih tangan Sheina dan memenganginya erat.     

"You hurt me Marcus." Ujar Sheina dengan suara bergetar.     

"So beg me." Jawab Marcus.     

"NEVER!" Bentak Sheina dan itu membuat Marcus mempererat gengamannya, hingga akhirnya Sheina meringis kesakitan tapi tetap tak ingin memohon, pada si Pria tampan bernama Marcus itu.     

"Jika kau ingin membunuhku, lakukan saja, jangan menyakitiku seperti ini." Sheina berusaha membebaskan pergelangan tangannya.     

"Bagaimana jika aku ingin membunuhmu pelan-pelan?" Marcus melepaskan cengeramannya, Sheina lantas memegangi tangannya yang tampak memerah tepat di bekas cengeraman Marcus.     

"Aku tidak takut mati." Sheina menekankan kalimatnya itu. Dia bahkan melihat sebuah revolver yang tergeletak di meja kecil samping tempat tidur dan langsung merangkak untuk mengambil pistol itu, namun Marcus tak kalah sigap, dia segera mendendang meja itu hingga membuatnya terguling dan pistol itu terpental jauh. Dia bahkan dengan cepat menarik pinggang Sheina dan menindih wanita itu. Dengan mengunci posisinya tepat di atas Sheina, dan memastikan kedua lengannya memerangkap wanita itu.     

"Kau benar-benar tidak bisa di biarkan nona muda." Ujar Markus.     

Nafas Sheina berderu hingga membuat dadanya naik turun di balik gaun tidur tipis berwarna hitam itu. Gaun yang bahkan menunjukan belahan dada Sheina nan mulus yang saat ini berada di hadapan Markus.     

Rahang Markus mengeras sekilas, dia merapatkan wajahnya dan tepat saat hampir menyentuh bibir, Sheina membuang wajahnya hingga bibir Marcus mendarat di leher Sheina. Marcus menghirup aroma Sheina dalam-dalam.     

"Kau membuat kesabaranku habis." Ujar Markus. Bukannya mencampakkan Sheina, dia justru menuruni leher Sheina dengan tulang hidungnya yang tinggi membuat seluruh tubuh Sheina meremang seketika.     

"Tubuhmu menginginkanku nona muda, sayangnya egomu menghalanginya." Bisik Marcus, dia mengangkat tubuhnya dan beranjak turun dari ranjang, berjalan untuk mengambil pistol yang tergeletak di lantai dan melenggang keluar dari kamar itu.     

Sheina masih terlentang di ranjang tak berdaya, dadanya naik turun, darahnya berdesir mengingat pria gagah itu sempat menindih tubuhnya. Sesuatu yang benar-benar dia ingikan di usianya saat ini, sayangnya dia tidak pernah membayangkan jika seseorang akan memaksanya dengan cara sekasar itu.     

Dengan lemas Sheina beringsut dan merangkak turun dari ranjang. Sebelum benar-benar turun dari ranjang, Sheina sempat duduk terdiam di tepi ranjang memikirkan apa yang saat ini terjadi pada dirnya. Sesuatu yang tak pernah dia duga dan dia bayangkan sebelumnya.     

***     

Tok Tok     

Suara pintu di ketuk, seorang wanita setengah baya masuk kedalam ruangan.     

"Selamat pagi nona, ini sarapan anda."     

Sheina menoleh, dia benar-benar tidak menyangka ada wanita setua Larry yang bekerja untuk si gila Marcus.     

"Aku Hana, aku bekerja untuk tuan Marcus."     

"Apa kau tahu siapa bosmu?" Tanya Sheina dengan mata memicing, sementara itu Hana tersenyum lebar. "Dia seorang malaikat bagiku." Jawab Hana.     

"Hah?!" Sheina menggeleng tak percaya. Dia mencoba mencerna kalimat Hana. "Maksudmu dia bukan manusia?" Alis Sheina berkerut, dia menatap Hana yang tengah meletakkan nampan berisi sarapan di meja bulat di sisi kanan kamar. Setelah itu wanita setengah baya berambut hitam keriting itu merapikan meja yang tadi di tendang oleh Marcus hingga terguling.     

"Kau benar-benar membuatnya hilang kendali tampaknya." Ujar Hana dengan senyum tertahan.     

"Apa maksudmu?" Tanya Sheina.     

"Tidak, aku pernah melihat yang lebih parah dari ini." Ujar Hana dengan senyum lain yang tampak mencurigakan. "Jika sangat bergairah, tuan Marcus bisa menghancurkan seisi kamar." Tuturnya, dan itu membuat perut Sheina seperit diaduk-aduk rasanya.     

"Apa kau baru saja membicarakan gairah?" Tanya Sheina memperjelas, dan Hana tersenyum lebar, dia bahkan sempat terkikik.     

"Aku melihat jelas dari memar di pergelangan tanganmu." Ujar Hana sambil membuka pintu lemari dan mengambil handuk bersih.     

"Tuan Marcus menunggumu setelah sarapan dan mandi."     

"Katakan padanya, aku tidak ingin menemuinya." Ujar Sheina.     

"Tidak ada pilihan di rumah ini nona muda, jika kau tidak mau menemuinya maka dia yang akan menemuimu."     

"Arrgghhh" Gerutu Sheina, dia bergegas mengambil handuk dan berjalan menuju sebuah pintu. Satu-satunya pintu lain di kamar itu selain pintu keluar, sudah barang tentu itu pintu kamar mandi.     

Sheina tertegun melihat betapa mewahnya kamar mandi ini.     

"Bagaimana mungkin pria gila itu memiliki selera sebagus ini?" Gumamnya lagi, sebelum membuka pakaiannya Sheina menengadah, menebar pandangan untuk memastikan tidak ada kamera pengintai di tempat ini. Bahkan dia sempat memeriksa semua tempat termasuk kemungkinan-kemungkinan di tempat-tempat tersembunyi dan Sheina tak mendapatkan apapun.     

Tok Tok     

Suara pintu di ketuk, membuat Sheina berjingkat.     

"Siapa?" Teriaknya sambil mengunci pintu kamar mandi dari dalam.     

"Marcus." Suara berat pria itu terdengar dari luar.     

"Apa yang kau ingikan?" Teriak Sheina dari dalam kamar mandi.     

"Aku menunggumu di bawah, jadi jangan membuang waktuku!" Perintahnya.     

"Apa kau memasang kamera pengintai di kamar mandi ini?!" Teriak Sheina dari balik pintu.     

"Aku tak serendah itu." Jawab Marcus sebelum meninggalkan kamar besar itu.     

Sheina mencibir. "Aku tak serendah itu" Dia menirukan gaya bicara Marcus. "Kau membuatku seperti anjing peliharaan dan masih bisa menyombongkan diri bahwa kau tidak serendah itu?!" Sheina mengangkat tangan dengan jari tengah di tegakkan ke atas.     

Tak lantas mandi, gadis itu mondar-mandir memikirkan cara untuk lari dari rumah ini. Dia mengintip dari kaca di kamar mandi besar yang diselimuti tirai.     

"Em… Dia mengintip keluar dan tampak tak ada seorangpun di luar.     

"Kemana perginya semua penjaga?" Gumam Sheina, dia mencari akal untuk melarikan diri dari kamar mandi itu. Dan benar saja, ada pintu keluar menuju balkon dari kamar mandi, entah mengapa kamar mandi ini terhubung dengan balcon.     

Dengan mencabut tirai dan mengikatnya menjadi sebuah tali panjang, Sheina mengikatkannya pada teralis balkon, kemudian menjatuhkan sisanya menjuntai ke bawah.     

Marcus yang tampak sedang menikmati secangkir kopi dan membaca sura kabar tiba-tiba menoleh saat melihat ada tali menjuntai kebawah dekat dengan taman tempatnya menyesap kopi di pagi hari. Dua orang pengawal bersiap dengan pistol mereka tapi Marcus mengangkat tangan. Dia melipat surat kabar di tangannya dan berjalan kea rah juntaian tirai.     

Tiba-tiba dari arah atas terlihat Sheina kesusahan menuruni juntaian tirai yang tak cukup panjang.     

"Butuh bantuan?" Tanya Marcus sembari menengadah menatap ke arah Sheina yang masih bergelantungan.     

"Shit!" Umpat Sheina dalam hati. Dia menghela nafas dalam, menjatuhkan diri dari ketinggian dua meter juga bukan pilihan bijak, jika tidak mengalami patah tulang, mungkin dia akan mengalami cedera engkel. Akhirnaya Sheina memutuskan untuk menyerah, dia menjatuhkan diri saat Marcus sudah bersiap mengangkapnya.     

"Jangan memaksaku memandikanmu." Ujar Marcus sambil membopong Sheina dan menurunkannya. "Jika kau terus berusaha untuk kabur, itu berarti kau memaksa pengawalku untuk menembak kepalamu."     

Sheina bergeming, wajahnya benar-benar cemberut saat itu. "Bunuh saja aku." Ujar Sheina kesal.     

"Saat waktunya tiba, pasti aku lakukan. Sekarang bersihkan dirimu dan makan sarapanmu." Perintah Marcus.     

Dari sisi lain Hana tergopoh-gopoh menyambangi Sheina dan membawanya masuk.     

"Jangan bertindak bodoh dan membuat kesabaran tuan Marcus hilang." Pinta Hana dengan wajah khawatir.     

"Apa kau pernah melihat dia menembak seorang wanita?" Tanya Sheina spontan, dan itu membuat Hana membeku.     

"Jangan banyak bertanya, lakukan perintahnya maka kau akan aman."     

"Ok." Sheina menurut bag domba yang di cukur bulunya. Dia benar-benar hanya mandi dan memakan sarapannya, sejujurnya dia benar-benar kelaparan saat ini.     

"Pilihannya hanya dua, jika kau tidak mati di tangan pria itu, kau mungkin akan mati kelaparan." Ujar Sheina dalam hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.