THE RICHMAN

The Richman - The scent of the past



The Richman - The scent of the past

0Oliver menggeliat bangun dan Sheina sudah tak berada di sisinya. Dia keluar dari kamar dan menemukan Sheina tengah menyiapkan sarapan pagi. Scrembeled egg dengan potongan avocado yang menggoda selera.     

"Morning." Sapa Olvier.     

"Morning." Jawab Shiena. "Kau bisa menuang kopi dari coffee maker, krimerny adi sebelahnya." ujar Sheina.     

"Ok mam." jawab Oliver. "Akut tidak menyangka bahwa tidur di apartmentmu bisa senyenyak ini." Ujarnya dengan senyuman dan Sheina menggeleng. "Sepagi ini dan kau sudah merayuku lagi Mr. Hawkins.     

"Aku bersungguh-sungguh." Jawab Oliver. Dia menuang satu kopi dengan krimer untuk Sheina sementara kopi tanpa gula dan krimer untuknya. Dia meletakkan dua cankir di atas meja dan Sheina melengkapinya dengan dua piring scrambeled egg satu untuknya dan satu untuk Oliver. Mereka duduk berhadapan untuk menikmati sarapan bersama.     

"Jika kau berpikir untuk tinggal di apartmentku, maka simpan impianmu." Sehina menatap Oliver, dan pria itu tersenyum.     

"Aku berpikir mungkin bukan soal tempat tidurnya, tapi soal siapa yang berbaring di sisiku." jawabnya dan itu membuat Sheina menatap pria itu, wajahnya bersemu merah, tapi Sheian tak suka ditatap dengan cara seperti itu hingga dia mengambil gelas kopinya dan segera menyesapnya. Dia bahkan tak sadar betapa panasnya kopi itu.     

"Aw." Serunya kepanasan.     

"Jangan salah tingkah." Oliver menatapnya, "Mengapa begitu sulit bagimu menerima perlakuan manisku." Goda Oliver.     

"Berhenti menggodaku Oliver Hawkins. Selesaikan sarapanmu dan pulang, klien menunggumu dan bosku yang gila juga sudah menungguku." Sheina masih tak juga mengakui betapa teranjungnya dia beberapa detik lalu. Mereka akhirnya terikik bersama dan menikmati mengobrol sembari menyelesaikan sarapan mereka bersama.     

***     

Oliver terlambat, tapi hanya beberapa menit. Tapi benar yang dikatakan Sheina, dia sudah ditunggu oleh klien-kliennya.     

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang resepsionis di loby ketika Andrea tiba di kantor advokad Oliver Hawkins and partner.     

"Aku ingin bertemu dengan Mr. Oliver Hawkins."     

"Oh, Mr. Oliver sedang ada tamu. Apakah anda bersedia menunggu?"     

"Ok, tidak masalah."     

"Baiklah, saya akan antar anda ke lantai lima." Kata gadis berambut pirang itu.     

Andrea diantara sampai ke ruangan besar dimana sebuah meja setengah lingkaran berada.     

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?"     

"Saya ingin bertemu dengan Mr. Hawkins."     

"Oh, beliau sedang ada tamu, apakah anda sudah membuat janji sebelumnya?" Tanya Louisa ramah.     

"Saya sudah bertemu dengan Mr. Hawkins kemarin malam dan dia minta saya datang menemuinya pukul sembilan." Kata Andrea ramah. Tapi ekspresi Louisa berubah ketika mendengar kalimat Andrea yang menyatakan bahwa dia sudah bertemu secara pribadi dengan Oliver Hawkins.     

Andrea Wimbeldon adalah sosialita yang cukup terkenal di New York, dia punya beberapa bisnis fashion ternama di kota itu termasuk juga bisnis kosmetik yang sudah merambah ke negara-negara berkembang. Jadi siapa yang tidak kenal Andrea Wimbeldon?     

"Baiklah, silahkan menunggu sebentar, saya akan menghubungi Mr. Hawkins."Louisa berusaha tetap ramah meski terlihat aneh, tapi Andrea tampak tak ambil pusing.     

"Mr. Hawkins, Mrs. Andrea Wimbeldon menunggu anda."     

"Aku akan selesai dalam lima menit." Kata Oliver dari dalam ruangannya.     

"Ok Sir."     

Louisa menatap ke arah Andrea dan tersenyum singkat. "Mr. Hawkins akan selesai dengan urusannya dalam lima menit kedepan, silahkan menunggu."     

"Ok." Andrea melepas kacamatanya dan menggantungya di kemejanya lalu memilih untuk duduk di sofa berwarna putih di sisi ruangan sambil sibuk dengan ponselnya.     

Tak berapa lama Oliver Hawkins tampak keluar dari ruangannya dan menyambangi Andrea, sementara Louisa melongo menatap adegan itu. Sepanjang dia bekerja untuk Oliver selama lebih dari satu tahun terakhir, dia tidak pernah melihat Oliver keluar dari ruangannya untuk menyambut kliennya, apalagi klien baru yang kasusnya bahkan belum terdaftar sama sekali di deretan daftar kasus yang ditangani kantor advokad tempatnya bekerja itu.     

"Andrea." Oliver menyapa wanita itu dengan suara berat, membuat Andrea terkejut dan segera meletakan ponselnya dalam tas Hermes yang dia kenakan dengan bahan kulit buaya albino yang harganya cukup fantastis itu.     

"Hai." Andrea tersenyum sambil mengulurkan tangannya dan Oliver menyambut uluran tangan Andrea.     

"Silahkan masuk." Oliver mempersilahkan Andrea berjalan didepannya dengan sopan, tapi kemudian dia berhenti di depan pintu dan menunggu Lcuas membukakan pintu untuknya.     

"Thanks."     

Setelah mereka masuk kedalam ruangan kaca itu Louisa tampak menghela nafas dalam, raut wajahnya menjadi muram. Mungkin dirinya memang tidak akan pernah dilirik oleh pengacara besar sekelas Oliver Hawkins, pertama karena dia adalah seorang single parent, dan kedua, Oliver tentu lebih memilih janda kelas atas seperti Andrea Wimbeldon, batin Louisa kesal. Padahal Oliver sudah menentukan pilihannya sendiri, Sheina Anthony.     

***     

Didalam ruangan aroma kecanggungan jelas tercium diantara kedua anak manusia itu. Oliver dan Andrea saling mengenal semasa mereka duduk di bangku SMA. Keduanya sempat menjalin hubungan hingga Oliver kuliah sementara Andrea memilih menjadi model profesional.     

"Oliver Hawkins." Menyapa Oliver dengan nama lengkapnya membuat bulu kuduk Oliver meremang.     

"Andra Wimbeldon." Tatapan Oliver jelas melekat pada Andrea.     

"Aku terkejut ketika asisten pribadiku menyebut namamu sebagai lawyer yang akan menangani kasus perceraianku." Kata Andrea membuka percakapan.     

"Kenapa harus terkejut, sejak awal kau tahu bahwa aku seorang pengacara bukan." Oliver berusaha tampak biasa saja, meski itu hampir mustahil dia lakukan.     

"Aku tak tahu jika kau sehebat ini." Gumam Andrea.     

"Bisakah kita langusng pada kasusmu?" Oliver berusaha mengalihkan pembicaraan, dia segera membuka berkas yang baru dikirim ke mejanya sekitar sepuluh menit lalu itu.     

"Kenapa kau menggugat suamimu?" Tanya Oliver sambil terus sibuk membuka berkas.     

"Kekerasan dalam rumah tangga, penipuan, perselingkuhan." Andrea mengatakan semuanya itu tanpa beban tapi Oliver langsung menghentikan kegiatannya.     

"Dia melakukan semua itu?" Tanya Oliver.     

"Kau belum membaca berkasku Mr. Hawkins?" Tanya Andrea.     

Oliver mengangkat alisnya, "Kau datang sudah larut malam dan kau juga baru mengirim email untuk kasusmu beberapa menit lalu, aku belum membaca apapun." jawab Oliver jujur.     

"Aku butuh waktu untuk mempelajari kasusmu dan seberapa kuat bukti-bukti yang kita miliki untuk memenangkan kasus ini. Apa tuntutanmu?" Tanya Oliver sambil menutup kembali file di hadapannya dan menatap Andrea dalam.     

"Aku ingin dia dikurung dalam penjara dan tidak pernah keluar lagi." Kata Andrea dan Oliver mengrenyitkan alisnya.     

"Dia bukan seorang pembunuh Mrs. Wimbeldon, dan kita akan bersidang secara perdata, bukan pidana."     

Andrea menarik nafas dalam. "Aku akan memberimu waktu untuk mempelajari kasusku sebelum kau mengatakan hal itu Mr. Hawkins."     

Alis Oliver bertaut semakin dalam. "Ok."     

"Hubungi aku setelah kau selesai membaca berkasku." Andrea mengenakan kacamata hitamnya lagi dan bangkit dari tempatnya duduk.     

"Love to hear form you soon." Kata Andrea sambil mengulurkan tangannya, rahang Oliver mengeras sekilas sebelum akhirnya menjabat tangan Andrea dan membiarkan wanita itu keluar dari ruang kerjanya begitu saja.     

Oliver menatap Andrea keluar dari ruangan itu. Dia benar-benar menjadi pribadi yang berbeda tampaknya. Oliver nyaris tak mengenalinya lagi, bahkan secara fisik, Andrea juga berubah drastis. Dia bukan lagi gadis lugu yang malu-malu di hadapan kamera, dia menjadi wanita yang elegan, berkelas, dan sedikit angkuh.     

***     

Sudah lewat tengah malam dan Oliver masih duduk di meja kerjanya, dia membaca berkas gugatan Andrea, sebenarnya itu adalah kasus terakhir yang dia baca malam ini setelah seharian dia singkirkan dari meja kerjanya. Oliver tak ingin menjadi pengacara Andrea, tapi saat dia mengatakan bahwa kasus perceraian itu bisa berakhir menjadi kasus pidana, Olvier menjadi tertarik.     

Oliver penasaran tentang seberapa buruk perlakuan suaminya pada wanita itu? Karena sepengetahuan Oliver, Andrea justru yang menjadi pihak yang cenderung meninggalkan dibandingkan ditinggalkan. Sebelum menjalin hubungan dengannya Adnrea menjalin hubungan dengan kakak kelasnya, pebasket bernama Clark yang adalah bos dari Sheina. Dan tanpa alasan yang jelas Andrea mengakhiri hubungannya dengan Clark dan menjadi dekat dengan Oliver. Itu terjadi dimasalalu dan sudah sangat lama.     

Oliver juga membaca beberapa berita tentang Andrea, ternyata ini bukan kali pertama perceraiannya. Dia pernah menikah dan bercerai dengan penyanyi beberapa tahun lalu, kemudian masuk ke pemberitaan karena menggandeng pembalap terkenal, dan kini berakhir dengan seorang pengusaha kaya. Oliver tak pernah tahu sepak terjang Andrea karena dia tak pernah tertarik dengan berita gosip, baru sekarang ini Oliver mencoba mendalaminya karena Andrea meminangnya sebagia pengacara.     

Selain itu, cukup mengejutkan karena Andrea membeberkan beberapa kekerasan yang dia alami selama pernikahannya dengan pria itu. Tak hanya kekerasan fisik dan verbal, Andrea bahkan mengalami kekerasan secara seksual dan penipuan terkait penjualan asset milik bersama tanpa sepengetahuan Angela yang melanggar perjanjian pranikah yang disepakati antara Angela dan Suaminya.     

Oliver membuka foto-foto visum milik Angela yang membuktikan betapa kejam suaminya itu. Dan saat tak tahan lagi membuka lembar berikutnya, Oliver menutup berkas itu dan mengambil jasnya lalu berjalan keluar dari ruangannya.     

Oliver tak menyangka jika gadis lugu yang pernah dikencaninya bertahun-tahun lalu harus mengalami kehidupan tragis sedemikian. Dia bahkan tak mirip dengan seorang isteri melainkan tawanan.     

***     

Sesampai di apartmentnya, Oliver menyadari keanehan ketika ada mobil terparkir di area parkir miliknya. Jelas itu bukan mobilnya. Dia memeriksa mercy hitam mengkilat itu dan tidak ada seorangpun di dalam.     

Oliver masuk kedalam apartment dengan revolver di tangannya. Sebenarnya senjata itu dimilikinya secara legal, terdaftar dan alasan kepemilikannya adalah untuk melindungi diri.     

Perlahan dia menggiring langkahnya menuju runag tamu dan tiak ada siapapun disana. Oliver memeriksa ruang tengah dan tidak menemukan siapapun, sampai akhirnya dia naik ke lantai atas dan masuk ke kamarnya. Tidak ada siapapun di dalam rumah itu. Oliver meletakkan jasnya di dalam kamar, lalu menuju ruang kerjanya melalui connecting door dari dalam kamarnya. Tapi tidak ada siapapun di sana.     

Lagipula untuk masuk kedalam rumahnya, seseorang harus memasukkan password elektronik di pintu utama. Dan sejauh ini belum ada yang bisa masuk tanpa tahu sandinya. Dan yang tahu hanyalah dia, Marshall, dan Sheina, orang-orang terdekatnya, selain itu tidak ada yang tahu.     

Oliver segera menghentikan langkahnya saat dia mendengar bunyi dari lantai bawah, semacam suara piring atau benda yang terbuat dari kramik lainnya beradu. Oliver segera bergerak ke lantai satu dan menuju meja makan. Jantungnya berdegup kencang saat dia menuju ke ruang makan, karena terakhir kali dia masuk ke ruangan makan dengan cara seperti ini, dia menemukan isterinya tak bernyawa dalam kadaan bersimbah darah.     

Oliver memutar cepat tubuhnya dan berteriak "Hands up."     

"Wo . . . easy dude." Suara tidak asing itu membuat Oliver menggeser posisinya lalu menyalakan lampu dengan satu tangannya yang bebas.     

Alisnya berkerut dalam saat dia melihat Andrea duduk di meja makan dengan dua tangan terangkat di atas kepalanya.     

"Andrea?"     

"Hai."     

Oliver menyarungkan pistol ditangannya dan berjalan ragu ke arah wanita itu.     

"Bagaimana kau bisa masuk ke apartmentku?" Tanya Oliver penasaran.     

"Kombinasi angka yang tak pernah kau rubah, aku iseng memasukannya dan ternyata berhasil. Itu bukan salahku jika masih mengingat kombinasi angka itu." Andrea tersenyum. Benar saja, kombinasi angkanya adalah hari ulang tahun ibunya, dan Oliver selalu menggunakan kombinasi angka itu untuk beberapa pasword penting miliknya.     

Rahang Oliver Hawkins mengeras sekilas, dia bahkan masih menggunakan password yang sama untuk semua hal penting yang dia miliki yang memelukan password untuk mengaksesnya.     

"Duduklah, aku memasak untukmu." Andrea memutari meja dan berjalan ke arah Oliver, berdiri di hadapan pria itu. Sementara Oliver mematung, Andrea menyentuh kemejanya, wanita itu memejamkan mata, solah dia bisa merasakan dada Oliver yang bidang dari balik kemeja putihnya. Oliver menarik nafas dalam, kemudian menelan ludah. Sudah lama sejak terakhir kali ada wanita yang menyentuhnya dengan cara seperti itu.     

"Aku memiliki pasangan." Oliver menemukan kesadarannya, menarik pergelangan tangan Andrea untuk menjauh dari kemejanya.     

"Oh, akhirnya." Jawab Andrea santai.     

"Andrea, tolong jangan berlebihan. Kita memang pernah saling mengenal, tapi aku tak ingin kau melewati batasmu. Kita bekerjasama sebagai klien dan pengacara, dan aku tidak ingin kau menyalah artikan itu." Ujar Oliver.     

"Oliver Hawkins . . ." Andrea menatap Oliver dengan tatapan memohon.     

"Andrea, . . . kita sudah berakhir sejak lama." Kata Oliver mencoba berpikir logis.     

Andrea menatap Oliver. "Bagiku, kau tidak pernah berakhir."     

Alis Oliver bertaut dalam, rahangnya mengeras sekilas, meski tangannya masih mencengkeram pergelangan tangan Andrea tapi sudah lebih lunak. Andrea berjinjit dan mengecup bibir Oliver Hawkins lembut, membuat pria itu terkejut meski dia tetap tidak bereaksi.     

"Kemasi barang-barangmu, dan pergi dari sini." Tegas Oliver. Andrea celingukan malu, dia berpikir bahwa Oliver masih pria yang sama dengan saat mereka masih SMA meski terang saja dengan predikat yang disandangnya saat ini, harta yang dimilikinya, ketampanan dan kematangannya, jelas itu sangat menggoda bagi Andrea.     

"Aku akan menolak kasusmu, kau bisa menghubungi Clark untuk mendapatkan bantuan. Dia tidak akan menolakmu." Oliver menatap wanita itu dan Andrea membalas tatapannya dengan tatapan kesal.     

"Teganya kau, Hawkins!" Kesalnya.     

"Kau melewati batas, dan aku tidak bisa menerimanya." Ujar Oliver. Dia menutup pintunya begitu Andrea pergi. Tentu saja jika Sheina mengetahui semua ini terjadi, tamatlah riwayatnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.