THE RICHMAN

The Richman - The Next Privat Party



The Richman - The Next Privat Party

0Marshall memutuskan untuk memberikan tumpangan pada Olivia Jhonson dengan limousin miliknya sementara itu Oliver ditinggalkan begitu saja.     

"Sorry Son." Gurau Marshall dan Olivia melambai ke arah Sheina dan Oliver yang berdiri dengan membawa beberapa piala di tangannya. Tentu saja itu bukan piala miliknya melainkan piala yang dimenangkan oleh Oliver di malam penghargaan ini.     

Sheina menatap Oliver, "Aku tidak keberatan memberimu tumpangan." Ujarnya.     

"Terimakasih Mss. Anthony, kau sungguh baik hati. Sebagai gantinya akan kutraktir kau makan atau minum kopi lain kali." Gurau Oliver.     

"Kau akan jadi bosku dalam tiga kali duapuluh empat jam setelah malam ini, dan aku harus berlaku sopan agar tidak ditempatkan di ruangan kecil itu." Jawab Sheina dengan nada candaan yang sama.     

"Give me your key." Oliver meminta kunci mobil Sheina dan gadis itu memberikan tasnya. Oliver mengambil sendiri kemudian membawakan tas Sheina menuju mobil. Dia membuka pintu belakang dan membantu Shiena meletakkan semua piala itu di bangku belakang sebelum akhirnya dia membukakan pintu di samping pengemudi untuk memberikan akses bagi Sheina duduk di sampingnya sementara dia menyetir.     

Sehina masuk dan memasang sabuk pengamannya, sementara itu Olvier bersiap untuk menyalakan mesin mobil, tapi tak segera dia lakukan. "Kau tak ingin memberiku ucapan selamat?" Tanya Oliver.     

"Selamat untukmu Mr. Hawkins." Jawab Shiena singkat.     

"Hanya seperti itu?" Oliver menoleh pada Sheina dan gadis itu membalas tatapan Oliver. "Ucapan selamat macam apa yang kau ingikan?" Alis Sheina bertaut, tapi Oliver mendekatkan wajahnya dan itu membuat Sheina membeku dengan bibir sedikit terbuka. Dengan lembut Oliver mendaratkan bibirnya di bibir Sheina dan menciumnya. Setelah bertahun-tahun akhirnya Oliver bisa merasakan manis dan lembutnya bibir itu lagi.     

Ciuman mereka terpaksa berakhir saat mobil di depan mereka menyala mesinnya dan menyorotkan lampu jauh.     

"Sial." Gumam Oliver, meski akhirnya dia tersenyum dan menyalakan mesin mobil lalu membawa mobil itu keluar dari area parkir. Keduanya terkikik geli. Oliver meraih tangan Sheina dan meremasnya lembut, kemudian mendekatkan tangan itu ke bibirnya dan mengecupnya.     

"Betapa sulitnya mendapatkanmu." Gumam Oliver.     

"Barang berharga tidak pernah mudah didapatkan." Jawab Sheina.     

Oliver tersenyum sekilas, "Seberharga itu sampai membuatku gila." Jawabnya.     

"Aku tidak menyangka seorang Oliver yang luar biasa bisa gila karenaku." Sheina meledeknya.     

"Barang berharga, begitu kudapatkan, tidak akan pernah kulepaskan. Apapun alasannya." Olvier meraih meremas tangan Sheina sekali lagi.     

"Itu namanya penculikan." Bantah Sheina.     

"Tidak jika aku melakukannya dengan ijin ayahmu." Jawab Oliver, dan itu membuat Sheina terkikik.     

"Kau tahu kelemahanku." Sheian menatap Oliver.     

"Aku selalu tahu." Katanya. "Aku tahu bahwa kau adalah gadis lembut dibalik keraskepalamu, kau sering bimbang meski kau memutuskan sebelum kau berpikir, dan aku menunggu kau menunjukkan dirimu yang sebenarnya, sampai aku bisa menyentuhmu." Ujar Oliver.     

Sheina tertegun, semua yang dikatakn Oliver tentangnya benar adanya. Dibalik keras kepalanya, sebenarnya dia sering bimbang menentukan arahnya. Dan dia bertindak lebih cepat dari dia memikirkan apa dampak atau efek dari perbuatannya itu. Kebanyakan keputusan yang salah dia ambil menyangkut dirinya sendiri, Sheina begitu sulit menguasai dirinya sendiri, dan Oliver adalah pribadi bijaksana, berpemikiran luas dan sabar, pribadi yang cocok memimpin Sheina sekaligus menjaga, sekaligus menemaninya sebagai pasangan.     

Rahang Oliver mengeras sekilas, "Aku tidak ingin membahas masalalumu sebenarnya." Ujar Oliver. "Tapi aku ingin tahu apa yang terjadi pada kalian." Imbuhnya. Sheina menatap Oliver sekilas, tapi tak menjawab.     

"Aku buta saat ini tentangmu, aku tidak tahu dimana posisiku berdiri meski kau tahu betul bagaimana posisiku. Jadi jika kau tidak keberatan, katakan padaku, apakah masih ada pagar itu, atau aku bebas masuk ke dalam hatimu?" Oliver menoleh ke arah Sheina sekilas.     

Gadis itu menghela nafas dalam, "Sulit mengatakannya." Jawabnya.     

"Kau masih menyimpan perasaan untuknya?" Tanya Oliver.     

"Kami bersepakat untuk menjalani hidup masing-masing, setelah kami berpikir tentang kebersamaan yang tak mungkin terjadi." Jujur Sheina.     

"Kau masih mencintainya?" Tanya Sheina.     

Sheina menatap Oliver, "Aku masih mengingatnya." Jujurnya.     

Oliver tersenyum sekilas. "Kau tahu cara paling cepat melupakan masalalu?" Tanyanya, dan Sheina menatap Oliver, dia menggeleng pelan.     

"Caranya adalah dengan mengukir kenangan yang baru." Jawab Oliver. "Aku akan jadi orang itu." Imbuhnya.     

***     

Oliver masuk kedalam apartmentnya dan Sheina masuk, meski awalnya dia menolak untuk masuk. Begitu banyak kenangan di apartment itu, Oliver bahkan tak mengubah detail terkecil sekalipun.     

"Kau tak merubah apapun?" Sheian menebar pandangan.     

"No." Geleng Oliver sembari menyusun pialanya melengkapi koleksi piala yang sebelumnya sudah banyak.     

"Kau merindukan tempat ini?" Oliver menghampiri Sheina dan memegang pingang ramping gadis itu.     

"Sedikit." Bohongnya.     

"Hanya sedikit?" Alis Oliver berkerut.     

Sheina menatap Oliver, "Mungkin aku lebih merindukan pemiliknya." Gumamnya sebelum mengecup bibir Oliver. Begitu sulit untuk membuat segala sesuatu menjadi normal lagi setelah ketidaknormalan yang terjadi selama ini.     

"Jangan terburu-buru." Oliver menarik dirinya. "Aku tahu itu tidak mudah bagimu." Ujarnya.     

Sheina menghela nafas dalam setelah sempat shock dengan reaksi Olvier menarik diri dari ciumannya, "Aku sedang berusaha."     

"Aku tahu kau memaksakan dirimu Sheina, aku tidak akan nyaman membuatmu menderita. Take it slow." Bisik Oliver.     

"Thanks." Jawab Shiena. Mereka saling menatap, "Aku akan pulang." Ujarnya.     

"Bisakah kau menginap?" Tanya Oliver.     

"Bukankah kau baru berkata bahwa kita tidak perlu terburu-buru?" Alis Sheina berkerut.     

"Aku hanya memintamu tinggal, aku tidak memintamu melakukan yang lainnya." Oliver tersenyum. Sheina mengusap wajahnya, "Mengapa kau tetap mempesona Oliver Hawkins." Gumam Sheina.     

"Jangan menggodaku, aku sudah bersusah payah menahan diri." Oliver berkata dibalik gigi-giginya yang terkatup, meski senyum mengembang di wajahnya setelah menyelesaikan kalimat itu.     

"Besok aku harus berurusan dengan Clark, jadi aku harus pulang." ujar Sheina.     

"Tinggallah." Bujuk Oliver.     

"No." Geleng Sheina.     

"I won't touch you." Bisik Oliver, dan itu membuat Sheina menatapnya dalam. "Bagaimana jika aku yang memulai menyentuhmu?" Tanyanya penuh goda.     

"Itu masalahmu." Jawab Oliver dengan senyuman dan Sheina mengecup sekilas bibir pria itu sebelum meninggalkan rumahnya. Oliver mengantar Sheina keluar dan membiarkan mobil gadis itu keluar dari area parkir.     

Sepanjang jalan menuju apartmentnya, wajah Sheina bersemu merah, ternyata bertemu lagi dengan Oliver tidak begitu buruk. Dia masih menjadi Oliver yang misterius tapi manis seperti yang dulu, tidak banyak yang berubah darinya selain wibawanya yang semakin bertambah.     

"Come on Sheina, fokus." Gumamnya dalam hati.     

Bahkan sesampai di apartment dia masih merasakan irama jantungnya lebih kencang dari biasanya dan desiran darahnya juga. Sheina berhenti di depan wastafel dan menatap ke arah cermin, melihat wajahnya yang bersemu merah.     

"Apa yang kau pikirkan Sheina?" Gumamnya sembari menatap ke pantulan wajahnya di cermin. "Apa kau baru saja jatuh cinta lagi pada pria itu?" Alis Shiena berkerut, menatap dirinya sendiri. Oliver memang menjanjikan kehidupan masadepan yang cerah dan indah, juga normal. Tidak ada yang bisa lebih baik dari itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.