THE RICHMAN

The Richman - Alexandra Cameroon



The Richman - Alexandra Cameroon

0Penyelidikan tentang insiden yang melibatkan Adrianna dan calon bayinya mengerucut pada ditangkapnya Alexandra Cameroon atas tuduhan sengaja mensabotase tempat kejadian hingga mendorong Adrianna juga bagian dari rencananya. Sedianya Alexandra akan mendorong Adrianna ke kiri, tempat dimana ada beberapa tumpukan batu taman yang belum di tata, tapi karena kejadian itu begitu cepat dan diluar dugaan Alexandra bahwa posisi mereka saat itu tidak sesuai dengan prediksinya hingga dia mendorong Adrianna ke sisi kiri.     

Bahkan setelah kasus itu disidangkan Alexandra harus menerima hukuman yang setimpal yaitu hukuman kurungan selama dua tahun karena perjobaan pembunuhan yang menyebabkan kematian seseorang, meskipun itu masih berupa janin tapi dia tetap memiliki hak untuk hidup.     

Adrianna menangis sejadinya saat dia mengetahui fakta bahwa ini adalah bagian dari rencana Alexandra Cameroon untuk mencelakakannya. Namun bukannya dia yang celaka melainkan bayinya. Aldric memeluk isterinya itu erat-erat setelah sempat menemui Alexandra untuk bicara pada wanita kejam berwajah malaikat itu, Alexandra Cameroon.     

"Mengapa kau melakukannya?" Tanya Aldric, dia bicara dari sela-sela giginya yang terkatup. Rahangnya mengeras, dia tampak begitu marah menghadapi wanita berwajah malaikat namun berhati iblis itu. Sementara itu Alexandra menatap Aldric tapi tak menjawab pertanyaan pria itu.     

"Kau bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan, karena perbuatan kejimu, lihatlah sekarang betapa menyedihkannya dirimu." Aldric berujar lagi dan itu justru membuat Alexandra menatapnya dalam.     

"Jika saja kau menerimaku, aku mungkin tak senekat ini."     

Aldric menghela nafas dalam. "Aku mencintai isteriku dan tidak akan pernah melakukan hal bodoh seperti yang kau pikirkan."     

Alexandra tersenyum sekali lagi, "Jika kau benar-benar mencintai isterimu lalu mengapa kau masih menemuiku, bahkan setelah kau tahu aku melakukan semuanya dengan sengaja?"     

Aldric terdiam, "Kau benar-benar sudah gila Alexandra." Aldric berbalik dan meninggalkan wanita itu. Sementara Alexandra pasrah ketika dua orang polisi membawanya masuk ke mobil tahanan dan membawanya ke tahanan khusus perempuan. Dia masuk ke dalam sebuah sel yang berisi lima orang narapidana perempuan dengan berbagai kejahatan yang sempat mereka lakukan hingga membuat mereka berada di tahanan.     

Wanita itu duduk di sudut sel sementara beberapa yang lain tampak menatapnya seolah ingin menghajar Alexandra segera karena dianggap tidak hormat pada penghuni sel yang lama. Salah seorang tahanan mendekatinya.     

"Kau harus memberi hormat padanya." Bisiknya.     

"Untuk apa?" Alexandra menatap wanita itu.     

"Dia penghuni terlama di sel ini." Jawab wanita berambut hitam yang di kuncir itu.     

"Aku tidak mau." Tolak Alexandra. Mendadak salah satu tahanan berambut pendek menghampirinya dan langsung menjambak Alexandra, dengan cepat dia mendorong gadis itu ke arah tembok dan membenturkan kepala Alexandra berkali-kali hingga hidungnya berdarah. Tidak ada yang berani berteriak minta tolong, semua penghuni sel diam tak berani melawan si penghuni paling lama di sel itu.     

Saat dia melepaskan Alexandra, wanita itu tergeletak di lantai dengan darah yang juga keluar dari telinganya, hingga membuat salah satu akhirnya berteriak meminta bantuan pada sipir yang berjaga. Sang sipir langsung mengeluarkan Alexandra dan membawanya ke klinik tahanan untuk mendapatkan pertolongan. Namun darah terus mengalir dari hidung dan telinga Alexandra sementara matanya terpejam tak lagi sadarkan diri.     

***     

Alexandra seolah dihadapkan pada sebuah cerita hidupnya di masa lalu. Dimana ibunya Tayana hidup dengan suaminya Drix dan sering mendapatkan kekerasan hampir setiap hari. Dan selama tinggal dengan keluarga itu Alexandra melihat semua kejadian itu di depan matanya. Bagaimana ibunya mengalami lebam dan tak jarang dia melihat ibunya mimisan karena pukulan atau tamparan sang ayah karena hal-hal sepele.     

Alexandra meneteskan air mata melihat semunaya itu, bahkan hingga terakhir kali dia melihat ibunya sekarat dengan pisau tertancap di dadanya akibat kelakuan sang ayah yang menikamnya. Alexandra kala itu berusia empat tahun, hidup dalam goncangan besar. Dia diselamatkan dan oleh pemerintah setempat dititipkan di sebuah keluarga yang bersertifikat sebagai orang tua asuh sementara dan juga menerima perawatan psikis dari psikiater anak untuk memulihkan traumanya.     

Ayahnya mendekam di penjara seumur hidup dan Alexandra tak pernah lagi melihat ayahnya setelah malam itu pria penuh tato dengan wajah seram itu menikam ibunya hingga kehilangan nyawanya. Alexandra dititipkan selama enam bulan di rumah orang tua asuh sementaranya hingga dia akhirnya dikembalikan ke keluarganya. Dia tinggal bersama dengan Lourent sang bibi. Lourent menyekolahkan Alexandra hingga setingkat SMA dan saat kuliah Alexandra mendapatkan beasiswa untuk masuk di salah satu universitas dan memilih jurusan arsitek.     

Bukan tanpa sebab, dia selalu memiliki mimpi untuk bisa membangun rumah yang layak untuk ditempati olehnya dan ibunya. Rumah yang kuat dengan pintu baja yang tak dapat di tembus oleh sang ayah, hingga ayah jahat itu tidak akan bisa melukainya dan ibunya.     

Bosan tumbuh dalam ekonomi yang serba pas-pasan dan juga kesulitan dalam berbagai hal akhirnya Alexandra memilih jalan singkat untuk bisa mendapatkan kemewahan yang selama ini menjadi mimpinya. Dia memilih untuk menjadi simpanan dan mainan sugar daddy selama dia kuliah agar bisa mengimbangi gaya hidup teman-temannya dan mencicipi bahkan merasakan dan menjadi terbiasa menikmati hidup nyaman.     

Hingga kenyamanan itu membuat Alexandra enggan menjejakkan kakinya kembali ke lembah kehidupan yang gelap dan menyedihkan. Dia meninggalkan Lourent dan memilih hidup sendiri di New York setelah lulus kuliah. Pekerjaanya semakin cemerlang, tapi ada penyimpangan yang tampaknya tak disadari tumbuh dalam diri Alexandra.     

Dia punya kecenderungan menyukai pria yang sudah memiliki pasangan dan tampak hidup begitu harmonis dengan pasangannya. Alexandra ingin merebut posisi si perempuan dan mengambil alih keluarga harmonis itu dan jadi bagian darinya. Seperti yang selalu dia impikan selama ini. Untuk satu tahun dia sempat hidup di keluarga asuh dimana Robert dan Susi, Robert keturunan Mexico dan Susi adalah orang asia, mereka tampak sangat harmonis dan bahagia, itulah kenangan masa kecil yang menumbuhkan perasaan ingin memiliki keluarga yang harmonis dimulai.     

Secara tidak sadar perasaan itu tumbuh setelah Alexandra seolah sempat mencicipi rasanya hidup di dua dunia, satu di neraka bersama orang tua kandungnya dan kemudian dipindahkan ke surga bersama keluarga asuh sementaranya. Namun setelah kembali hidup dengan keluarganya yang tersisa yaitu bibinya, Lourent, Alexandra tidak pernah menemukan perasaan bahagia dan kepuasan. Semua dia pendam dalam hati menjadi dendam. Setiap kali dia melihat temannya memiliki yang lebih, ada semacam rasa iri dan itu membuat Alexandra menjadi anak yang penuh obsesi hingga akhirnya dia memutuskan untuk menjadi sugar dari beberapa sugar daddy yang sempat dikencaninya.     

Itu juga yang akhirnya membuat Alexandra tertarik pada Aldric Bloom, bukan semata karena ketampanan Aldric yang begitu mematikan, atau hartanya yang tak akan habis tujuh turunan, tapi justru karena Aldric terlihat begitu mencintai isterinya itu hingga berniat membangunkan manshion mewah untuk kado kelahiran putera pertama mereka. Hal itu tampaknya membuat Alexandra menjadi semakin tertarik pada Aldric. Jalan pikirannya menjadi pendek dan tak masuk akal, dia pikir Aldric akan mudah seperti beberapa sugar daddy yang sempat berkencan dengannya. Mereka tetap memanjakan isteri mereka dengan uang, tapi juga bisa membanjiri Alexandra dengan cinta dan perhatian juga gelimang harta.     

Hal-hal yang tidak pernah dia miliki di masa kecilnya, ingin berusaha dia raih di masa sekarang. Bukan dengan cara yang benar, melainkan dengan cara merebut milik orang lain. Alexandra justru tidak pernah tertarik pada pria lajang yang bahkan rela memberikan apapun untuknya. Dia merasa semua pria lajang mungkin akan berakhir menjadi sekejam ayahnya karena belum teruji dalam berumahtangga, tapi dari kesemua sugar daddy yang pernah dikencaninya, mereka selalu adalah pria terhormat yang tahu bagaimana memanjakan wanita dan menghujani wanita dengan apa yang selalu diinginkan, cinta, perhatian, dan uang.     

Adegan yang semula berupa hal-hal tragis kini berubah menjadi sebuah padang rumput hijau dimana Alexandra merasa benar-benar sendirian di sana. Dia tampak kebingungan lalu memutar-mutar pandangannya untuk melihat sesuatu dan tidak ada selain tipuan angin yang menerpa rambut panjangnya. Alexandra tidak pernah suka kesepian, dan keadaan ini membuatnya ketakutan. Dia jatuh terduduk memeluk lututnya kemudian menangis sendiri dalam ketakutannya. Hingga dia merasa ada seseorang yang menepuk pundaknya. Alexandra perlahan mengangkat wajahnya dan melihat ke arah kirinya, terlihat seorang wanita cantik dengan wajah berbinar, tatapannya begitu teduh dan senyumannya tampak menenangkan.     

"Mom . . .?" Alexandra membulatkan matanya saat melihat ibunya itu.     

Sang ibu tak berkata apa-apa, dia hanya tersenyum menatap puterinya itu.     

"Jangan tinggalkan aku lagi mom." Rengeknya pada sang ibu dan ibunya mengangguk, lalu memeluknya. Mereka berpelukan dalam kedamaian setelah berpisah puluhan tahun.     

***     

Sementara itu petugas medis yang mencoba untuk menyelamatkan jiwa Alexandra tampak menggelengkan kepala seolah dia sudah pasrah karena pasiennya tak lagi bisa ditolong.     

"Dia meninggal." Ujar sang dokter pada sipir penjara dan dua orang polisi yang mengantar Alexandra ke rumahsakit karena pendarahannya tak juga berhenti selama di periksa di klinik tahanan.     

Mereka bertiga tampak cukup sedih melihat nasib wanita muda yang belum juga menghabiskan duapuluh empat jam pertamanya di tahanan dan harus tewas di tangan tahanan lainnya. Salah satu sipir segera mengurus administrasi untuk memakamkan jenasah Alexandra Cameroon. Tidak ada keluarga yang bisa di hubungi, Alexandra bahkan tak menunjuk pengacara untuk membelanya di pengadilan saat dia diadili. Kepolisian menyediakan jasa pengacara gratis untuk membelanya dan sudah barang tentu dia akan kalah di persidangan karena semua bukti yang dikumpulkan oleh detektif swasta yang di sewa Richard sebelum mengkasuskan Alexadra sudah sangat lengkap untuk membuatnya mendekam di penjara karena perbuatannya. Siapa sangka, salah satu sel penjara itu menjadi alasan bagi Alexandra untuk meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.