THE RICHMAN

The Richman - Try To Move On



The Richman - Try To Move On

0A month later     

Satu bulan berlalu dan akhirnya tiba hari penobatan raja baru, King Robert Owen Fredric Jr. Dan di hari yang sangat bersejarah untuk Robert itu, Ella tidak lagi ada di dalam istana untuk menyaksikan penobatannya langsung. Praktis setelah kematian sang raja, Queen merombak semua isi kerajaan termasuk staf-stafnya. Beberapa staff yang lama masih dipertahankan, tetapi beberapa yang baru diberhentikan termasuk Emanuella Dimitry.     

Dan hari ini, saat pria yang begitu dicintainya itu dinobatkan menjadi raja baru untuk Britania Raya, Ella menonton dari apartment kecil yang di sewanya dekat dengan kampusnya. Di memegang cangkir kopi hangat dan duduk menyaksikan televisi dengan kaki terlipat di atas sofa. Tatapannya nanar ke layar televisi, kemudian dia tersenyum sekilas lalu mematikan televisinya.     

Pertemuan terakhirnya dengan Robert terjadi malam itu, dan Robert tidak berkata apapun saat Queen mengumumkan beberapa nama staff yang diberhentikan dengan uang pesangon dari kerajaan termasuk Ella. Pria itu diam saja saat Ella di buang keluar dari istana, entah ada kesepakatan apa antara dirinya dan ratu hingga dia tidak memberikan perlawanan sama sekali untuk wanita yang dia bilang begitu dicintainya.     

Sudah sebulan terakhir dia juga tidak mendengar kabar dari King Robert sama sekali. Semua kabar tentang calon raja itu dia peroleh dari sosial media dan juga dari berita baik itu berita televisi maupun berita online. Awalnya hal itu sempat membuat Ella merasa frustasi dan patah hati, solah dia baru saja dihianati oleh Prince Robert mengingat janjinya malam itu. Tapi in isudah sebulan dan Ella belajar untuk menerima kenyataan dan melupakan Robert.     

Dua hari yang lalu dia menandatangani dokumen akselerasi, dimana dia akan menghabiskan lebih banyak waktu di kampus untuk mengejar kuliahnya sehingga dia bisa lulus lebih cepat dari waktu yang pada umumnya di habiskan oleh mahasiswa untuk meraih gelar sarjananya.     

Brrrrrtt Brrrtttt     

Ponselnya bergetar dan itu panggilan dari George.     

"Hai El." Suara George terdengar di seberang. Pria muda yang sebulan lalu sempat berpikir untuk balik kanan, namun tengah malam di hubungi oleh Ella untuk menumpang tidur di apartmentnya karena dia sudah tidak lagi bekerja untuk istana. George mengurungkan niatnya untuk memadamkan api cintanya untuk Emanuella Dimitry. Di sisa-sisa detik terakhir, dia mendapatkan lagi kesempatan itu.     

"Hi." Ella menjawab tapi antusiasnya sudah padam sejak pagi ditambah apa yang baru saja dia lihat telah membuat dirinya semakin patah hati.     

"Kau sudah melihat berita pagi ini?" Tanya George.     

"Ya." Angguk Ella, mendadak matanya berkaca.     

"Aku turut bahagia untuknya." Ujar George.     

"Ya, aku juga." Angguk Ella.     

"Hari ini kau akan ke kampus?" Tanya George.     

"Ya." Ella mengangguk sekali lagi.     

"Kita bertemu di kampus." George berpikir sejenak kemudian mengkoreksi kalimatnya, "Aku akan menjemputmu."     

"Ok." Ella mengangguk setuju, kemudian George mengakhiri panggilannya. Gadis itu membawa gelas kopinya ke wastafel kemudian mencucinya. Entah mengapa mendadak air matanya berjatuhan. Ella membasuh tangannya, mematikan keran air dan membasih air matanya. Hatinya begitu kecut saat ini, andai dia lebih tahu diri tentang siapa dirinya, tidak seharusnya dia memberikan seluruh hatinya pada Robert kala itu.     

Untuk beberapa saat Ella menikmati menangis sembari memeluk lututnya setelah dia merosot ke lantai. Tidak ada orang lain yang bisa diajak menangis bersamanya, bahkan tertawapun tidak. Ella selalu menghabiskan waktunya untuk dirinya sendiri. Terakhir dia mengunjungi bibinya untuk memberikan sedikit uang, diterima oleh mereka tapi tak sengaja Ella mendengar pertengkaran antara bibi dan pamannya yang mempermasalahkan bahwa Ella tetap tidak bisa tinggal bersama dengan mereka, dan hal itu dia dengar tepat saat dia begitu membutuhkan dukungan keluarga, saat dia benar-benar tak memiliki tempat tinggal. Dan George yang ada di sana untuk menjemputnya dan membawanya pulang ke apartment George.     

***     

George duduk di cafetaria bersama dengan Ella, masing-masing menghadapi satu cup kopi.     

"Mengapa kau begitu baik padaku?" Tanya Ella, sebenarnya George juga tak sering bertemu dengan Ella selama sebulan terakhir. Dia hanya datang saat Ella membutuhkan tumpangan tinggal dan membantu Ella pindah ke apartment barunya, setelah itu mereka praktis tak saling bicara kecuali beberapa kali George menanyakan keadaan Ella dan dijawab dengan satu kata "Good."     

George menghela nafas dalam, "Karena aku temanmu." Ujarnya singkat.     

"Aku menyakitimu berkali-kali George, dan aku hanya datang padamu saat butuh bantuan." Sesal Ella.     

"Ella, aku tahu kau merasa begitu buruk saat ini. Kumohon berhentilah menghakimi dirimu sendiri."     

"Aku terlalu bodoh George, seharusnya aku tahu siapa diriku. Mungkin rasa sakitnya tidak akan separah ini." Mata Ella berkaca.     

Geroge meraih tangannya, "Ada aku di sini." Ujar Geroge, "Itu bukan salahmu." George berusaha membesarkan hati Ella.     

"Aku sudah menandatangi dokumen akselerasi dan mulai besok aku akan sangat sibuk." Ella mengalihkan pembicaraan, dia berusaha tersenyum di balik lukanya yang mengaga dan berdarah-darah.     

"Kau menjadikan itu sebagai pelarianmu?" Tanya George.     

"No." Geleng Ella. "Aku harus mengambil kesempatan ini." Jawabnya.     

"Aku akan selalu mendukungmu, tapi kumohon jangan abaikan kesehatanmu."     

Ella tersenyum. "Pasti." Gadis itu menghela nafas dalam. "Aku harus kembali ke kelas." Ella terlihat kikuk, dia begitu ingin membuat hubungannya dengan George lebih baik dan lebih mengalir tapi tampaknya sulit karena, George tahu bagaimana perasaan George padanya. Dan begitu tidak enak rasanya ketika berkali-kali Ella mengecewakan pria yang sama dan pria itu masih berdiri di tempatnya, seperti yang pernah dia katakan waktu itu. "Jika kau lelah mengejar pria itu, berbaliklah karena aku masih akan berdiri di tempat yang sama untukmu."     

George tersenyum, tatapannya mengikuti langkah Ella yang semakin menjauh. Dia tahu bahwa gadis rapuh itu tengah begitu terluka. Dan George tak ingin mengganggunya, pertemuan pagi ini hanya untuk memastikan bahwa Ella baik-baik saja, dan cukup kuat untuk menghadapi kenyataan yang harus dia hadapi.     

Mungkin keputusannya untuk mengikuti kelas akselerasi akan menjadi pelarian terbaik dari bayang-bayang Robert Owen. Dia akan terlalu sibuk bahkan sekedar untuk mengingat namanya, dan George berharap bahwa itu adalah hal yang baik.     

***     

Ella masuk ke kelasnya, dan mengikuti pelajaran dengan dosenya kurang lebih satu setengah jam sebelum dia melanjutkan dengan kelas berikutnya dan berikutnya lagi. Setelah tiga mata kuliah hari ini, Ella menghabiskan waktunya di perpustakaan hingga sore menjelang. Bahkan tak sulit baginya untuk menemukan pekerjaan paruh waktunya, kali ini bukan di kedai kopi, melainkan di sebuah restoran. Menjadi pelayan di sebuah restoran mulai pukul tujuh hingga pukul sembilan malam adalah pekerjaan paruh waktu tetap yang di jalani Ella untuk menghabiskan waktunya.     

Sebenarnya soal keuangan, semenjak dia bekerja untuk keluarga istana, apalagi bonus dari Queen karena telah berhasil membuat hubungan Clara Benedict dan sang pangeran lebih dekat, cukup untuk biaya hidupnya setahun, tapi Ella memilih memberikan sebagian kecil untuk bibinya dan sisanya dia tabung untuk kehidupannya nanti. Tidak ada yang tahu akan seperti apa kehidupannya nanti.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.