THE RICHMAN

The Richman - Good Bye Dad



The Richman - Good Bye Dad

0Sudah pukul sebelas, Ella dan Robert tengah menikmati berjalan-jalan di sekitar tempat penginapan mereka. Ella bahkan nekat meminta foto bersama dengan Robert sebagai koleksi pribadinya dengan malu-malu.     

"My I take your picture?" Tanyanya malu-malu dan Robert tersenyum. "My picture?" Alisnya berkerut mempertanyakan permintaan Ella.     

"Ya, untuk koleksi pribadiku." Ujar Ella.     

"Kau punya ratusan fotoku Emanuella Dimitry, bagaimana dengan foto kita. Ini akan jadi yang pertama." Robert meminta Marcus mengambil foto mereka berdua dengan latar belakang pemandangan desa yang menakjubkan.     

Robert berjalan ke arah Marcus untuk melihat hasil foto yang diambilnya dengan ponsel Robert. "Thanks Marcus." Ujar Robert sembari berjalan ke arah Ella kembali.     

"Aku akan mengirimkan fotonya." Pria itu sibuk dengan ponselnya dan segera mengirim foto itu pada Ella.     

"Nice." Ella menatap ke foto pertama dan wajahnya tampak bersemu merah. Robert memasukkan kembali ponselnya ke saku blazernya sebelum akhirnya meraih tangan Ella dan memegangnya.     

"Aku akan mengatakan soal kita pada ibu dan ayahku begitu kita kembali ke istana.' Robert dan Ella melanjutkan berjalan-jalan, hingga kembali ke penginapan.     

"Kami akan berkemas Marcus, kita akan kembali siang ini." Ujar Robert sebelum dia kembali masuk ke dalam kamar bersama dengan Ella. Bukan kamar lebih tepatnya, itu ruang tengah dimana mereka menghabiskan malam bersama, hanya berbaring bersebelahan tanpa melakukan banyak hal meski mereka memiliki banyak kesempatan. Robert benar-benar memenuhi janjinya untuk tidak menyentuh Ella sebelum dia mendapatkan restu dari orang tuanya.     

"Saya menunggu di luar your highness." jawab Marcus.     

"Ok." Robert tersenyum sebelum akhirnya menutup pintu itu dan menghampiri Ella yang tengah berkemas. Tidak ada barang yang mereka bawa sebenarnya, selain pakaian kotor yang akan mereka bawa pulang.     

Robert berjalan ke arah Ella dan menatap gadis itu.     

"What?" Ella menyipitkan matanya pada sang pangeran.     

"Kau begitu cantik." Robert menatap Ella dalam dan dengan telunjuknya dia menuruni wajah gadis itu hingga ke dagunya, lalu dengan lembut Robert mengangkat dagu gadis itu dan mendekatkan wajahnya ke ara wajah Ella untuk memberinya ciuman lembut. Ella menutup mata merasakan kelembutan dan kehangatan bibir Robert, aroma pria itu yang begitu segar menyeruak menusuk hidung Ella dan menyelinap hingga ke syaraf-syaraf gadis itu, seolah baru saja melumpuhkan kesadaran Ella hingga gadis itu larut dalan ciuman yang bergairah dan dalam dari Robert.     

Tiba-tiba terdengar suara pintu di ketuk berkali-kali yang membuat Ella dan Robert melepaskan ciumannya. Robert memaksa untuk kembali berciuman dan mengabaikan ketukan pintu, tapi saat mereka mendegnar suara Marcus memanggil Robert, "Your highness." Suaranya terdengar begitu terburu-buru dan penuh kecemasan.     

Robert menghela nafas dalam dan masih berusaha untuk mengabaikannya, dia bahkan masih berusaha meraih wajah Ella sekali lagi tapi Ella menggeleng "Your highness."     

Robert terlihat jengkel, namun pada akhirnya dia menyerah dan berjalan ke arah pintu dan membukanya. "Apa yang terjadi?" Tanya Robert.     

"Kita harus segera kembali ke istana, sesuatu yang buruk terjadi pada King." Ujar Marcus cepat, ekspresi wajah Robert mendadak berubah. Marcus langsung memegang tangan Ella dan membawanya berjalan cepat menuju mobil dimana Marcus sudah siap untuk mengendarainya.     

Begitu mobil melaju meninggalkan penginapan, Robert segera menghubungi sang Ratu. Rupanya Robert melewatkan beberapa kali panggilan karena ponselnya di silent.     

"Mom . . ." Dia membuka suara begitu terdengar suara ibunya di seberang.     

"Dimana kau?!" Sang ratu terdengar sangat marah.     

"Aku dalam perjalananku kembali ke Istana, apa yang terjadi?" Tanya Robert.     

"Ayahmu diserang tadi pagi saat melakukan kunjungan ke panti asuhan, kondisinya kritis dan sekarang dia berada di rumahsakit." Ujar sang ratu.     

"Dimana mommy dan Ellyn?" Tanya Robert.     

"Keamanan istana mengamankan kami di ruang rahasia sampai memastikan bahwa cukup aman bagi kami untuk membesuk ayahmu di rumahsakit." Ujar sang ratu dengan suara bergetar. "Cepat kembali ke istana Robert, aku mencemaskanmu." Ujar sang Ratu.     

"I'm on my way." Robert mengakhiri panggilannya dan memasukkan kembali ponselnya ke saku blasernya. Dia terlihat sangat terpukul dengan berita yang diterimanya pagi ini. Harusnya hari ini Robert memiliki jadwal kunjungan ke panti asuhan bersama ayahnya, tapi dia membatalkannya mendadak kemarin saat tiba-tiba muncul ide untuk melarikan diri secara singkat bersama dengan Ella.     

Ella tidak berani mengatakan apapun sampai Robert menatapnya dan Ella berusaha memberikan senyuman meski matanya penuh dengan kekhawatiran. "Semua akan baik-baik saja." Ella berbisik dan Robert meraih tangannya kemudian meremasnya hangat. Robert sempat tersenyum sekilas meski senyumnya sama sekali tak menyentuh matanya. Dia terlihat sangat cemas dan khawatir.     

"Kita langsung ke rumahsakit." Printanya pada Marcus.     

"Tapi your highness, anda harus kembali ke istana dulu. Ini perintah dari pimpinan saya." ujar Marcus.     

"I'm the prince, Marcus." Robert terlihat marah dan suaranya terdengar berat dan kasar.     

"Yes your highness." Marcus memutar arah dan segera menuju ke rumahsakit.     

***     

Robert berlari menembus pengamanan untuk melihat proses operasi sang ayah dari luar ruang operasi, sementara Ella tertahan di bagian luar karena ruang operasi dan sekitarnya disterilisasi oleh petugas keamanan istana.     

Sementara itu di dalam ruang keamanan istana, Ellyn terus menangis menyaksikan berita tentang ayahnya yang disirakan hampir di seluruh stasiun televisi.     

"Eleonnore, dia akan baik-baik saja." Queen memeluk puterinya itu.     

"Mom . . ." Isaknya membuat gadis muda itu tak bisa lagi berkata apa-apa. Sementara itu Queen, meskipun dalam hatinya dia tak sungguh-sungguh mencitai sang suami, tapi bagaimanapun juga selama lebih dari tiga puluh lima tahun mereka hidup bersama. Robert dan Eleonnore adalah buah hati mereka meski sejujurnya Elena menyimpan perasaannya untuk pria lain selama ini, tapi serangan pada sang suami juga membuatnya terpukul.     

"Aku ingin ke rumah sakit, aku harus ada bersama daddy." Ellyn mendadak memberontak untuk pergi.     

"Your highness, anda tidak bisa pergi dalam kondisi sekarang ini. Di sana tidak aman." Bujuk sang kepala keamanan istana.     

"Dia ayahku, aku harus berada di sisinya sekarang ini" Ujar Ellyn.     

"Tunggu sampai saya memastikan situasi aman." Sang kepala keamanan istana masih berusaha membujuk Ellyn dan tak lama kemudian pesan masuk ke ponsel Ellyn, pesan singkat dari Robert.     

"Aku bersama Daddy di rumahsakit, dia masih di ruang operasi." Ujar Robert.     

"Dia ada di sana." Ellyn terlihat tersenyum meski air matanya berjatuhan, setidaknya dia lebih tenang karena Robert sudah bersama dengan ayahnya.     

"Justr pray for Daddy." Imbuh Robert dalam pesan singkatnya.     

***     

Di dalam ruang operasi, tim dokter tengah berusaha mati-matian untuk menyelamatkan raja dari kerajaan Inggris. Tidak ada kesalahan prosedur penanganan yang akan di toleransi jika terjadi hal-hal buruk pada sang raja dalam proses tindakan penyelamatannya.     

Robert terlihat frustasi di luar, matanya berkaca menatap ke dalam ruangan kaca itu. Dia tak bisa mengatakan apapun pada sang ayah, dia bahkan tak bisa memegang tangan pria itu dan memberinya semangat.     

Yang teringat hanyalah saat terakhir kali mereka bersama siang itu, sepulang kunjungan Robert selama beberapa hari ke desa untuk melihat industri di desa-desa di bagian Inggris.     

"Hi son." Sang ayah tampak tersenyum menghampiri Robert yang duduk di bangku taman sore itu.     

"Dad." Robert tersenyum menatap sang ayah yang berjalan ke arahnya. Prince Robert benar-benar mewarisi ketegapan dan ketampanan sang ayah, meskipun King sudah berumur tapi sisa-sisa ketampanannya dan kegagahannya masih terlihat jelas.     

"Bagaimana dengan kunjunganmu?" Tanya sang ayah.     

"Seperti biasa." Jawab Robert. "Kami pergi ke peternakan, mereka mengeluhkan soal air bersih yang sulit juga soal harga ternak mereka yang jatuh saat di jual."     

King tersenyum, "Kau semakin siap untuk giliranmu."     

"What?" Alis Robert bertaut. "Apa maksudmu dad?"     

King menghela nafas dalam, "Terkadang aku merasa sudah cukup tua dan lelah, aku berharap kau segera siap untuk meneruskan tahta ini." Ujar Sang raja.     

"I'm not ready for that Dad." Tolak Robert.     

"Meskipun aku tak banyak bicara denganmu belakangan ini, tapi aku mengamatimu, termasuk dari sosial mediamu, rakyat mencintaimu." Puji sang raja.     

"Itu karena keterangan di setiap foto yang diberikan asisten sosial mediaku mampu menyentuh hati mereka, itu bukan karena apa yang ku lakukan Dad." Robert merendah.     

King tersenyum, "Gadis itu memiliki hati yang baik, dia juga melihat dunia dengan caranya yang sangat jujur dan murni." Puji sang Raja. "Aku berbicara dengannya kemarin tentang keluarganya." Ujar sang Raja kemudian.     

"Apa yang membuat daddy tertarik padanya?" Tanya Robert.     

"Apa yang membuatmu tertarik, itu juga membuatku tertarik pada gadis itu." Ujar sang raja. "Aku melihat itu dari matamu, son." Sang raja tersenyum.     

"Mom ingin aku menikahi puteri Mr. Benedict." Robert tampak sedang mencurahkan keluh kesahnya pada sang ayah.     

"Dia selalu begitu, melihat segala sesuatu dari sudut pandanganya dan semuanya tentang keuasaan." Sang Raja terlihat sedikit sedih saat mengatakannya, terlihat dari sorot matanya yang meredup.     

"Bagaimana daddy bisa tertarik pada mommy jika kalian berdua sangat berbeda." Tanya Robert ingin tahu, sebenarnya pertanyaan ini sudah dia simpan sejak lama, tapi dia memilih untuk tidak pernah menanyakannya meski sangat ingin tahu.     

Sang raja tersenyum, "Ibumu adalah pilihan terbaik dari nenekmu." Ujar sang raja, "Jika kau di tempatkan di posisi antara harus memilih cinta atau keuasaan, pilihlah cinta sebagai pilihan yang pertama." Sang raja menepuk pundak Robert. "Dengan cinta yang kau miliki, kau akan memimpin rakyatmu secara bijak. Menjadi raja bukan semata-mata soal memegang keuasaan, tapi apa yang bisa kau lakukan untuk rakyatmu. Berbuat yang terbaik untuk rakyatmu." Sang Raja menasehati puteranya. Putera satu-satunya yang akan menjadi pewaris tahtanya.     

Robert berbisik, sementara tangannya memegangi dinding kaca, "I choose love dad, as you wish." Bisiknya. "Bertahanlah, aku tidak siap untuk semua ini sekarang." Imbuh Robert, kali ini dia benar-benar tak bisa menahan tangisnya.     

***     

Tim dokter keluar dari ruangan operasi dan Robert segera menghampiri mereka,     

"Dokter . . . bagaimana?" Robert belum selesai dengan kalimatnya, namun sang dokter yang terlihat pucat itu menggeleng.     

"Kami sudah berusaha melakukan yang terbaik your highness, tapi King kehilangan darah terlalu banyak sebelum tiba di rumahsakit. Maaf." Dokter itu tertunduk dan Robert tampak langsung berteriak histeris.     

"NO!!!" Tangisnya pecah. Ella yang mendengar teriakan Robert segera menerobos pengamanan untuk menemui pria yang dicintainya itu.     

"Tolong ijinkan aku." Ella meronta-ronta sementara dua orang pengawal menahannya. "Please." Tangis gadis itu berjatuhan saat melihat sang pangeran terhuyung dan jatuh terduduk di kursi. Sementara Ella hanya melihatnya dari jauh sambil terus meronta dengan kekuatan kecilnya untuk melawan penjaga agar bisa masuk dan menemani Robert.     

***     

Di ruang keamanan, kepala keamanan istana mendapatkan kabar duka itu dan langsung memberi tahu Queen. Ellyn yang mendengarnya segera histeris, tapi sang ibu justru meningalkannya, membiarkan Ella di tangani oleh para pengawal. Bagaimanapun Elena harus memberikan pernyataannya di depan publik tentang apa yang terjadi dan bagaimana itu terjadi.     

Dia juga harus menyambut empati rakyat yang berduyun-duyun mendatangi istana untuk mengungkapkan duka citanya. Queen dengan setelan hitam-hitam menghampiri rakyat di pagar istana untuk bersalaman dengan mereka, tepat setelah dia mengumumkan pada rakyat melalui media televisi terkait dengan meninggalnya sang suami dalam kejadian penembakan brutal dalam kunjungannya ke panti asuhan.     

***     

Keesokan harinya upacara penghormatan terakhir juga pemakaman dilaksanakan secara kenegaraan. Setelah semua hiruk pikuk itu semua anggota keluarga sibuk menangisi raja di kamarnya masing-masing.     

Robert masih terlihat sedih di ruang kerjanya, sementara Ellyn terus menangis di kamarnya dan Queen mengenang semua yang sudah dilewatinya bersama King selama tiga puluh lima tahun terakhir. Bahkan pertengkaran malam itu, sebelum pagi harinya King melakukan kunjungan ke panti asuhan.     

"Aku akan mengakhiri masa pemerintahanku dan menyerahkan tahta pada Robert." Ujar King malam itu.     

"Robert belum siap untuk itu, beri dia waktu tiga sampai lima tahun lagi." Bantah sang ratu.     

"Apa yang kau tunggu?" Tanya King bingung.     

"Aku punya rencana untuk monarki, dan aku dalam langkah awalnya sekarang. Bisakah kau sedikit saja memikirkan orang lain?" Tanya Queen dengan nada ketus.     

"Robert dicintai oleh rakyat, aku melihat di akun sosial media."     

"Monarki tidak hanya soal rakyat, tapi soal kita di mata dunia. Apa jadinya jika Robert yang belum siap akhirnya harus memimpin monarki dan pamor kita justru jatuh?"     

King menatap Queen, "Dia puteramu, tidak bisakah kau percaya padanya."     

"Aku tahu apa yang terbaik untuk puteraku." Jawab Queen.     

"Pernahkah kau bertanya padanya apa yang benar-benar dia inginkan?" Tanya King pada Queen dan wanita itu tidak menjawab. Dia memilih merebahkan dirinya dan berbaring memunggungi sang raja. Kini yang tersisa hanyalan penyesalan, andaikan malam itu mereka berbicara lebih damai dengan kepala dingin, tentu saja tidak akan terjadi pertengkaran di antara mereka berdua.     

Bagaimanapun juga, setelah menjadikan Queen Elena sebagai isteri, King praktis meninggalkan masalalunya dan berusaha mencintai ibu dari anak-anaknya itu. Meskipun King bukanlah pria yang romantis, tapi dia sangat bertanggung jawab dan bijaksana. Dia dicintai rakyat dan kehilangan raja dalam keadaan seperti ini, sangat cepat dan penyebabnya juga hal yang sangat keji membuat hati rakyatnya terpukul.     

George menghubungi sang puteri.     

"Aku turut berduka untuk ayahmu." Ujar Robert begitu Ellyn menerima panggilannya.     

"Thanks." Ellyn masih terdengar terisak.     

"Andaikan aku dekat denganmu saat ini, aku sangat ingin memelukmu untuk meringangkan kesedihanmu." ujar George, dan dia tak mendengarkan jawaban apapun dari Ellyn selain tangisnya yang semakin menjadi.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.