THE RICHMAN

The Richman - Bibury



The Richman - Bibury

0George duduk di bangku VVIP bersama dengan Ellyn yang menyamar hari itu. Gadis itu memegang erat tangan George dan begitu bahagia karena George membelikannya tiket menonton konser. Ellyn merasa bahwa hubugannya dengan George Bloom sudah satu langkah lebih dekat dari yang pernah dia jalani sebelum George memutuskan untuk mengambil cuti kuliah selam dua minggu dan pulang ke negaranya.     

"Aku menyukai konser ini." Ellyn menatap George dan pria itu tersenyum sekilas.     

"Nikmatilah." jawabnya, dalam hati dia membayangkan jika yang bergelayut di tangannya adalah Ella, mungkin gadis itu akan meninggalkan keluguannya dan berjingkrak-jingkrak sambil menirukan lirik lagu yang disukainya. Tapi ternyata semua usaha yang dilakukanya sia-sia.     

Sebelum menonton konser, George sempat mengirim foto dua tiket dengan keterangan. "Berharap kau bisa datang bersamaku." Dan di jawab oleh Ella dengan emotikon menangis, "Aku benar-benar akan menyesal seumur hidup karena melewatkan tiket VVIP band Favoritku." Balas Ella. Namun gadis itu tak bersungguh-sungguh dengan jawabannya karena saat ini dia tengah berada di bawah pengawasan sang pangeran yang duduk tepat di sebelahnya.     

"Kau masih berhubungan dengan anak itu?" Tanya Robert saat melihat Ella sibuk dengan ponselnya. Tapi Ella memilih tidak menjawab.     

"Maaf your highness, itu privasi saya." jawabnya formal dan Robert terlihat kesal, namun berusaha mengendalikan moodnya karena mereka dalam perjalanan menuju sebuah desa yang bagaikan negero dongeng di bagian South West, lebih tepatnya di Gloucestershire.     

Melalui perjalanan darat dengan mobil yang dikendarai oleh Marcus, mereka menempuhnya dalam waktu dua jam karena Marcus berkendara dengan santai sesuai yang diminta Robert sebelum mereka berangkat.     

Tak banyak yang dibicarakan oleh Robert dan Ella, Robert justru lebih banyak bicara dengan Marcus mengenangn kebersamaan mereka sebagai pangeran dan pengawal selama lebih dari tujuh tahun terakhir sementara Ella mendengarkan.     

"Kau ingat perjalanan kita ke bagian selatan Inggris tiga tahun lalu?" Tanya Robert.     

"Yes your highness." Jawab Marcus.     

Robert tersenyum, "Saat itu aku merasa bahwa tidak peduli siapa dirimu, saat kau tertembus peluru, nyawamu tetap berada di ujung tanduk." Ujarnya.     

"Yes your highness." Marcus terlihat menatap sekilas ke arah bangku belakang, diaman Ella dan Robert duduk.     

"Apa yang akan kau lakukan jika hari itu aku mati Marcus?" Tanya Robert tiba-tiba dan itu membuat jantung Ella solah berhenti berdetak. Dia menemukan sebuah kesimpulan bahwa yang tertembus peluru adalah Prince Robert.     

"Jangan berkata seperti itu your highness." Marcus terlihat tak ingin membicarakan soal kejadian buruk itu. "Itu adalah hari terburuk sepanjang karirku, dan aku tidak ingin mengingatnya, maaf your highness." Sesal Marcus.     

Robert terkekeh, "Kalaupun hari itu aku mati, aku tidak akan menyalahkanmu Marcus." Ujar Robert.     

Ella menoleh, kemudian menatap Robert dari balik bulu matanya sekilas tapi pria itu tampak sibuk dengan ponselnya mendadak.     

"Halo." Robert menerima panggilan dari ponselnya, entah siapa yang menghubunginya. "Aku sudah meminta asisten pribadiku untuk mengosongkan jadwalku hari ini mom." Ujar Robert, dan Ella segera tahu bahwa itu adalah sang ratu. As always, Queen knows everythings.     

"Clara datang ke istana dan menanyakan keberadaanmu, bukankah kau membuat janji dengannya hari ini?     

"Aku berubah pikiran mendadak." Jawab Robert.     

"Robert, kau tidak bisa seenaknya saja seperti itu. Kau mengecewakan Clara." Protes sang Ratu, tampaknya wanita itu benar-benar menginginkan pernikahan antara puteranya dengan puteri sang ketua parlemen, mulus tanpa hambatan.     

"Aku butuh waktu sendiri." Jawab Robert.     

"Robert, jangan ulangi kebodohan seperti ini lagi." Sang Ratu terpaksa mengalah, dia selalu seperti itu, cukup marah untuk sebuah alasan dan layak untuk marah tapi akhirnya memilih untuk membuat dirinya tenang, bukan karena alasan lain, tapi selain menjaga tekanan darahnya, sang ratu juga menjaga agar tidak ada kerutan di wajahnya atau suntikan botox bernilai ribuan poundsterling akan sia-sia jika kemarahannya akan membuat kerutan di wajahnya semakin jelas. "Kau pergi dengan Marcus?"     

"Ya aku pergi dengan Marcus." Jawabnya.     

"Dan kau mengajak gadis itu?"     

Robert menghela nafas dalam. "Ya dia ada bersamaku juga."     

"Robert, jangan bermain-main dengan hubunganmu dan Mss. Bendict." Gertak sang ratu.     

"Aku tidak sedang melakukannya."     

"Aku tidak ingin kau melenceng dari kesepakatan kita."     

"Aku mengerti." Jawab Robert dan panggilan itu berakhir. Bagaimanapun perjalanan ini seharusnya menjadi sangat menyenangkan tapi tampaknya cukup menegangkan bahkan di awal perjalanan.     

Dua jam kemduain mereka tiba di Bibury, pemandangan yang di tawarkan desa ini sungguh berhasil memukai setiap mata yang memandang. Pengunjung di desa ini akan disuguhkan dengan pemandangan berupa rumah-rumah dari batu atau biasa di sebut cottage yang membuat pengunung rasanya di tarik kedalam sebuah negeri dongeng. Rumah-rumah pondok yang terbuat dari batu ini berasal dari abad ke-17, dan terlihat begitu memepsona karena letaknya berderet rapimenghadap jalan setapak dan Sungai Coln.     

Selain rumah-rumah cottage itu, terdapat juga sebuah Gereja, katedral kuno, serta pemandangan berupa tanaman bunga dan rerumputan hijauh di sepanjang jalan. Ella membelalakan matanya dalam kekaguman, bahkan dia berkaca melihat pemandangan yang ditawarkan sepanjang jalan.     

"It's beautiful." Gumamnya.     

"It is." Robert menatap Ella saat mengatakannya. Ella mengagumi pemandangan di luar sementara Robert mengagumi paras cantik Ella yang diterpa bias cahaya matahari dari jendela mobil yang terbuka membuat kulit putih gadis itu seolah bercahaya dan matanya berkilauan menatap pemandangan di luar.     

"Dulu, Bibury adalah desa penghasil wol pada abad pertengahan." Ujar Robert.     

"Really?" Ella tampak terkejut sekaligus terpesona karena baru mendengarnya pertama kali, matanya berbinar mendengar cerita dari Robert.     

"Bibury dan industri wolnya pun berjaya pada abad ke-17 yang ditandai dengan dibangunnya banyak cottage di desa ini pada masa itu. Namun pada akhir abad ke-18, industri wol di Bibury menghilang sepenuhnya dan diambil alih oleh industri penggilingan jagung yang bertahan hingga tahun 1920-an." Terang pria itu lagi.     

"Lalu sekarang?" Tanya Ella.     

"Sebagian besar cottage ini dimiliki dan dikelola oleh National Trust UK untuk menjaga kelestariannya. Selain bangunannya, area terbuka atau lanskap Bibury juga masih alami dan tak banyak berubah karena termasuk area yang dilindungi." Imbuh Robert.     

"So it's yours?" Tanya Ella.     

"Tidak serta merta seperti itu, ini termasuk kawasan yang dilindungi meski pengunjung tetap bisa menikmati kelestarian alam dan juga pemandangannya. Beberapa penginapan disewakan jika para tourist ingin menginap di tempat ini."     

Ella menatap Robert. "Why you bring me here?"     

"You need some rest, so do I." Robert menyandarkan dirinya di bangku mobil dan Marcus melaju sangat pelan menuju penginapan.     

"Apa anda lelah your highness?" Ella bertanya lirih sembari menatap Robert, tapi pria itu tidak membalas tatapannya, dia hanya menghela nafas dalam dan mengangguk. Entah mengapa pria yang biasanya penuh dengan kesempurnaan, wibawa dan ketampanan juga pesona yang mematikan itu kini terlihat sangat rapuh.     

***     

Mereka tiba di salah satu hotel terbaik di Bibury, Barnsley House. Salah satu destinasi menginap dimana para tamu akan dimanjakan dengan berbagai fasilitas mewah.     

Robert memilih untuk bermalam di Cottage itu bersama dengan Marcus dan Ella.     

"Kalian tahu mengapa aku mengajak kalian ke tempat ini?" Tanya Robert begitu mereka bertiga duduk berhadapan di sebuah sofa di mana perapian berada. Marcus menggeleng sementara Ella menatap Robert dengan kilatan-kilatan dari pantulan perapian yang menerpa wajahnya.     

"Kalian adalah orang yang paling dekat denganku, secara emosional." Ujar Robert. "Aku tahu kalian sangat lelah dengan tugas-tugas kalian, dan aku tahu kalin butuh istirahat." Imbuh Robert.     

"Thank you your highness." Marcus tersenyum sekilas.     

"Jangan memanggilku seperti itu, di tempat ini kita teman." Ujar Robert.     

"Thank you sir." Jawab Marcus.     

"Thank you, sir." Ella ikut mengungkapkan rasa terimakasihnya. Setelah menghabiskan dua gelas, Marcus pamit undur diri untuk berisirahat di kamarnya, sementara Robert dan Ella masih duduk di dekat perapian.     

"Aku melihatmu semakin dekat dengan ibuku." Ujar Robert dan Ella tertunduk.     

"Apa itu membuat anda tidak nyaman Sir?" Tanya Ella lirih.     

Robert menghela nafas dalam, "Ibuku selalu punya rencana, dan aku tidak ingin kau menjadi alatnya untuk mewujudkan rencana itu. In a good way." Robert menatap Ella.     

Gadis itu tertunduk sekilas, "Aku tahu." Ella menghela nafas dalam, "Aku hanya melihat Queen berusaha keras untuk memberikan yang terbaik untuk anda, sir."     

Robert tersenyum, "I don't see that way." Robert menatap Ella, "Aku tidak melihat keluargaku sesederhana kau melihatnya Ella. Keluargaku sangat rumit." Terang Robert.     

"Royal Family, tentu saja itu tidak sesederhana keluarga pada umumnya." Ella mengangguk setuju.     

"Ya." Robert mengangguk. "Meskipun pada akhirya kami hanyalah keluarga biasa, kami bertengkar, kami beradu argumen dan mungkin kami saling menyakiti sama seperti keluarga biasa, tapi lebih dari itu semua kami saling menyayangi."     

"Aku senang mendengarnya." Jawab Ella.     

"Tapi soal pernikahanku, aku benar-benar tidak ingin kau ikut campur Ella." Ujar Robert dan itu membuat Ella sedikit terkejut.     

Robert menghela nafas dalam, "Kau tahu perasaanku padamu." Ujar Robert sembari menatap Ella. "Dan aku juga tahu bagaimana kau menanggapinya." Pria itu tersenyum sekilas. "Aku tidak akan memaksakan diriku lagi sekarang, karena itu tidak adil bagimu."     

Rahang Robert mengeras sekilas, kemudian tatapannya semakin dalam pada Ella. "Aku akan mengakhiri kerjasama kita." Ujar Robert dengan suara berat.     

"What do you mean?" Tanya Ella dengan alis bertaut dalam, matanya bahkan berkaca menatap Robert.     

Robert menghela nafas dalam. "Aku mengakui bahwa sejak awal melibatkanmu sebagai staff sosial media adalah rencana besarku untuk mendapatkanmu. That's my fault." Sesal Robert.     

Ella menelan ludah, dia tertunduk dan berusaha menahan dirinya untuk tidak menangis.     

"Tapi situasinya semakin buruk, aku bahkan membuatmu semakin rumit dengan kehidupanku dan juga ambisi ibuku." Robert meraih tangan Ella, dan gadis itu menatap sang pangeran.     

"I love you Emanuella Dimitry, since the first time we meet. But I realize that it's unfair for you." Robert mengusap wajah Ella dengan telunjuknya. "I let you go." Robert tersenyum, dia tampak menelan ludah kemudian di susul dengan rahangnya yang mengeras sekilas.     

"Kau bisa meneruskan hidupmu, pendidikanmu, dan mimpi-mimpimu. Aku tidak akan membayang-bayangi hidupmu lagi mulai sekarang. Kurasa itu yang terbaik untukmu." Robert tersenyum.     

"I apologize for letting your heart break so many times, since we first met." Robert terlihat begitu berat mengatkan semua itu.     

Ella tersenyum sekilas, kemudian memberanikan diri untuk mengatakan apa yang ada di dalam hatinya. "Jadi anda membawaku ke tempat seindah ini untuk memutuskan hubungan kita?" Tanya Ella dengan suara bergetar.     

"I want you to be happy, Emanuella." Robert berbisik pelan.     

"I'm happy when I'm with you." Air mata gadis itu berjatuhan. "Seeing you together with Mss. Benedict did make me sick, but today was the worst day for me, when you let me go." Ujar Ella di tengah linangan air matanya, "I begg you, Don't let me go, . . . I love you Robert." Kalimat terakhir itu tak tertahankan lagi. Kalimat itu bahakan sudah bersarang di kepala Ella sejak berbulan-bulan lalu, dan berada di ujung bibirnya beberapa detik lalu. Mendengar kalimat itu, Robert segera meraih wajah Ella dan segera melumat bibir Ella dengan penuh keharuan. Untuk pertama kali mereka saling mencium dengan penuh gairah dan keharuan. Perasaan yang mereka tahan dan mereka tutupi untuk waktu yang lama akhrinya terungkapkan. Bukan saat Robert mengekang Ella dengan mati-matian, justru saat Robert melepaskannya maka dia mendapatkan Emanuella Dimitry seutuhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.