THE RICHMAN

The Richman - Brother and Sister



The Richman - Brother and Sister

0"Mss. Dimitry, Prince Robert ingin anda menemuinya di kamarnya." Ujar Marcus setelah dia mengetuk pintu dan menyembulkan separu tuhnya dari balik pintu.     

"Ok." Ella bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan ke arah pintu, Ella berusaha mengimbangi langkah Marcur dan bertanya pada pria itu.     

"Mengapa Prince Robert ingin menemuiku selarut ini?" Tanya Ella.     

"Bertanyalah langsung padanya." Jawab Marcus, pria itu memilih berbelok di ujung lorong dan memaksa Ella mengetuk sendiri pintu kamar Robert.     

Tok Tok     

Ella celingukan memandang ke sekeliling dan memastikan tidak ada yang melihatnya masuk ke kamar Prince Robert selarut ini, tapi itu mustahil, bahkan di istana ini, tembokpun bertelinga.     

"Come in." Terdengar suara pria dari dalam kamar.     

"Your highness, anda memanggil saya?" Tanya Ella dengan gugup begitu dia berada di dalam kamar Prince Robert.     

"Ya, duduklah." Pinta Prince Robert. "Kau sudah mengatur janji temuku dengan Clara Benedict?" Tanya Robert lagi.     

"Em, maaf your highness, saya baru akan bertanya soal kapan your highness ingin bertemu dengan Mss. Benedict."     

"Aku sudah meminta jadwalku di kosongkan besok. Kau bisa mengatur pertemuan kami besok." Ujar Robert.     

"Baik, your highness." Angguk Ella, dia membubuhkan senyum palsu. "Saya pamit undur diri, your highness."     

"Tunggu Mss. Dimitry, tolong bantu aku memilih pakaianku untuk pertemuan besok." Ujar Robert sembari menuang wine di gelasnya. "Kau ingin minum?" Robert menawarkan dan Ella menggeleng. "No, thank you your highness."     

"Pakaianku ada di walking closet." Ujar Robert sambil menunjuk ke arah sebuah pintu geser di sudut ruangan.     

"Bukankah anda memiliki stylist pribadi yang bisa memilihkan pakaian anda your highness." Ella berusaha menghindari tugas ini, bagaimana mungkin dia bisa memilih pakaian yang akan dikenakan oleh pria yang disukainya untuk berkencan dengan gadis lainnya.     

"Ini moment spesial untukku, jadi aku ingin kau yang memilihkan setelan untukku, Mss. Dimitry." Robert menatap Ella dan gadis itu tak bisa menolak lagi, dia berjalan ke arah walking closet dan menggeser pintunya. Sebelum masuk ke ruangan lebar berisi semua barang pribadi milik Prince Robert, Ella sempat berbalik menatap Robert dan pria itu membalas tatapannya tanpa ekspresi.     

Ella masuk dan mulai menebar pandangan, dia bahkan bingung harus memulai dari mana. Ella berjalan dan mulai melihat-lihat kemeja milik Robert dan semuanya terbuat dari bahan-bahan premium dengan warna-warna yang variatif. Ella menyentuh beberapa kemeja dan merasakan kelembutan kainnya, lalu dia memilih warna yang dia sukai, warna kemeja putih dengan setelan berwarna coklat terang.     

Ella menggantungnya di sebuah gantungan yang kosong, kemudian dia melihat ke kotak penyimpandan dasi, dimana semua koleksi dasi yang dimiliki pangeran berjejer rapi di dalam kotak-kotak kecil untuk masing-masing dasi. Ella mengambil satu, yang warna dan motifnya matching dengan setelan yang dia pilihkan untuk Prince Robert.     

Gadis itu menghela nafas dalam, dia juga memilih sepatu yang akan di kenakan oleh pangeran dan kaos kakinya. Setelah semuanya lengkap, untuk aksesoris pangeran akan memilih sendiri besok, dan sekarang yang dilakukan Ella adalah berdiri tertegun menatap setelan itu. Bahkan sebelum Prince Robert mengenakan setelan itu, Ella sudah bisa membayangkan akan setampan apa pria itu dalam setelan pilihannya.     

Sementara itu Prince Robert sejak tadi mengawasi Ella, pria itu memegang gelas winenya dan berdiri di pintu sementara Ella masih sibuk melamun. Dan itu membuat Robert tersenyum sekelikas.     

"Pilihan yang bagus, aku suka warna yang kau pilih." Kalimat itu dibisikkan Robert tepat saat dia berdiri di belakang Ella, membuat gadis itu terlonjak kaget.     

"Your hihgness." Ella mendadak celingukan karena tertangkap basah tengah melamun.     

"Apa yang kau pikirkan saat melihat setelan itu begitu lama?" Robert tersenyum dan Ella menggaruk lehernya.     

"Anda akan sangat baik dalam setelan apapun." Ella memberikan jawaban formal.     

"Apa menurutmu Clara Benedict adalah gadis yang tepat untuk kunikahi?" Robert menatap Ella dalam dan gadis muda itu gelagapan tak dapat memberikan jawaban.     

"Anda bisa menilainya sendiri, your highness." Ella menolak memberikan jawabannya.     

Robert melipat tangannya di dada, "Aku bisa menunggumu sampai kau selesaikan pendidikanmu, Emanuella Dimitry, jika kau memberiku kesempatan." Robert berbisik di sisi wajah Ella dan gadis itu menunduk.     

"Your highness." Ella berbisik, dia benar-benar tidak bisa membandingkan dirinya dengan Clara Benedict, gadis dari keluarga yang terpandang, memiliki begitu banyak kemampuan bahasa, kemampuan memainkan alat musik, dia juga memiliki yayasan kemanusiaan, tidak ada cela sama sekali. Dan usia gadis itu lebih matang darinya, bahkan Clara Benedict sudah menyelesaikan S2nya.     

"Aku benar-benar tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Clara Benedict." Ella tertunduk semakin dalam.     

"Aku tidak peduli dengan semua itu, aku hanya ingin hidup dengan cinta sejati Ella. Aku sudah melihat ayah dan ibuku hidup dalam kepalsuan puluhan tahun dan itu menyiksa mereka." Robert menghela nafas dalam. Pria itu berjalan ke sebuah sofa dan duduk di sana, tak seberapa jauh dari tempat Ella berdiri.     

Robert menatap Ella dan gadis itu menatap sang pangeran dengan nanar, saat robert menepuk sisi sofa tempatnya duduk, memberikan isyarat pada Ella untuk ikut bergabung dengannya, gadis itu menurut tanpa bertanya. Ella duduk di sisi sang pangeran tampan itu.     

"Aku sudah mengatakannya padamu, dan akan ku ulangi." Ujar Robert. "Sejak aku mulai mengerti takdirku aku belajar dari situasi orang-orang di sekitarku, mereka hidup untuk rakyat, sesuai yang diinginkan oleh oran-orang terhadap mereka sampai mereka lupa menjadi diri mereka sendiri." Robert menatap lurus kedepan.     

"Aku sudah bersiap dengan memutuskan untuk tidak pernah lagi tertarik pada hubungan dengan seorang gadis. Aku hanya akan menemukan satu gadis pilihan ibuku yang disukai oleh mereka dan juga orang-orang untuk ku nikahi." Ujar Robert.     

"Tapi setelah melihatmu hari itu, aku menemukan di dalam diriku masih ada api kecil yang menyala, aku masih mengharapkan cinta itu hadir. Aku memang rakus karena aku menginginkan tahta juga wanita, dan wanita yang ku inginkan adalah kau, Emanuella Dimitry, untuk pertama kali aku memikirkan diriku sendiri." Ujar Robert.     

Ella tertunduk, "Your highness, Queen Elena memintaku untuk membantumu mengenal Mss. Clara Benedict, jadi tolong jangan membuat posisiku sulit." Ella berkaca menatap pangeran muda itu.     

"Anda sangat mempesona, dan aku tidak menyangkal itu. Tapi kehidupan anda tidak bisa anda jalani sesuka hati anda your highness, jadi sebaiknya anda kembali pada track yang sudah anda jalani selama ini." Ella tersenyum sekilas. "Aku sangat beruntung bisa mengenal anda sedekat ini." Imbuhnya sebelum bangkit berdiri. "Aku ingin anda tahu bahwa aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan anda your highness." Ella berniat untuk meninggalkan kamar sang pangeran. Tapi belum sampai ke pintu kamar, Prince Robert menarik tangannya.     

"Aku akan mengikuti maumu, bertemu dan berkencan dengan Mss. Benedict, tapi kau harus ikut dan berada di sana bersama Marcus." Ujar Robert.     

Ella menatap Robert dengan nanar, "Bagiaman kau bisa menyiksaku seperti itu, your highness." Kalimat itu dilontarkan Ella dalam hatinya. Sementara yang keluar dari mulutnya adalah. "Seperti keinginan anda, your highness." Jawab gadis itu dengan senyum sekilas, sebelum akhirnya memberi hormat dan keluar dari kamar sang pangeran.     

Robert terlihat kesal karena penolakan itu. Dia berjalan ke arah botol wine dan menuangkan lagi ke dalam gelasnya, dengan gusar dia duduk di sofa.     

"Bravo Robby." Ellyn muncul dari balik pintu tanpa mengetuk.     

"Bisakah kau mengetuk pintu sebelum masuk ke kamar orang lain?" Protes Robert.     

"Apa yang baru saja kau lakukan pada temanku Robby?" Ellyn mengambil gelas di tangan kakaknya dan meminum isinya.     

Robert menghela nafas dalam, "Tidak seperti yang kau pikirkan." Jawab Robert singkat. "Apa yang kau inginkan?" Tanyanya pada sang adik manja. "Katakan dan segera keluar dari kamarku." Pintanya kesal, amarahnya soal penolakan Ella padanya masih tersimpan di hatinya.     

Ellyn mengerucutkan bibirnya, "Aku tidak ingin meminta apa-apa darimu, aku justru akan menawarkan bantuan." Ujar Ellyn.     

Alis Robert bertaut, "Bantuan?"     

"Ya." Jawab Ellyn. "Aku bisa membantumu mendapatkan Ella, si gadis keras kepala yang mencuri hatimu." Ellyn tersenyum dan Robert tampak menggelengkan kepalanya.     

"Kau tak tahu apa-apa Eleonore." Robert bangkit dari tempatnya duduk dan berdiri menatap ke luar melalui jendela kamarnya yang lebar.     

"Berhenti menganggaku anak kecil Robert." Eleonore mendekati kakaknya. "Aku tahu semua orang di istana ini memiliki rahasianya sendiri-sendiri. Mommy dengan kekasihnya, Dad dengan kesibukannya dan kau dengan perasaanmu. Dan tidak seorangpun dari kalian yang menganggapku cukup dewasa untuk tahu rahasia kalian itu." Keluh Eleonnore.     

Robert terkesiap, dia bahkan tak tahu jika Eleonnore, adik kecilnya tahu sebanyak itu tentang masalah keluarga mereka. Bagaimanapun mereka tetap keluarga biasa, seperti keluarga pada umumnya yang juga memiliki kerumitannya masing-masing.     

"Dad dan mom tidak saling mencitai, setidaknya itu yang terlihat karena mommy sering bertemu dengan kekasihnya diam-diam." Eleonnore menatap sang kaka, dan Robert meraih adiknya itu lalu memeluknya.     

"Eleonnore, sejak kapan katu tahu semua itu?" Tanya Robert. Dia berpikir selama ini hanya dia yang tahu rahasia kedua orang tuanya. King dan Queen selalu terlihat mesra dan baik di mata rakyatnya, berbeda dengan yang terjadi di balik tembok istana, mereka sibuk dengan dunianya masing-masing. King memilih untuk menyibukkan diri dan menenggelamkan dirinya dengan pekerjaan dan sesekali dengan anak-anaknya sementara Queen, di sela-sela tugasnya sebagai ratu, dia memiliki kehidupan lain yang hanya diketahui oleh dirinya dan orang kepercayaannya. Meskipun Robert tahu pada akhirnya tapi dia memilih tidak mempermasalahkan itu dan berpura-pura tidak ada yang terjadi. Dan Eleonnore juga mengikuti jejaknya.     

"Aku tahu mom dan dad tidak saling mencintai." Ujar Ellyn. "Mereka saling menipu dan juga menipu kita puluhan tahun." Gadis itu menatap sang kakak dengan mata berkaca-kaca. "Dan aku tidak ingin melihat kakakku menghabiskan sisa hidupnya menjalani kehidupan seperti yang Daddy jalani. Berpura-pura tidak tahu bahwa isterinya memiliki pria lain, atau sebaliknya." Air mata gadis muda itu berjatuhan. "I love you Robby." Meskipun dia adalah anak manja tapi dia begitu mencintai kakaknya itu, baginya Robert Owen adalah panutannya, pelindungnya dan kakak terbaik yang dia miliki, yang selalu bisa dia andalkan.     

"I know. I love you too Ellyn. "Bisik Robert sembari memeluk adiknya itu semakin erat.     

"Jika kau menyukai Ella, katakan padanya dan kejar dia sampai dapat. Aku tahu kau bisa Robby."     

"Ya." Angguk Robert.     

Ellyn menatap sang kakak, "Jangan membuat sisa hidupmu menjadi neraka karena kau memilih tahta Robby, pilih cinta, seperti yang selalu daddy katakan pada kita." Ucapnya dan Robert menghapus jejak-jejak air mata di wajah adik manisnnya itu.     

"I choose love." Robert tersenyum dan Ellyn memeluk kakaknya sekali lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.