THE RICHMAN

The Richman - Story Telling Part II



The Richman - Story Telling Part II

0Robert menatap Ella. "Apa rencanamu setelah lulus kuliah?" Tanya Robert mendadak mengalihkan perhatian Ella.     

"Aku belum tahu." Geleng gadis itu. "Lagi pula masih terlalu dini untuk merencanakan semuanya." Ujar Ella dengan senyum getir.     

"Mengapa itu terdengar seperti sebuah keluhan?" Tanya Robert.     

Ella menghela nafas dalam, "Aku menulis banyak rencana sejak aku kelas satu SMA dan terus bertambah daftarnya sampai dengan aku kelas tiga. Bahkan termasuk aku ingin kuliah dimana dan mengambil jurusan apa. Tapi hari buruk itu terjadi dan merenggut semuanya dariku, semua rencanaku berantakan dan tidak ada yang tersisa." Ujar Ella. "Sekarang aku bertahan dengan mewati hari demi hari, aku bahkan tak berani merencanakan tentang esok hari, karena aku tidak tahu apakah akau masih akan bangun lagi besok atau tidak." Ella tersenyum getir dan Robert menemukan sisi gelap dalam kehidupan gadis itu yang selama ini tak pernah disadarinya.     

"Apa yang kau maksud dengan hari buruk?" Tanya Robert.     

Ella menghela nafas dalam, "Orang tuaku kecelakaan dan meninggal di hari kelulusanku." terangnya, Robert sebenarnya tidak terkejut karena dia sudah tahu dari data yang diberikan Marcus padanya. Semua tentang Emanuella Dimitry tertuang secara lengkap dan rinci pada dokumen itu.     

"Aku turut berduka, maaf aku tidak bermasud membuatmu sedih." Sesal Robert.     

"Tidak masalah, aku sudah belajar untuk terbiasa." Ella tersenyum dan Robert terlihat menghela nafas, dia melipat tangannya di atas menja lalu meatap Ella dalam-dalam.     

"Apa kau percaya pada sebuah kebetulan?" Tanya Robert, dan Ella menggeleng.     

"Good." Jawab Robert berkikutnya. "Jika kau tidak percaya pada sebuah kebetulan, maka kau harus percaya bahwa semua yang terjadi dalam hidupmu adalah takdir yang harus terjadi. Jika semua kejadian buruk itu tidak terjadi, mungkin kau tidak akan pernah menjadi dirimu yang sekarang ini, kau tidak akan pernah bertemu dengan orang-orang yang kau temui hari ini, dan ini semua bagian dari takdirmu Emanuella Dimitry." Robert meyakinkan Ella, sementara gadis itu terdiam.     

"Hanya saja aku berharap kejadian buruk itu tidak pernah terjadi." Sesal gadis itu.     

"Suatu saat kau akan mengingat hari itu dan tersenyum. Bukan karena kejadin buruk yang menimpa kedua orang tuamu, tapi karena kau bisa melewati jalan panjang dan gelap sendirian sampai kau menemukan takdirmu." Robert tersenyum dan senyum pria itu menghangatkan hati Ella.     

"Terimakasih, your highness." Ella mengangguk.     

Robert menghela nafas dalam, "Malam ini aku akan bermalam di istana ini." Ujarnya dan itu membuat Ella bingung.     

"Apa aku harus kembali ke istana besar dengan Marcus?" Tanyanya.     

"Kau bisa tinggal jika kau mau." Ujar Robert.     

"Bagaimana jika seseorang mengetahuinya dan aku di pecat?" Tanya Ella cemas, dan itu membuat Robert terkekeh.     

"Kau begitu takut kehilangan pekerjaanmu?" Tanya Robert lagi.     

"Ya." Angguk Ella.     

Robert melipat tangannya di dada, "Dalam hal ini aku bosmu dan kau tidak akan dipecat." Ujar Robert, hingga Ella tak bisa membantahnya. Karena makan malam sudah berakhir dan kini mereka duduk bersama menikmati sebotol wine yang sudah berumur ratusan tahun sambil bercerita, jadi mungkin mereka akan menghabiskan waktu hingga larut malam.     

"Bagaimana kuliahmu?" Tanya Robert.     

"Baik-baik saja." Jawab Ella.     

Robert menghela nafas dalam, "Aku tidak bermaksud mencampuri urusan pribadimu dengan adikku, tapi aku meminta maaf jika dia bersikap kekanak-kanakan dan menyulitkanmu." Ujar Robert.     

"Tidak sama sekali." Bohong Ella.     

"Kalian terlibat cinta segitiga tampaknya." Robert mengambil gelas lalu menyesap isinya.     

Ella tampak tak enak hati saat Robert mengatakan hal itu. "Jika ini soal George, tidak sepenuhnya seperti itu." Ella berujar lirih.     

"Tidak perlu bercerita jika kau tidak ingin mengatakannya, lagipula itu privasimu." Robert tersenyum sekilas pada gadis itu dan Ella menjadi salah tingkah.     

"Apakah anda sungguh ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi?" Ella menatap Robert dari balik bulu matanya.     

"Jika kau ingin menceritakannya." Robert mengangkat alisnya.     

Ella menatap Robert, "Aku menyewa apartment dari seseorang dan Pricess Eleonnore mengenalnya, mereka satu kelas." Ella memotong ceritanya sesingkat mungkin. "Karena kami sering bertemu, princess Eleonnore berpikir bahwa kami memiliki hubungan lain, tapi itu tidak benar. Dia memang baik padaku, tapi kami tidak berhubungan, hanya teman." Terang Ella.     

"George Bloom?" Robert menyipitkan matanya ke arah Ella.     

"Bagaimana anda tahu namanya, your highness?" Tanya Ella bingung.     

"Ellyn yang mengatakannya." Bohong Robert, sebenarnya dia secara diam-diam mencari tahu tentang pria muda yang menjadi saingannya itu. Bagaimana tidak, Robert menjadi sedikit penasaran karena adiknya menjadi begitu agresif pada pria bernama Geroge Bloom, tentu saja itu membuat Robert semakin penasaran soal daya tarik pria muda itu. Dan faktanya selain anak salah seoarng konglomerat di negeri paman sam, George Bloom juga memiliki paras yang rupawan juga postur yang menarik hingga wajar saja jika Eleonore tertarik padanya. Tapi soal perasaan Emanuella Dimitry, Robert harus mencari tahu dengan cara yang halus, apakah gadis itu juga tertarik pada George Bloom atau tidak.     

"Aku tahu, di usia kalian hal-hal seperti itu memang sering terjadi." Robert berbicara sebagai pria dewasa.     

Ella menyipitkan matanya, "Anda tidak setua itu, your hihgness."     

Robert tersenyum, "Aku juga tidak mersa setua itu. Hanya saja aku merasa kau terlalu muda, gap usia kita terlalu jauh. Tapi anehnya aku selalu merasa nyaman berbicara denganmu." Ujar Robert dan dengan malu-malu, Ella pun mengakuinya.     

"Saya juga merasa begitu, your highness."     

Tiba-tiba Ella mendapatkan notifikasi dari sosial media milik Robert, tampaknya akun sosial media resmi kerajaan membuat sebuah posting dengan menandai akun sosial media Prince Robert.     

"Ada apa?" Tanya Robert, dan dengan wajah pucat pasi, Ella menunjukkan sebuah foto pada Robert.     

"Ini pasti ulah ibuku." Robert terlihat sedikit kesal. Dia melihat postingan foto dirinya dalam pameran seni beberapa hari lalu dimana Robert bertemu dengan Clara Benedict, salah satu gadis berpengaruh di Inggris karena yayasan sosial yang di kelolanya sejak muda. Clara Benedict juga puteri dari pemimpin parlemen di Inggris. Jika sampai rumor tentang kedekatan mereka merebak tentu ini sangat menguntungkan bagi kerajaan karena secara tidak langsung hubungan yang selama ini terkesan seperti selalu bertentangan akan menjadi mulus satu jalaan.     

"Kita kembali ke istana malam ini juga, aku harus bicara dengan ibuku." Robert mengajak Ella keluar dari istana kecil itu. Marcus kembali menyetir menuju Istana untuk mengantar Robert sementara Ella tampak kebingungan melihat bosnya bersikap gusar.     

"Sebaiknya anda menunggu sampai besok untuk bicara dengan Ratu." Ella memberikan saran tapi Robert tak bisa menerimanya.     

"Ibuku memang sering bertindak semaunya." Jawab Robert.     

"Ratu tau yang terbaik untuk anak-anaknya." Ella tertunduk, meski jawaban itu dia lontarkan tapi hatinya juga sedikit bergejolak melihat wanita cantik yang berdiri dan tampak akrab dengan Robert dalam acara itu.     

Setibanya di istana Robert langsung menemui ibunya, sementara Ella memilih untuk kembali ke kamarnya.     

***     

"Mom, tidak bisakah mommy membuat situasi yang tenang tetap tenang?" Tanya Robert dengan kesal begitu dia menemui ibunya.     

"Prince Robert, dari mana saja kau?" Sindir sang Ratu.     

"Mom, please." Robert terlihat kesal.     

"Kau harus sibuk memikirkan masa depanmu, seperti aku memikirkannya setiap detik sayang. Bukannya menghabiskan waktu bermain-main dengan gadis rendahan, staff sosial mediamu." Kesal sang Ratu, meski begitu kesal tapi kemarahannya juga tak meninggalkan kesan elegan.     

"Dari mana mommy tahu aku pergi kemana?" Robert memilih untuk berdiri dan melipat tangannya.     

"Queen knows everythings." Jawab Ratu dengan penuh penekanan. "Jika kau mengencani Clara, itu akan sangat baik untuk kerajaan. Parlemen tidakan banyak melawan saat kau menikahi puteri dari ketua parelemen sayang. Nice move." Sang ratu tersenyum dan Robert menggeleng.     

"Kami hanya tak sengaja bertemu dan tidak ada yang terjadi." Terang Robert.     

"Kalau begitu lupakan soal beberapa wanita yang mommy pilih dan kencani Clara, buat sesuatu terjadi diantara kalian. Mungkin Royal Wedding bisa menjadi salah satu cara untuk menyedot perhatian dunia." Senyum lebar sang ratu mengiringi langkahnya keluar dari ruangan kerjanya sementara Robert yang tak menemukan solusi malam itu memilih untuk kembali ke kamarnya.     

Sementara itu di dalam kamarnya, Ella segera mencari tahu tentang Clara Benedict, wanita yang tampak begitu anggun di foto itu. Dan semakin tercenganglah dia setelah mengetahui siapa Clara Benedict.     

Gadis itu adalah Miss England tahun lalu dan berprofesi sebagai seorang dokter di rumahsakit besar di Inggris. Selain itu dia juga pemilik yayasan peduli anak-anak terlantar yang sudah dikelolanya sejak usianya Dua belas tahun dibantu oleh ibunya dan sekarang dia sendiri yang mengelola yayasan itu bersama beberapa stafnya dan juga relawan. Selain itu Clara Benedict juga menguasai lima bahasa dan dia piawai dalam memainkan beberapa jenis alat musik. Suaranya juga indah saat bernyanyi.     

Ella menutup laptopnya dan memegangi lututnya, entah mengapa hatinya menjadi begitu getir setelah mengetahui banyak fakta tentang Clara Benedict. Lalu dalam hatinya berbisik sebuah kalimat. "Kau ada di tempat ini bukan untuk menjadi saingan siapapun, kau hanya berada di sini untuk enam bulan kedepan mengerjakan tugas-tugasmu. Buang jauh-jauh egomu Emanuella Dimitry." Bisikan itu terdengar jelas hingga Ella akhirnya beringsut meninggalkan meja dan berjalan menuju ranjangnya untuk berbaring.     

Saat dia mulai berbaring, kalimat yang diutarakan Robert terngiang kembali. "Kau juga harus percaya bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini." Kalimat itu terngiang berulang-ulang di kepalanya hingga tiba-tiba ponselnya bergetar. Sebuah pesan singkat masuk dari Geroge.     

"Hi." Tulis George.     

"Bagaimana kabarmu El?" George mengirim pesan kedua.     

"Hi Goerge, semuanya baik-baik saja." Jawab Ella. "Bagaimana denganmu?"Imbuhnya.     

"Aku baik, hanya sedang sibuk dengna banyak tugas." Balas George. "Aku menyesal untuk pertemuan terkahir kita, seharusnya semua bisa lebih baik." Tulis Geroge lagi.     

"It's ok, terkadang kita memang perlu waktu untuk berpikir hingga semuanya menjadi lebih jelas." Balas Ella.     

"Kau menikmati pekerjaanmu?" George menulis lalu mengirimnya dan beberapa detik kemudian Ella membacanya.     

"Ya . . ." Itu yang sempat di tulis Ella, lalu di hapusnya lagi. "Aku mulai berpikir, mungkin aku tidak seharusnya mengambil pekerjaan ini." Ella menatap kalimat di layar telepon pintarnya itu, lalu menebarkan pandangan ke seluruh ruangan dan menghapusnya lagi sebelum sempat mengirimnya pada George.     

"Ya. Aku suka pekerjaan baruku." Balasnya pada akhirnya, berbicara pada George juga tak akan mememperbaiki apapun. Keputusan sudah dia ambil, dan untuk konsekwensinya, tidak seharusnya dia meminta bantuan orang lain untuk ikut menanggung.     

"Aku senang mengetahuinya, mungkin besok kita bisa bertemu di cafetaria. Aku akan mentraktirmu burger." Balas George.     

"Tidak sabar menunggu besok." Ella menjawab. "Night George." Dia tak ingin bicara lebih banyak lagi dengan George dan sudah sebaiknya dia mengakhirinya. Entah mengapa Ella merasa serba salah berada di posisinya saat ini. Jika dia dekat dengan Robert, tentu saja sang Ratu dan Raja mungkin akan sangat marah saat mengetahuinya. Tapi jika dia dekat dengan George, puteri Eleonnore yang akan terluka, dan yang paling menyedihkan dari semua itu adalah Ella tak memiliki teman berbagi untuk mencurahkan kegelisahannya saat ini. Meskipun dia memiliki bibi Chloe, tapi wanita itu tak terlalu dekat dengannya.     

Ella meringkuk di balik selimut sembari menatap ke layar ponselnya, dan benar saja George membalas untuk yang terakhir kalinya. "Night Ella." Balasnya. Gadis itu menghela nafas dalam, dia membuka kotak penyimpanan di ponselnya dan melihat foto Robert bersama gadis berkulit hitam berama Emanuella, sama dengan namanya, dan melihat senyum Robert entah mengapa itu menenangkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.