THE RICHMAN

The Richman - First Kiss



The Richman - First Kiss

0Ella keluar dari kamarnya setelah mandi dan berganti pakaian. Sementara itu di ruang makan kecil, lebih tepatnya di dapur Robert yang dikenalnya sebagai Jasper Owen tampak sudah duduk menghadapi beberapa menu makanan restoran yang dia pesan. Bahkan ada wine di sana.     

"Hei . . ." Robert yang sudah menunggu sejak tadi tampak berbinar melihat Ella akhirnya keluar dari kamarnya.     

"It's amazing." Senyum Ella merekah melihat semua yang terhidang di atas meja. "Bagaimana kau menyiapkan emua ini?" Tanya Ella dengan senyuman yang masih belum juga pudar dari wajahnya.     

"Magic." Jawab Robert dengan senyum sekilas.     

Ella duduk setelah Robert menarik bangku untuknya, "So you're a magician?" Goda Ella.     

"Maybe." Robert membuka botol wine dan menuangkannya untuk gelas Ella, kemudian untuk gelasnya.     

"Entah mengapa aku merasa sedang berada di istana." Puji Ella dan itu membuat Robert yang sedang menyesap wine di gelasnya hampir tersedak.     

"Are you ok?" Tanya Ella panik.     

"Ya." Angguk Robert. "Hanya sedikit terkejut dengan kalimat terakhirmu."     

"Soal istana?" Tanya Ella.     

"Ya." Angguk Robert. "Apa kau pernah ke istana?" Tanya Robert.     

Ella menghela nafas dalam, "Aku pindah ke Amerika saat usiaku tujuh tahun." Kenang Ella. "Aku pernah ikut tour istana bersama dengan ayahku dan ibuku saat usiaku sekitar enam tahun. Long time ago." Kenangnya tak begitu yakin.     

"Jadi kau bukan warga amerika?" Tanya Robert.     

"Greencard." Ujar Ella.     

"I see." Angguk Robert dengan senyum lebar. "Kau pernah bertemu keluarga kerajaan?" Tanya Robert sekali lagi, tapi setelah Ella mencoba mengingat tampaknya dia tidak mengingat apapun.     

"Beberapa kali saat keluarge kerajaan muncul di berita." Dia menjawab singkat. "Mengapa kita membahas tentang keluarga kerajaan? Apa kau pernah ke istana?" Tanya Ella polos tapi Robert tak menjawab, dia memilih untuk mengalihkan perhatian Ella pada makanan.     

"Sebaiknya kita makan, sebelum semuanya dingin." Robert mengambil piring Ella dan memotong-motong dagingnya sebelum disodorkan kembali pada Ella.     

"Thanks." Ella tersenyum, dia benar-benar tersipu-sipu diperlakukan seperti itu oleh Robert.     

"Bagaimana kuliahmu, kau suka dengan lingkungan kampusnya?" Robert mengalihkan topik pembicaraan ke arah perkuliahan Ella, dimana gadis itu masih tampak begitu bersemangat menjalani profesinya sebagai mahasiswa sekaligus pekerja paruh waktu.     

"Sangat, jurusan komunikasi begitu menarik bagiku." Ujar Ella.     

"Good. Aku senang melihat semangatmu, kau muda dan energic." Puji Robert.     

Ella mengkerutkan alis, "Mengapa aku mendengar pujian itu seperti di lontarkan oleh seseorang yang usianya jauh lebih tua dariku."     

"Aku memang lebih tua darimu, cukup jauh mungkin."Robert memasukkan makanan ke dalam mulutnya lalu mengunyahnya perlahan.     

Ella menatap Robert, "Maaf jika tidak sopan, tapi aku benar-benar ingin tahu berapa usiamu."     

"35 tahun." Ujar Robert singkat dan itu membuat mata Ella membulat. Usianya saat ini baru menginjak dua puluh tahun dan dia berkencan, atau setidaknya berteman dengan pria yang usianya limabelas tahun lebih tua darinya.     

"Terlalu tua untuk dikencani?" Seloroh Robert dan itu membuat Ella tersenyum bingung.     

"Apakah kita berkencan?" Tanya Ella ragu dan itu membuat Robert tersenyum, meletakkan alat makannya dan membiarkan tangannya tertelangkup di bawah dagunya.     

"Are we?" Tanya Rob balik.     

"No, of course not." Ella bergidik.     

"Ok, we're not dating, as what you said."     

Ella segera menenggak wine dari dalam gelasnya untuk menghilangkan rasa kikukknya. Begitu juga dengan Robert yang kembali memakan makanannya. Sisa makan malam mereka habiskan dengan tidak banyak bicara setelah pembicaraan soal kencan yang terakhir mereka bahas.     

Setelah selesai makan, Ella bahkan membiarkan dirinya sibuk dengan membereskan piring kotor tapi Robert tak ingin tinggal diam dan menunggu, dia bahkan terjun untuk membantu Ella mencuci semua perkakas kotor yang mereka gunakan untuk makan malam ini.     

"Terimakasih banyak traktirannya."     

"Sama-sama." Jawab Robert singkat sementara tangannya sibuk mengelap piring dan meletakkannya di tatakan. Ella baru saja selesai membilas gelas terakhir dan menoleh ke arah Robert, sementara pria itu mengambil alih gelasnya dan mengelapnya, Ella melucuti sarung tangan karet yang dia gunakan untuk mencuci piring dan meletakkannya di tepi. Tanpa berpaling sedikitpun Robert meletakkan gelas di tempatnya dan meletakkan lap yang dia pegang di tangannya.     

Keduanya saling mendekat seperti dua buah magnet yang memiliki kutub berbeda, tarik menarik secara perlahan. Ella mulai bisa meresakan hembusan nafas Robert menerpa wajahnya dan semakin dekat hingga Ella tak bisa lagi menatap wajah pria itu dan memilih memejamkan mata. Melihat reaksi Ella, Robert tak membuang kesempatan, dia segera meraih bagian belakang leher Ella dan menarik wajah Ella mendekat padanya hingga bibirnya berhasil menyentuh bibir lembut milik gadis lugu itu.     

Seketika setelah bibirn mereka saling bertemu Ella tampak terkejut dan berniat untuk menarik diri tapi Robert tak membiarkannya, satu tangannya yang bebas memegangi pinggang Ella dan membuatnya tak berhasil menghindari ciuman kedua yang lebih intens dan lebih mendesak lagi. Namun entah mengapa Ella tak bisa membalas ciuman itu hingga pada akhirnya Robert menarik diri. Tidak mendapatkan ciuman balasan dari lawan ciumannya tentu menisyaratkan bahwa ciuman itu tidak diinginkan oleh lawannya hingga Robert memutuskan untuk mundur.     

"Sorry." Sesalnya.     

Ella tertunduk, "Maaf . . . aku benar-benar mengacaukannya." Sesal gadis itu.     

"No . . ." Robert meraih wajah Ella dan meyakinkan bahwa yang terjadi baru saja bukan karena kesalahannya.     

"Maaf, itu tadi memalukan." Ella kembali menguraikan kata-kata namun tak berani menatap Robert, sekali lagi dia menurunkan pandangannya.     

"Ella . . ." Robert meraih wajah gadis itu sekali lagi. "Katakan padaku dengan jujur, apakah itu tadi ciuman pertamamu?" Tanya Robert dengan tatapan dalam, menunggu jawaban gadis itu dan, Ella hanya berani menatapnya dari balik bulu matanya sebelum mengangguk pelan.     

Rob menarik bibirnya dalam satu garis, sebagian terasa sebagai penyesalan karena sudah memperlakukan Ella kurang baik karena memaksakan ciumannya sementara bagi Ella ini adalah ciuman pertama.     

"Maaf jika aku merusak ciuman pertamamu." Sesal Robert. "Tidak seharusnya aku melakukannya begitu saja. Harusnya aku bertanya padamu lebih dulu." Imbuhnya.     

"Aku benar-benar minta maaf untuk apa yang sudah kulakukan." Sesal Robert.     

Ella terdiam, tapi dia berusaha mengeluarkan kata-kata yang mungkin bisa merubah ketengangan di antara mereka itu tapi begitu sulitnya bahkan untuk sekedar membuka suara. "Aku . . ." Ella menelan ludah. "Aku tidak tahu harus bagaimana." Imbuhnya.     

"Wait . . . kau tidak marah padaku?" Tanya Robert dan dengan malu-malu, wajah bersemu merah dan tatapan tertuju ke lantai Ella menggeleng pelan. Robert tersenyum lebar melihatnya, Robert menyisipkan satu tangannya di balik leher Ella sementara satu tangan yang lainnya menarik dagu gadis itu ke atas hingga mereka bisa saling menatap.     

"I want to kiss you now, is it ok?" Tanya Robert dengan sopan dan Ella mengangguk, perlahan tapi pasti, dengan lebih lembut dan penuh perasaan Robert mendaratakan ciumannya sekali lagi pada bibir Ella dan entah mengapa meski Ella bukan wanita pertama, kedua, atau ke sepuluh yang sudah dia kencani, tapi ciuman dengan gadis ini membuat Robert merasa kencanduan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.