THE RICHMAN

The Richman - Mr. Handsome Mysterious



The Richman - Mr. Handsome Mysterious

0Ella hampir selesai dengan sift kerjanya dan bersiap untuk pulang, malam ini dia hanya bersama dengan Lenny teman satu shiftnya. Lenny sudah pamit lebih dulu karena dia memiliki janji kencan akhir pekan dengan kekasihnya sementara Ella sibuk berkemas dan bersiap pulang. Mr. Henry sang pemilik kedai sudah pulang setengah jam lalu dengan membawa cash hasil penjualan hari ini dan membiarkan Ella membawa kunci kedai karena besok pagi dia akan bekerja penuh waktu untuk hari sabtu.     

Seseorang mendorong pintu kedai yang tampak masih menyala lampunya meski beberapa kursi sudah tampak di naikkan ke atas meja.     

"Maaf kami sudah tutup Sir." Ujar Ella, dan saat berbalik dan melihat si pria yang berdiri dengan jarak sekitar tiga meter darinya, Ella membeku.     

"Hai." Sapa pria itu.     

"Em . . . maaf tapi kami sudah tutup." Ella terlihat celingukan bingung.     

Pria itu tersenyum, "Untuk sebuah penyelamatan heroik tadi pagi mungkin aku berhak menikmati secangkir kopi buatanmu Mss . . ." Pria itu menatap ke arah Ella.     

"Just Ella." Ella akhirnya menyebutkan namanya, dan begitu pria misterius super tampan itu menyinggung soal penyelaman heroik dari kemungkinan musibah memalukan tertabrak sepeda, Ella tak dapat menyangkal tampaknya.     

"Ya . . .aku berhutang terimakasih padamu Sir." Ella berjalan mendekatinya. "Duduklah, aku akan membuatkanmu secangkir kopi." Ujar Ella dan pria itu memilih kursi di sudut ruangan, satu-satunya kursi yang masih belum dinaikkan ke atas meja seperti beberapa kursi di beberapa meja lainnya.     

"Maaf, kau datang terlalu larut." Ella datang dengan secangkir kopi yang masih panas dengan sebuah muffin yang sebenarnya dia beli untuk dirinya sendiri, tapi dia benar-benar sungkan menyajikan kopi saja tanpa hidangan pelengkap.     

"Oh . . . thanks." Pria itu mengangkat alisnya dan tersenyum ke arah Ella. Dia sempat menikmati aroma kopi dari cangkirnya sebelum menyesapnya.     

"Bagaimana kau tahu aku bekerja di sini?" Tanya Ella setelah dia menarik bangku dan duduk di hadapan pria itu.     

Sang pria melipat tangannya di meja dan menatap Ella dengan senyuman, "Kau mengira aku mengikutimu?" Tanya pria itu.     

"Mungkin." Ella mengerucutkan bibirnya dan itu membuat si pria yang terlihat sudah matang itu tersenyum sekali lagi, benar-benar senyum yang mematikan.     

"Aku sering menghabiskan waktu berjalan-jalan, hanya menikmati berjalan kaki malam hari, melihat suasana kota, itu saja. Saat aku melintas tidak sengaja aku menoleh dan melihatmu berkemas, jadi aku mampir." Bohongnya, sebenarnya dia sudah sempat berdiri di seberang jalan beberapa menit sembari menikmati memandangi Ella dari jauh.     

Ella tampak bingung mendengar jawabannya. "Berjalan, malam hari sendiri?" Tanyanya.     

"Ya, dengan begitu kita bisa melihat sisi lain kehidupan kota. Mau mencobanya?" Tanya pria itu dan Ella bangkit berdiri, "Aku tidak berjalan di tengah malam dengan pria asing." Ujarnya.     

"Jasper." Pria itu mengulurkan tangannya. "Jasper Owen." Imbuhnya.     

"Mr. Owen." Ella menjabat tangan pria itu.     

"Sekarang kita bukan orang asing lagi bukan?" Jasper tersenyum. "Pertama aku menyelamatkanmu, kedua kau memberikanku secangkir kopi dan muffin, lalu sekarang kita saling mengenal." Ujarnya lagi, itu membuat Ella mengrenyitkan alisnya, namun sejurus kemudian dia tersenyum setuju.     

"Aku akan membereskan tempat ini dan pulang." Ujarnya.     

"Aku bisa mengantarmu pulang." Ujar pria itu.     

"Dengan berjalan kaki?" Ella menjawab sambil terus membereskan.     

"Ya. Kita bisa bicara sambil berjalan kaki."Jasper bangkit dari tempatnya duduk dan membawa cangkir kopinya ke wastafel lalu mencuci cangkirnya yang setengah kosong, setelah itu dia membantu Ella memereskan kedai itu, termasuk mengepel lantainya.     

"Sejak kapan kau tinggal di sini?" Tanya Jasper pada Ella.     

"Aku baru pindah saat mulai kuliah." Jawab Ella jujur.     

"Kehidupan yang berat hah?" Tanya Jasper.     

Ella menghela nafas dalam, dia berdiri menegakkan tubuhnya sembari memegangi gagang alat pel. "Tidak pernah seberat ini sebelumnya." Ungkap Ella.     

"Apa yang terjadi?" Tanya Jasper lebih jauh.     

Ella kembali membungkuk sembari mengepel bagian lantai yang belum tersentuh kain pel dengan tangannya. "Orang tuaku meninggal beberapa waktu lalu dalam kecelakaan mobil." Ujarnya, sebenarnya mengatakan hal itu berkali-kali rasanya begitu pahit, tapi toh pertanyaan Jasper tidak salah, dia hanya ingin tahu apa yang belum dia ketahui. "Di hari kelulusanku." Imbuhnya dengan sedih.     

"Sorry for your parents." Sesal Jasper, dia tak seharusnya bertanya jika dia sudah tahu jawabannya mungkin akan membuat gadis itu sedih.     

"Tidak masalah, aku mulai berusaha menyesuaikan diri." Ujar Ella sembari menegakkan kembali tubuhnya setelah menyelesaikan sudut terakhir ruangan. Dia membawa ember itu ke belakang untuk mencuci alat pelnya sebelum meninggalkan ruangan itu dalam keadaan terkunci.     

Dengan coat coklat muda dan tas selempang Ella berjalan beriringan dengan Jasper. Mereka tampak santai menikmati jalanan kota itu di malam hari yang tampak lengang tapi justru terasa begitu tenang.     

"Kau sendiri? Dari aksenmu kau lahir dan besar di kota ini." Tebak Ella.     

"Kau benar." Jawab Jasper jujur.     

"Apa yang kau lakukan di kampus? Kau kuliah di sana?" Tanya Ella.     

"Tidak." Geleng Jasper, "Aku pergi ke kampusmu karena ada sedikit urusan, dan karena urusan kecil itu aku menengalmu." Ujarnya dan itu membuat Ella tersenyum.     

"Haruskah aku memanggilmu Mr. Owen atau hanya Jasper?" Tanya Ella karena dia sangat yakin bahwa pria yang tengah berjalan bersamanya itu terpaut usia cukup jauh dengannya. Jika Ella bahkan baru saja menyentuh angka dua puluh tahun, pria ini mungkin sudah berusia sekitar tiga puluh atau setidaknya awal tigapuluhan.     

Jaspert tersenyum, "Kau melihatku setua itu?" Tanya Jasper.     

"Ya." Angguk Ella polos dan itu membuat Jasper tersenyum sekali lagi. "Panggil saya dengan panggilan yang membuatmu nyaman."     

"Jika kau pergi keluar untuk berjalan kaki seperti ini, bagaimana dengan keluargamu?" Tanya Ella.     

"To the point please." Jasper berujar, dia jelas tak suka pertanyaan yang bertele-tele. "Orang Amerika bukannya suka berterus terang?" Tanya Jasper lagi.     

"Isteri atau anakmu?"Ella akhirnya berkata jujur dan itu membuat Jasper menggeleng.     

"Aku belum menikah." Jujurnya.     

"Oh . . ." Ella menatap pria itu sekilas. "Untuk apa membuang waktu terlalu lama memilih pasangan hidup, kurasa kau bisa dengan mudah menemukan gadis yang cocok untukmu."     

"Aku berharap bisa sesederhana itu." Jasper menatap Ella sekilas.     

Ella memasukkan tangannya ke saku coatnya dan terus berjalan beriringan dengan pria itu. Di sepanjang jalan mereka menikmati pemandangan yang meski gelap tapi lampu-lampu yang menyala membuat suasana semakin epik.     

"Aku hampir sampai." Ujar Ella begitu mereka tiba di jalan yang mengarah ke apartmentnya.     

"Aku akan mengantarmu sampai ke depan pintu apartmentmu." Ujar pria itu, dia juga tampak memasukkan tangannya di saku jaketnya.     

"Tidak perlu." Tolak Ella.     

"Kau takut aku akan merampokmu nona muda?" Canda Jasper dan itu membuat Ella tersenyum.     

"Tentu saja tidak." Gelengnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.