THE RICHMAN

The Richman - Another New Friend



The Richman - Another New Friend

0George masuk ke dalam kelas, dan duduk di bagian belakang sembari menunggu dosennya masuk. Kali ini Profesor Robert McCarig yang akan mengisi kuliah umum. Seorang gadis berambut hitam panjang sepunggung datang dan duduk di sebelahnya.     

"Hei." Sapanya dengan aksen British yang kental.     

"Hai." Jawab George. "Aku baru melihatmu hari ini." Ujar George.     

"Ya." Jawab gadis muda itu dengan aksennya yang khas. "Long story." Imbuh gadis itu. Geoerge mengangguk, namun sejurus kemudian dia terlihat bingung karena ada seorang bodyguard berdiri mematung di sisi kiri gedung.     

"Is that your bodyguard?" George melempar pandangannya pada pria dengan stelan hitam dan earphone yang melekat di telinganya. Tapi gadis di sebelahnya hanya memutar mata. "Another unpleasant thing to be me." Gumamnya kesal.     

"Are you part of the Royal Family?" Alis George bertaut dalam dan gadis itu mengangguk, "Sadly yes." Jawabnya.     

"Haruskah aku memanggilmu princes or what?" Gurau George lirih.     

"Jus call me Ellyn."     

"Ellyn?" Alis George berkerut, dan gadis itu akhirnya menyebutkan namanya, Ellyn adalah panggilan akrab. "Eleonore."     

"I see . . . princess Eleonore." George mengulurkan tangannya, "I'm George Anthony, by the way." George si flamboyan memperkenalkan dirinya dengan percaya diri pada salah satu puteri dari kerajaan Inggirs.     

"American is always stright, to the point, sharp." Jawab Ellyn.     

"Yes we do." Jawab George. Matanya membeku saat melihat Ella masuk ke kelas yang sama. Ya siapa yang melarang, ini adalah kuliah umum, beberapa mahasiswa bebas untuk hadir di kuliah ini sejah mereka sudah mengkonfirmasi terlebih dahulu ke sekretariat penyelenggara kuliah umum itu.     

Ella tak menyapa George, hanya menatapnya sekilas, tampaknya gadis itu sudah jengah karena selama beberapa hari mengenal George Anthony, gadis-gadis cantik dan populer di seolah selalu tampak di sekitarnya. Entah George yang genit karena menggoda mereka atau sebaliknya, dia terlalu tampan hingga di puja-puja oleh beberapa gadis di kampus itu.     

"Ella . . ." George memanggil Ella yang duduk di beberapa bangku di depannya tapi Ella tampak tak menoleh.     

"Your girlfriend?" Tanya Ellyn.     

"No." Geleng George, "Just friend." jawab George.     

Ellyn tersenyum, "Tampaknay dia jealous melihatmu duduk dekat denganku."     

"Tidak, dia hanya tidak dengar." Sangkal George.     

Tak berapa lama mahasiswa mulai memenuhi setiap kursi kosong dan sang prfesor masuk dengan berbagai materi yang sudah dia siapkan. Kuliah terbuka ini benar-benar dikemas epik oleh sang profesor dan penuh dengan ruang tanya jawab juga mengemukakan pendapat dari mahasiswa hingga tidak ada rasa bosan yang terlintas di benak para mahasiswa.     

Ellyn cukup menonjol dalam kuliah terbuka itu, begitu juga dengan Ella yang mencoba mengimbangi, sementara George tengah sibuk menilai siapa yang lebih cerdas di antara keduanya, Ellyn atau Ella.     

"See you George." Ellyn tampak berniat meninggalkan ruangan kelas.     

"See you princes." George tersenyum. "Kau terlihat sangat cerdas."     

"I'm." Jawab Ellyn percaya diri dan itu membuat George mengangkat alisnya lalu tersenyum. Sementara mereka bercakap, Ella melintas di dekat mereka dan hanya menatap George sekilas.     

"Mungkin kalian harus bicara." Ellyn tersenyum ke arah George.     

"Seperti yang ku katakan, kami berteman." George masih menyangkal.     

"Dia terlihat sangat cemburu sampai mati-matian mematahkan semua argumenku di kelas tadi." Ellyn menyelempangkan tasnya dan berniat untuk keluar dari gedung itu, tapi George berusaha mengimbangi langkahnya.     

"Kau tampak tak seperti puteri, sama sekali." Ujarnya dan itu membuat mata Ellyn memlebar, "Really?"     

"Skinny jeans, t-shirt, snickers, . . . tidak tampak seperti puteri yang ada dalam bayanganku." Ujar George.     

"Ball gown, diamond, sepatu kaca, itukah yang kau bayangkan?" Tanya Ellyn sembari tersenyum melihat reaksi George.     

"Mungkin."     

"Itu ada di negeri dongeng." Jawab Elly, "Atau setidaknya itu benar-benar terjadi di istana, berabad-abad lalu. Sekarang kami memakai LV, DnG, Hermes, dan bahkan sneakers, kapan-kapan datanglah ke istana dan lihat seperti apa kehidupan kami sesungguhnya." Ujar Ellyn.     

"Sebuah kehormatan bagiku." George benar-benar fasih berbasa-basi.     

"Tomorrow Night, 9 PM. My birthday party, ajak pacarmu." Ellyn tersenyum dan George membulatkan matanya.     

"Stubborn princes." Gumam George dan Ellyn tersenyum lebar. Dia segera meninggalkan George dan berjalan diiringi dengan pengawalnya yang menempel ketat, bahkan dibalik kaca mata hitamnya, mungkin sang pengawal hampir tak pernah berkedip karena harus memastikan kondisi dan situasi di sekitar puteri Eleonore itu aman.     

Ellyn masuk kedalam mobil sementara sang supir mengemudi di depan dan sang pengawal duduk di sisi sang supir.     

"Stop it." Ellyn memerintahkan dan mobil berhenti. Gadis itu mebuka kaca mobilnya dan melongok ke arah Ella yang tengah berjalan di trotoar di sekitar kampus, sementara Ellyn berniat untuk pulang.     

"Hai, I'm Ellyn." Sapa Ellyn dari dalam mobil.     

"Your highness." Ella membungkuk sekilas, meski dia bukan orang Inggris tapi dia tahu betul siapa Eleonore.     

"Kau mengenalku?" Tanya Ellyn.     

"Semua orang tahu." jawab Ella.     

"Masuklah." Ellyn meminta Ella masuk ke dalam mobil dan Ella mempertimbangkan beberapa saat sebelum akhirnya masuk.     

Ellyn tersenyum, "Maaf untuk kelas terbuka tadi." Ujarnya. "Tidak seharusnya aku begitu ngotot untuk mematahkan argumenmu." Imbuhnya dan itu justru membuat Ella menjadi tak enak hati, karena yang sejujurnya sedang mati-matian mematahkan argumen lawannya adalah Ella sementara dia yakin betul bahwa Ellyn adalah salah satu anggota keluarga Royal Family.     

"Tidak, aku yang harusnya minta maaf." Sesal Ella.     

"No . . . no . . . no." Ellyn mengkoreksi, "Mungkin aku terlalu arogan." Dia juga tampak menyesal.     

"Tidak, kau cerdas." Puji Ella dengan tulus.     

"Kau juga." Entah mengapa kini mereka justru saling memuji. "Bisakah kita menjadi teman?" Tanya Ellyn.     

Mata Ella membulat menatap Eleonore. "Menjadi teman salah satu anggota kerajaan, sungguh kehormatan." Ujarnya, sementara Ellyn tersenyum lebar sembari mengulurkan tangannya pada Ella.     

"Friend." Ellyn tersenyum lebar sekali lagi. Eleonore mungkin salah satu gadis paling beruntung di muka bumi, selain parasnya yang menawan, lesung pipi yang dalam selalu membuatnya terlihat eyecatching saat tersenyum, dia juga dianugerahi dengan kecerdasan yang luar bisa dan dilahirkan dengan segala yang dibutuhkan sebagai seorang puteri dari kerajaan Inggris.     

"Sorry about George." Ujar Ellyn kemudian.     

"George?" Alis Ella bertaut menatap Ellyn.     

"Ya, aku tahu kau cemburu padaku." Ujar Ellyn, "Honestly, kami baru bertemu hari ini." Imbuhnya.     

"Kami hanya teman." Jawab Ella singkat.     

"Tapi kau tampak menyukainya."     

"No." Sangkal Ella.     

"Aku bisa melihat dari caramu menatapnya." Ellyn tersenyum sekali lagi dan Ella menjadi celingukan dibuatnya.     

Dia tampak menghela nafas dalam, "Em, George membantuku menemukan apartment dan membantuku pindah ke apartment itu. Sementara aku belum punya banyak teman di sini." Jawab Ella jujur.     

"Dan kau jatuh hati pada si flamboyan?" Goad Ellyn.     

"Flamboyan? Why you call him like that?" Ella terkekeh.     

"He's charming, dan dia tahu bagaimana membuat para gadis meleleh dengan tatapannya." Jawab Ellyn.     

"Sebagai ungkapan pertemanan, datanglah di pesta ulangtahunku besok malam jam sembilan bersama George." Ellyn menatap Ella dan gadis itu tampak hampir mati kaget menerima undangan pesta ulang tahun dari salah satu puteri Royal Family.     

"Oh no." Geleng Ella, "I have no idea how to dresses in princess party" Jawabnya.     

"Pakai saja apa yang membuatmu nyaman, remember, ini bukan pesta dansa. Ini hanya pesta ulangtahun biasa, banyak teman-teman kuliah yang datang, coctail, party, music, dan banyak permainan yang seru, so don't miss it." Ellyn meyakinkan bahwa pesta ulangtahunnya bukan berbentuk makan malam kerajaan yang megah, pesta dansa atau sejenisnya yang mungkin dibayangkan oleh orang-orang diluar tembok istana yang menganggap keluarga istana begitu eksklusif dengn tata krama berkelas ala Britania Raya.     

"Terimakasih undangannya." Ella tesenyum sekilas sebelum turun dari mobil dan mobil Ellyn itu melaju mulus meninggalkan area kampus. Sementara Ella masih tidak percaya, diantara ribuan orang di kampus, Eleonore memilihnya menjadi teman. Itu benar-benar sebuah keajaiban lain dalam hidupnya selain beberapa waktu lalu dia menemukan apartment dengan harga sangat murah sementara vasiltias di apartment itu jelas diatas type studio.     

"Kurasa Tuhan sedang begitu baik padaku beberapa waktu terakhir." Gumam Ella dalam hati, tapi soal undangan pesta ulang tahun Ellyn jelas itu bencana. Selain tak tahu akan memakai apa untuk pergi ke pesta ulang tahun keluarge kerajaan, dia juga tak tahu harus memberi hadiah apa? Eleonore bahkan memiliki segala sesuatu dan dia tidak membutuhkan apapun lagi dari orang lain, mungkin hadiah yang aling cocok adalah berlian, sedangkan untuk makan saja Ella harus menghabiskan waktu sepulang kuliah untuk bekerja paruh waktu.     

Sementara berjalan sembari memikirkan banyak hal membuat Ella tidak konsentrasi, hingga seorang bersepeda, baru saja hampir menabraknya.     

"Watchout!" Seorang pria menariknya dan membuat Ella terpelanting ke dalam pelukan pria itu. Ella membeku, entah akan jadi apa dirinya jika sampai tertabrak sepeda dengan kecepatan tinggi tadi. Jantungnya berdegup kencang dan masih belum bisa mencerna keadaan di sekitarnya.     

"Kau baik-baik saja?" Tanya pria itu.     

"Yes . . ." Angguknya, dia masih belum sadar sepenuhnya dari shock yang menyerangnya.     

"Perhatikan langkahmu." Pria itu melepaskan Ella dan berjalan menjauh menuju parkiran mobil. Sementara Ella masih membeku di tempat meskipun matanya lekat mengawasi pria itu sampai dia berhenti di dekat sebuah SUV hitam dan sempat menatap kembali ke arah Ella sebelum masuk kedalam mobilnya. Baik Ella maupun pria itu tampak sama-sama saling menatap dalam. Dan yang tersisa di ingatan Ella adalah aroma tubuh pria itu yang begitu wangi, maskulin, dan segar.     

"Who are you?" Bisik Ella dalam hati, sementara SUV milik si pria berkemeja biru itu memutar dengan cepat dan melesat meninggalkan area kampus. Ella menyeret langkahnya keluar dari area kampus dan berjalan kaki menyusuri trotoar hingga tiba di kedai kopi tempatnya bekerja paruh waktu. Pikirannya jelas masih tertaut pada kejadian yang barus aja dia alami tadi, juga pria penyelamatnya yang entah mengapa menjadi terlihat seribu kali lebih tampan dibandingkan dengan George Anthony.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.