THE RICHMAN

The Richman - Misunderstanding



The Richman - Misunderstanding

0"Aku sudah menghubungi Emily. Dia membawa George ke rumahsakit tak jauh dari sekolah. " Mendegar kalimat Javier rasanya ada secerca harapan, aku tahu di mana puteraku, aku harus pergi kesana, aku harus tahu keadaannya.     

Aku justru berlari meninggalkan Javier menuju mobilku, dan segera masuk ke dalam mobil. Kuputar kunci dan seketika mesinnya menyala." Adrianna, kau sedang dalam keadaan shock, biarkan aku yang mengemudi." Javier berbicara dari luar mobil.     

"Adrianna, percayalah, menyetir dalam keadaan seperti itu akan sangat berbahaya. Kau bahkan bisa berurusan dengan polisi jika melewati batas aman, dan itu berarti kau tidak bisa segera bertemu puteramu." Javier memberika penjelasan logis, dan aku mengangguk.     

Aku keluar dai mobil, dan Javier mengambil alih kemudi. Sementara aku duduk di sampingnya, menatap kosong pada jalanan.Sepanjang jalan aku hanya bisa menangis, entah apa yang terjadi pada puteraku, tapi ini semua salahku. Seandainya aku tidak terlambat menjemputnya hari ini? Seandainya aku tidak bertemu dengan Javier dan menolak minum kopi dengannya? Oh seandainya waktu dapat di putar kembali.     

"Hei, everything is gonna be ok."Javier mengusap lenganku. Aku tak menjawab, aku masih terus khawatir pada puteraku. Sesekali Javier menoleh padaku, dia juga tampak sangat khawatir.     

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima belas menit, meski rasanya bagiku bagaikan berjam-jam dan tak kunjung sampai, akhirnya kami masuk ke halaman parkir rumahsakit. Aku segera menghambur keluar mobil dan berlari menuju receptionist untuk mencari tahu keberadaan George puteraku. Mereka memberitahuku bahwa puteraku berada di ruang operasi. Aku segera naik lift menuju ruangan yang di maksud, air mataku masih saja terus membanjir.     

Aku berlari sepanjang lorong, dan saat melihat suamiku di ujung lorong rasanya aku hampir roboh. Aku melihat sorot mata ketakutan terpancar dari tatapannya padaku. Dia berjalan mendekat kearahku.     

"Aldric..."Aku berlari ke arahnya memeluknya, memeluk suamiku. Kulihat kemejanya berlumuran darah. Aldric memelukku erat, tangisku pecah dalam pelukannya. Tapi Aldric segera menarik dirinya, aku menoleh kearah belakang diriku, oh Javier. Aldric pasti menarik dirinya karena melihat keberadadan Javier bersamaku. Tatapan Aldric padaku mendadak dingin, penuh selidik dan dia segera menjaga jarak.     

Javier berjalan mendekatiku, memberikan kunci mobilku lalu berjalan mendekati Aldric, tapi alih-alih menerima kedatangannya Aldric justru berjalan menjauh, meninggalkan lorong ini, entah kemana dia pergi. Aku merosot ke lantai. Haruskah kesalahpahaman ini berulang, dan mengapa situasinya menjadi semakin sulit ketika puteraku justru sedang berjuang mempertahankan hidupnya di meja operasi.     

***     

(Aldric Side)     

Kulihat Adrianna di ujung lorong, wajahnya ketakutan. Oh isteriku yang malang, kau pasti tak sanggup menanggung semua ini. Aku berjalan mendekatinya, memeluknya. Kuharap pelukanku bisa sedikit menguatkan hatinya, meski saat ini hatiku juga hancur melihat putera kami dalam kondisi seperti itu.     

Tangisnya pecah di pelukanku. Aku mengencangkan pelukanku. Tapi mataku menangkap sosok yang tak asing, dia? Mengapa dia kemari? Jika dia berada di sini berarti dia bersama dengan isteriku? Aku menarik diri, aku tidak percaya ini?     

Apakah isteriku menghianatiku? Lagi? Apakah mereka tidak pernah berhenti selama ini? Sementara aku begitu bodoh percaya bahwa aku bahagia dengan isteriku dan putera kami, tapi isteriku masih menjalin hubungan dengan pria ini?     

Kulihat dia melangkah mendekati Adrianna, memberikan kunci mobil pada isteriku. Jelas sudah, semua pertanyaanku terjawab, mereka pergi bersama dengan mobil isteriku. Aku tak bisa lagi menahan emosiku. Aku tidak ingin mengamuk di depan ruang operasi sementara puteraku sedang berjuang untuk hidupnya di dalam.     

Aku berjalan keluar, pergi dari lorong, pergi sejauh yang aku bisa. Rasanya hatiku hancur, dua kali, pertama aku melihat puteraku, menggengongnya dalam pelukanku, bersimbah darah, dan sekarang, dalam kondisi puteraku seperti itu, kulihat isteriku bersama dengan pria lain.     

Apa yang terjadi padaku? Mengapa hari ini begitu buruk? Jika aku harus menggantikan posisi puteraku, tertembak, aku masih sanggup menanggungnya. Lebih baik aku mati asalkan puteraku selamat.     

Tapi untuk isteriku? Memaafkannya lagi? Apakah aku masih punya hati untuk memaafkannya?     

Jika dia bersama Javier, itu berarti dia tidak menjemput George, dan semua kejadian itu terjadi limabelas menit setelah kelas Gorge berakhir. Itu yang Ms. Emily sempat katakan padaku. Jika saja Adrianna datang tepat waktu, tentu puteraku tidak harus mengalami semua ini.     

Malaikat kecilku itu tidak harus menanggung penderitaan seperti ini. Ini untuk pertama kalinya aku menagis seperti pecundang. Aku menagis, tak sanggup lagi menanggung semua ini.     

***     

(Adrianna Side)     

Dokter keluar dari ruang operasi saat di lorong itu sudah ada Aku , Evelyn dan Aldric. Dokter menjelaskan bahwa pelurunya tidak mengenai organ tubuh vital milik putera kami, tapi puteraku kehilangan banyak darah. Dan kebetulan golongan darahnya juga cukup langka.     

Setelah mengatakan bahwa aku ibu kandungnya, dokter memintaku untuk mengikuti perawat untuk diambil darahku. Oh seandainya aku harus memberikan darahku, bahkan nyawaku sekalipun pada puteraku, aku akan memberikannya, semua milikku, tanpa terkecuali.     

Aku berbaring dalam debaran jantung yang tak beraturan, bibirku terus melafalan doa agar puteraku bisa selamat. Saat ini yang kuinginkan hanyalah melihat puteraku selamat, dia bisa kembali ke pelukanku dalam keadaan baik-baik saja.     

Setelah dua belas jam berlalu, George dipindahkan keruang perawatan karena dokter mengatakan bahwa kondisi puteraku mulai stabil dan dia sudah berhasil melewati masa-masa kritisnya. Dua belas jam ini benar-benar kami lewatkan seolah menantikan kematian kami sendiri, tak ada satupun diantara kami yang bisa menelan makanan karena kami tidak beranjak dari ruangann ICU tempat George dirawat. Leah, Ben dan Daddy datang begitu mereka mendapat kabar tapi tak banyak yang bisa kami lakukan selain menunggu dan berdoa. Sementara kabar buruk datang menerpa karena salah satu teman George yang juga tertembak meninggal dunia pasca tindakan operasi pengambilan peluru karena mengalami sepsis.     

Dua belas jam berikutnya berlalu, total sudah duapuluh empat jam putera kami tak sadarkan diri setelah tindakan operasi pengambilan pecahan proyektil yang menembus tubuh mungilnya. Saat ini kami sudah boleh menemuinya secara bergantian. Setelah tigapuluh enam jam akhirnya kami diperbolehkan menjaga George di dalam ruangan meski George belum juga sadarkan diri.     

Rasanya aku ingin mati saja, atau jika bisa biarkan aku yang menggantikan George mengalami hal buruk ini. Tak hanya itu, meski Ben dan Leah berkali-kali datang dan ikut menunggu di luar ruangan untuk beberapa jam tapi tak seorangpun yang bisa mengajak Aldric bicara, tak juga diriku. Aku tahu dia sangat marah padaku, tapi aku juga terluka melihat puteraku seperti itu.     

Didalam ruangan pemulihan itu tangan Aldric terus saja menggenggam tangan puteranya itu. Sementara aku mematung sisi lain tempat tidur puteraku. Aku tahu beruangku sedang begitu terluka, aku juga tidak kalah terluka. Tapi jika aku memaksa mendekatinya, dia pasti akan lari dariku, jadi kupilih untuk diam, dan menjelaskan semuanya pada waktu yang tepat. Yang terpenting bagiku saat ini adalah melihat puteraku bisa siuman, itu saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.